🐣 Kuma-kuma (6) 🐣. Kuma wants to be a cake baker

162 28 7
                                    

I need your vote and coments 😋

___

Kuma menatap dua wajah asing yang tengah duduk didepannya dengan tatapan bingung, suasananya nampak tegang dan kaku bahkan Azka sampai tidak berani bergerak sedikitpun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kuma menatap dua wajah asing yang tengah duduk didepannya dengan tatapan bingung, suasananya nampak tegang dan kaku bahkan Azka sampai tidak berani bergerak sedikitpun.

"Dia anak kamu?" tanya sang bunda dengan raut wajah curiga.

Azka menggeleng dan Kuma mengangguk, mereka menjawab secara bersamaan, "Bukan/Iya!"

Azka melotot kearah Kuma lalu menjitak kepala bocah itu dengan keras membuat ibunya melotot kaget.

"Azka! Kenapa kamu jitak dia?!" tanya sang bunda kaget, nampak raut wajah khawatir saat melihat Kuma mengaduh kesakitan akibat jitakan dari Azka.

"Dia duluan," jawab Azka kesal.

Mail sang ayah menghela nafas berat, masa iya anaknya berani perawanin anak gadis orang? Walaupun tingkahnya udah sebelas dua belas sama setan, Azka mana berani pegang cewek, paling mentok juga pegang sabun.

Bun sabun.

"Kita harus cari tau orang tuanya dan kita kembalikan, nanti ayah minta tolong sama pihak berwajib," ujar sang ayah dengan nada datar.

"Nggak usah, aku bisa ngurusin dia sendiri," sahut Azka dengan nada ketus, membuat Mail merotasikan bola matanya malas, mengurus anak? Yang benar saja, mengurus diri sendiri saja belum tentu bisa mau ngurus anak orang.

"Kuma biar ikut bunda sama ayah, kamu fokus aja kuliahnya," saran Siti bunda Azka.

"Nggak mau," tolak Azka tegas, "aku bisa-" Azka tidak melanjutkan kata-katanya saat melihat air mata Kuma yang sudah berlomba-lomba untuk turun. Azka mengambil alih Kuma dari Siti dan memeluk bocah itu, "nggak usah nangis, dasar cengeng."

"Aku nggak nangis, cuma matanya aja yang gampang bocor," kilah Kuma dengan suara pelan.

"Pokoknya aku nggak setuju kalo kalian bawa dia atau kembalikan dia ke orang tuanya, urusan itu biar jadi keputusan aku. Aku yang bawa dia dan aku yang putusin kapan dia pergi," tegas Azka seraya menatap lurus orang tuanya.

"Azka! Dia itu bukan sesuatu yang bisa kamu buat main-main!" bentak Mail dengan suara lantang, ini adalah salah satu perangai buruk anaknya.

Dia suka membuat orang lain menjadi mainannya, dia akan membuat itu tidak lebih berharga dari seekor binatang. Saat Azka sudah bosan maka dia bisa kapan saja membuang mainan itu, entah dalam keadaan hidup, hina atau mati sekalipun.

Perdebatan itu berlangsung lama sampai akhirnya Siti menengahi kedua ayah dan anak yang sama keras kepalanya itu, Siti akan membiarkan Azka tinggal dengan Kuma asal ada orang suruhan Siti yang mengawasi.

Awalnya Azka menolak, namun melihat tidak ada peluang lain maka mau tak mau ia harus menyetujui usulan sang bunda.

"Namanya Guntur, umurnya dua puluh sembilan tahun dia orang yang bakal jagain dan ngawasin Kuma selama tinggal disini," ujar Siti dengan nada datar, ia sudah kepalang kesal dengan tingkah keduanya.

"Masa aku tinggal serumah sama cowok?" tanya Azka tak terima

"Nanti bunda bikinin mess buat dia dibelakang, intinya Guntur harus ikut kemanapun kalian pergi."

_____

"Pa, papa!" panggil Kuma dengan nada manja, gadis itu berjalan mondar-mandir sembari menatap wajah Azka yang nampak murung setelah kepergian kedua orang tuanya tadi.

"Papa sariawan ya? Kok diam terus dari tadi?" Kuma bertanya dengan nada khawatir, namun Azka hanya berdehem menanggapi pertanyaan bocah cilik itu.

"Setan aja sibuk godain aku, masa papa malah cuekin aku sih? Kuma nggak like!" Kuma menggembungkan pipinya dan memilih duduk di lantai sambil menonton televisi.

"Jangan mancing deh, gue lagi nahan kata umpatan yang nyangkut di tenggorokan," jawab Azka setelah sekian lama terdiam.

Kuma mendongak menatap Azka bingung, "Kata Om Paisal kalo ada yang nyangkut di tenggorokan harus makan nasi tanpa dikunyah biar sembuh," sahut Kuma.

"Anak siapa sih? Kesel banget deh gue," gerutu Azka seraya menarik rambut Kuma.

"Sakit ih! Kuma anak papa tau, masa anak hantu," balas Kuma dengan nada kesal, bocah itu lalu menggigit tangan Azka yang sudah menarik rambutnya dengan agak keras tadi, "rasain!"

"Kalo si gledek macam-macam langsung telfon gue," celetuk Azka.

Kuma kembali menatap Azka dengan tatapan bingung, "Gledek itu siapa? Teman papa yang mana?" tanya Kuma bingung, nama teman yang kemarin saja dia belum ingat ini sudah ada teman baru lagi.

"Orang yang dikirim bunda, gue nggak mau dia macam-macam sama lo terus lo mati rugi gue nanti," jawab Azka dengan nada ketus.

"Kok rugi?! Emang aku plorotin papa?" tanya Kuma dengan nada ngegas.

Azka menyentil jidat Kuma sampai gadis cilik itu mengaduh, "Rugilah gue, lo belum bisa balas budi malah mati."

"Papa jahat!" ketus Kuma dengan mata yang wajah yang memerah. Namun, seperkian detik kemudian wajahnya berubah cerah dan menatap Azka dengan tatapan berbinar, "Papa, papa! Cita-cita itu apa?"

"Keinginan," jawab Azka yang kini sudah fokus dengan ponsel genggam miliknya, "maksudnya nanti atau besok waktu besar lo mau ngapain dan jadi apa, gitu maksudnya," jelas Azka.

"Oh! Aku mau jadi jualan kue!" jawab Kuma semangat.

Azka menatap Kuma sekilas lalu kembali fokus dengan ponselnya, "Jadi jualan kue itu nggak ada, penjual kue kali?"

"Iya, itu! Penjual kue aku lihat di buku kemarin," sahut Kuma dengan nada yang lebih semangat daripada yang tadi.

"Emang kenapa mau jadi penjual kue?" tanya Azka antara ingin tahu dan tidak ingin tau dia hanya kepo.

"Karena aku pengen makan," jawab Kuma semangat, dia bahkan sampai berdiri dan melompat kegirangan, "kalo aku yang jualan aku yang bikin, terus aku bisa makan juga," jelas Kuma yang membuat Azka bingung.

"Terus kalo kue-nya lo makan yang dijual apa?" tanya Azka yang sama sekali tidak mengerti jalan pikir anak pungutnya.

"Ya, kue sisanya yang aku makan," jawab Kuma enteng.

"Bangkrut yang ada!"

Kuma menggeleng cepat lalu menunjuk kearah Azka dengan penuh semangat, "Papa kaya, kalo bangkrut ya modalin lagi dong," kata Kuma percaya diri.

"Dih ogah, yang ada gue bangkrut modalin lo terus. Ngotak dikit dong," cibir Azka.

Kuma menghentakkan kakinya kesal, "Papa tuh, salah dikit disuruh ngotak! Emangnya aku bulet?"

Azka melempar ponselnya, pemuda itu bersandar pada sofa sambil memijit pelipisnya yang terasa pusing dan cenat-cenut. Setiap hari anak pungutnya semakin bar-bar, ajaran dari siapa sih? Waktu itu imut-imut sekarang amit-amit, Azka lempar aja ke lubang buaya apa gimana?



Bersambung ....,

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Kuma's PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang