Season 2. 23 Penangkapan

3.6K 34 1
                                    

Damien dan Mira masih terbaring di kasur hanya dengan berselimut. Keduanya sedang berbicara santai setelah selesai melakukan hubungan intim. Tampak wajah Mira yang begitu senang dengan keberadaan Damien.

Mira mendongak menatap Damien yang sedang memejamkan matanya; dia tidak tidur hanya sekadar memejamkan mata.

"Jangan pergi, ya?" ucapnya terus menerus terhadap pria itu.

"Aku yang seharusnya berkata demikian," balas Damien sembari membuka matanya dan mencolek hidung Mira sekilas. Damien berucap kembali. "Namun, aku harus membereskan sesuatu dulu di Jakarta. Apakah kamu mengizinkanku untuk pergi beberapa hari ke sana?"

Mira langsung mendorong tubuh Damien menjauh dan mulai berekspresi kesal. "Pasti ingin bertemu ibu."

Damien sedikit terkejut lalu menatap Mira dengan wajah bingung. "Tentu saja, dia kan ada di sana."

Mira langsung bangun tiba-tiba lalu mencari-cari bajunya yang berserakan di lantai dengan hanya bermodal selimut ditubuhnya. "Terus mau melakukan hal itu juga dengannya? Sudah kuduga, lebih baik aku mati waktu itu, aku pergi saja dari sini."

Karena selimut yang ditarik oleh Mira, Damien langsung telanjang di atas ranjang dan dengan ekspresi makin panik. "Bagaimana kamu tahu?" tanyanya lagi sambil ikut turun dan mendekati Mira.

Mira menoleh ke arah Damien, tetapi dia menolak untuk di sentuh. "Apakah kamu ingin tahu bagaimana ceritanya aku sampai diculik oleh Toni?"

Mira menceritakan tentang dia secara tidak sengaja mendengarkan desahan Damien yang begitu nyaring di kamar milik sang ibu, lalu dengan pikiran kacau gadis itu berusaha untuk melarikan diri ke tempat neneknya. Namun, tanpa disadari Toni sudah mengikuti Mira sampai di terminal bis dan melakukan penculikan di sana. Awal dari akar permasalahan ini adalah kesalahpahaman Mira tentang Damien pada malam itu. "Sudahlah, aku ingin pulang saja ke tempat nenek, jangan pernah cari aku lagi."

Damien berusaha menahan lengan Mira dan berusaha untuk memberikan pemahaman juga. "Apakah kamu tahu, aku sudah diberi obat perangsang oleh Carol pada malam itu dan aku tidak bisa menolak karena tubuhku secara alami melakukan hal tersebut."

Mira sedikit terkejut dengan penjelasan Damien, tetapi dalam hitungan detik ia hanya mengangkat alis dengan bingung. "Mengapa ibu sampai berpikir untuk memberimu obat perangsang seperti itu? Bukannya, kamu mudah bangun hanya dengan disentuh sedikit." Gadis itu mulai memakai kembali gaunnya dan melempar selimut sembarangan ke tubuh telanjang Damien.

Damien refleks mengambil selimut itu dan memeluknya. "Apa kamu lupa lagi, bahwa aku hanya bisa bangun kalau denganmu?"

"Bohong!" Mira mulai beranjak keluar dari kamar dan meninggalkan Damien sendirian di sana.

"Hey, kamu mau kemana, Sayang. Hari sudah malam!" Damien dengan cepat mengambil pakaian dan memakainya segera, lalu mengejar Mira kembali. "Masih banyak hal yang ingin aku jelaskan kepadamu!"

"Mau pergi dari sini," balas Mira secara cepat berjalan menuju ke arah ruang tamu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Tubuhnya kaku, ia mulai menutup mulut dengan kedua tangannya. Rupanya gadis itu merasa mual, karena merasa mual Mira memutar arah menuju ke toilet dan muntah di sana.

Damien yang baru selesai turun dari tangga atas semakin bingung dengan tingkah Mira yang semakin aneh, dia mengikuti gadis itu lalu berdiri di depan toilet yang terkunci. "Mira, are you okay?"

Mira terus-menerus muntah di sana, dia menahan rasa mual yang terus mengocok perutnya. "Pergi sana, aku sangat muak denganmu!" ucapnya di sela-sela muntah.

Damien terdiam, dia hanya menunggu gadis itu untuk keluar dari toilet dan berbicara padanya lagi, karena masih ada beberapa hal yang belum Damien jelaskan secara lengkap kepada kekasihnya itu.

Beberapa belas menit kemudian, Mira keluar dari toilet dengan wajah lesu. Namun, tetap mengeluarkan ekspresi kesal dengan Damien. Dia mendorong pria itu dan membuat tubuh sang dosen muda terduduk ke lantai. Sedangkan Mira, berlari kencang ke dalam kamar lalu mulai mengunci pintu.

Kembali ke Toni, dia sedang membawa barang terlarang untuk dijual sekarang; membawa koper besar. Toni berdiri di sudut lorong sepi di dekat dermaga. Ia datang dengan beberapa temannya yang sedang mengawasi dari jauh. "Pelanggan dari China memang selalu memesan barang dalam jumlah besar, tetapi tidak kusangka mereka memesan sebanyak ini."

Tidak lama kemudian, datang sejumlah rombongan dari kapal yang mulai mendarat. Banyak dari mereka berpakaian serba hitam dan ada seseorang yang berada di depan mereka seperti sedang memimpin; bos dari sindikat China. Mereka dengan cepat turun menuju ke arah tepi dermaga untuk mencari Toni dan melakukan transaksi di sana.

Toni yang sedari tadi menunggu akhirnya mulai tersenyum, ia menginjak puntung rokoknya lalu melambai mereka dengan tatapan kebahagiaan. Gila, bisa kaya raya aku. Jadi, aku bisa cari 100 orang gadis yang mirip seperti Mira!

Toni memandang ke arah beberapa temannya yang sedang mengawasi dari jauh tadi dan mulai memanggil mereka, tetapi tidak ada satupun yang keluar untuk melakukan transaksi. Pemuda itu mengeluarkan ekspresi bingung, tetapi tetap melanjutkan transaksi jualan haramnya. "Apakah kalian juga sudah bawa uangnya?!" tanya Toni dengan tegas.

Seorang penerjemah berbisik kepada ketua sindikat dan tak lama kemudian, sejumlah koper yang berisi uang ditunjukan oleh para anggota itu kepada Toni.

Toni terkekeh dan mulai menunduk hormat kepada bos China itu, dia mulai mengulurkan koper yang berisi narkotika kepada anggota sindikat. Namun, dalam kondisi yang tidak disangka-sangka, bukannya terjadi transaksi, malah tangan Toni diborgol oleh anggota sindikat itu.

Ternyata mereka semua adalah anggota polisi yang menyamar, mereka bukan orang China asli, melainkan penduduk Indonesia juga. Toni terkejut dan tidak bisa melarikan diri sama sekali, sedangkan temannya yang tadi juga sudah ditangkap dan dibawa terlebih dahulu oleh polisi lain yang mengawasi dari belakang.

"Kamu ditangkap sebagai tersangka penjual barang terlarang dan melakukan transaksi ilegal, kamu berhak membela diri dan membawa saksi di pengadilan," ujar ketua polisi langsung menunjukan surat penangkapan tepat di depan mata Toni.

Akhirnya mereka berhasil mendapatkan para penjual barang terlarang tersebut dan membawa Toni beserta teman-temannya ke kantor polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Toni berusaha memberontak, tetapi tubuhnya tidak terlalu kuat menghadapi banyak anggota polisi. "Sialan, lepaskan aku!" teriaknya sekuat tenaga sampai suaranya bergema di ujung dermaga.

Berita penangkapan Toni disiarkan melalui televisi dan berita online. Bahkan, berita itu sudah sampai ke telinga dan Damien melihatnya sendiri di berita online yang ia baca di Ipad. "Ini adalah pria bajingan itu, 'kan? Syukurlah! Aku tidak perlu mengotori tangan untuk melakukan balas dendam kepadanya."

.
.
.
.

.
.

STEP DADDY BENEFIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang