Zerga Nicholas Armagan, sosok laki-laki berwajah datar, dingin, dan tidak berperikemanusiaan. Iblis kata itu memang pantas disematkan untuk Zerga. Armagan, marga yang sama sekali tidak Zerga inginkan dibelakang namanya. Zerga tidak ingin terlahir dari keluarga ini, kalau saja Zerga bisa memilih Zerga tak ingin dilahirkan.
"Saya menyesal melahirkan kamu! Seharusnya kamu mati!"
Kata-kata itu masih saja terngiang di kepalanya, otaknya masih menyimpan kenangan buruk yang sulit untuk ia buang. Zerga adalah harapan ayahnya, Zerga kecil yang dulu sangat begitu tersesat mulai kembali mencari jalan di mana dia harus berada, di mana dia harus berdiri. Hidup tanpa kasih sayang membuatnya menjadi lebih kuat, tetapi sangat keras.
Bagaimana pun juga, Zerga harus berdiri dengan kakinya sendiri.
Sosok ibu yang ia harapkan kehadirannya sekarang sudah ada di hadapannya, tetapi entah kenapa sesaat setelah dia melihat wajah itu hatinya berdenyut sakit.
Seperti biasa, pagi ini Zerga tidak ingin sarapan bersama. Tetapi karena paksaan dari Nania, Zerga harus duduk anteng di kursinya berhadapan dengan ibunya. Renia.
"Zerga, mau sarapan sama apa Nak? Mama ambilkan, ya?" tanya Renia.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri." ucap Zerga. Di mana Nania? Zerga tidak bodoh, miliknya pasti sengaja melakukan hal ini supaya dia bisa sarapan berdua bersama wanita berada di hadapannya.
"Mama ambilkan, ya?" Suara lirih itu berhasil membuat Zerga terdiam beberapa saat. Lalu anggukan kepala membuat Renia tersenyum haru."Zerga mau sarapan sama apa? Roti atau masih goreng?" tanya Renia dengan lembut. Pertanyaan itu yang Zerga harapkan sejak dulu, tetapi entah kenapa rasanya pertanyaan itu sudah tidak berati lagi, semuanya nampak basi di mata Zerga.
"Roti selai kacang." ucap Zerga membuat Renia mengangguk, Renia mengoleskan selai kacang itu ke roti putranya lalu ia berikan kepada Zerga. Nania tersenyum melihat interaksi antara ibu dan anak itu. Suara kali melangkah membuat Zerga menoleh, ternyata Nania sedang berjalan ke arahnya.
"Selamat pagi, Ma, Ga." sapaan dengan suara lembut itu entah kenapa membuat Zerga nyaman.
"Pagi, sayang. Malam ini tidur dengan nyenyak?" tanya Renia dibalas anggukan kepala oleh Nania dengan tersenyum canggung, haruskah ia berbohong kalau semalam dia tidur dengan nyenyak?
Nania mengambil roti lalu dia oles dengan selai cokelat kesukaannya. Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan sampai selesai sarapan bersama. Zerga bangkit dari duduknya berniat pergi, sebelum itu Zerga sempat mengecup singkat pelipis Nania membuat Renia yang melihat itu tersenyum, setelah rasa Zerga selesai dia berniat pergi tapi belum sempat kakinya melangkah, Nania lebih dulu memegang tangan Zerga.
"Pamitan dulu yang benar, sama Mama." ucap Nania, Zerga memutar bola matanya malas. Sudah cukup dia menuruti permintaan Nania untuk sarapan bersama ibunya, tanpa ingin mendengarkan ucapan Nania, Zerga pergi begitu saja membuat Nania menghela napasnya panjang. Menaklukkan Zerga tidak semudah itu, Zerga keras kepala dan tidak suka dibantah.
"Maaf Ma,"
"Gak papa Nania, pagi Mama udah seneng banget bisa sarapan bareng Zerga." ucap Renia berkaca-kaca.
•••
"Selamat pagi Tuan muda," sapa Gerhana. Tidak ada sapaan, sepertinya mood Tuan mudanya tidak baik pagi ini, hm bukannya setiap pagi juga seperti ini? Tapi jika dilihat-lihat wajahnya agak sedikit tenang lagi ini, hal apa yang membuat wajah Zerga sedikit enak dipandang pagi ini?
"Anda harus bertemu dengan klien malam ini sesuai jadwal yang saya berikan kemarin."
Zerga menutup matanya, dia lupa. Bahwa dia ada janji bersama klien malam ini, padahal Zerga pun sudah berjanji akan mengantarkan Nania untuk bertemu kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z E R G A || Dangerous Husband √
Ficção AdolescenteWARNING!!! BANYAK KATAK-KATA KASAR, FRONTAL JANGAN DI TIRU DAN BEBERAPA ADEGAN DEWASA, MOHON BIJAK DALAM MEMBACA YA!!! "I'm sorry, please comeback to me." Instagram:_dinniy