Aliran air dari gunung sebelah Utara sana, mengalir cukup deras. Hujan turun dari pagi sampai ba'da Dzuhur tadi. Rutinitas mencuci pakaian di sungai itu sedikit berkurang. Warga yang datang tidak seramai biasanya. Terlebih, sebentar lagi sudah ingin memasuki waktu Maghrib.
Walaupun cahaya mentari tidak muncul, langit masih sedikit terang. Sepanjang jalan setapak untuk menuju sungai, beberapa kali orang yang sudah selesai mencuci memberitahu untuk tidak melanjutkan. Tapi, hal itu tidak dihiraukan oleh wanita yang mengenakan kemben jarik dan perutnya membesar. Dipundaknya tersampir kain handuk untuk menutupi dari hawa dingin.
"Ya Allah ndok Sekar. Piye toh, mbok yo ojo nang kali yahwene" - ya Allah nak Sekar. Gimana si, harusnya jangan ke sungai jam segini-
Sekar hanya bisa tersenyum "nggih pripun Mbok Yun, dereng umbah umbah klambi kit wingi" -ya gimana Mbok Yun, belum nyuci baju dari kemarin-
"Maghrib ndok diluk meneh ora ilok, bali bae Yuh" -sebentar lagi Maghrib Nak pamali, pulang aja yuk- Mbok Yun mengajak Sekar untuk pulang. Ia bahkan akan membawakan bakul cucian baju wanita itu.
"Mboten Mbok Yun, mumpung Mas Panji dereng wangsul iso umbah umbah" -tidak Mbok Yun, selagi Mas Panji belum pulang jadi bisa nyuci-
Wanita paruh baya dengan kemben handuk itu pasrah. Ia meninggalkan Sekar dan melanjutkan jalan untuk pulang. Semoga tidak ada apa apa dengan ibu hamil itu, doanya.
Kasihan juga sebenarnya. Sekar adalah anak yatim piatu yang diasuh oleh neneknya dari bayi. Baru saja kemarin peringatan pengajian 40 harian neneknya meninggal. Beruntung suaminya termasuk orang yang cukup berada.
Panji Kusuma adalah seorang pelaut dari desa pesisir pantai yang jauh dari sini. Karena tugas, Panji jarang sekali pulang. Mungkin sebentar lagi dia akan menetap di desa ini untuk sementara waktu. Mengingat sekarang sudah mulai masa kandungan yang tua.
Benar saja. Suara jangkrik dan serangga bersahutan di setiap gorong gorong kecil di jalur sungai menemani Panji menyusul istrinya. Laki laki itu mendapatkan info dari Mbok Yun untuk segera menyusul istrinya ke sungai.
Panji sedang duduk berkipaskan topi di kursi bambu depan rumahnya. Ia sudah masuk melalui pintu belakang. Tapi istrinya tidak ada di dalam. Pikirnya mungkin sedang di rumah Mbok Lasti, penjual bahan makanan, yang tak jauh dari sini.
Namun, Mbok Yun dengan tergesa gesa menghampirinya mengatakan kalau istrinya sedang di sungai. Wanita paruh baya itu takut kalau Sekar akan kenapa-napa. Apalagi dia sedang mengandung dan seharian tadi hujan terus turun menyebabkan jalanan licin.
Tidak biasanya Sekar pergi ke sungai saat sore hari. Biasanya Sekar akan mencuci bajunya saat pagi hari atau menjelang siang. Untuk kebutuhan air di rumahnya, setiap satu Minggu sekali Panji sudah membayar orang untuk mengisi setiap ember besar di rumahnya.
"Kar... Sekarrr....."
Panji terus memanggil. Tapi tiada ada sahutan dari istrinya. Pikiran negatif terus menghantui. Ia berlari untuk segera sampai ke pinggir sungai. Namun, tidak ada Sekar disana. Hanya ada bakul berisi cucian baju wanita itu.
"SEKAAAAARRRRR" teriak Panji. Ia harap Sekar belum jauh dari lokasi ini.
"Pripun toh mas kok ngorong ngorong ngonoh kui. Isin dirungoke wong, Mas" -kenapa teriak teriak gitu Mas, malu didengar orang-
Panji segera berbalik. Ia bernafas lega melihat Sekar baik baik saja. "Mas goleki adek" -mas nyari adek-
Sekar terkekeh "adek wetenge loro, adek bar pipis" -adek perutnya sakit, adek baru saja pipis-
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkar(a)nasi
General FictionKita adalah garis takdir yang terikat satu sama lain. Rein tidak pernah merasa se aneh ini tentang hidupnya semenjak dia bertemu Kara. Si gadis penjual jamu yang dia temui setiap pagi di Nusa Kambangan. Dan setelahnya Kara selalu muncul di manapun d...