[i] Si Objek Kecil

3.5K 102 0
                                    

—keseluruhan cerita hanyalah fiksi belaka. Sisanya dibuat lebay karna emang butuh. He :v

 He :v

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

© Pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

© Pinterest

Tampan tapi setengah gila. Namanya Jeno Lee, lelaki jangkung agak kurus tapi termasuk jajaran manusia cerdas milik tuhan.

Jemari kurusnya mengusap lembut big baby bump seorang lelaki yang terbaring di ranjang, nafasnya tersengal-sengal. Belum lagi urat-urat diseluruh tubuhnya mencuat jelas dibalik balutan kulit terangnya.

"J-Jeno," panggilnya terputus. Bibir pucatnya mengulas senyum manis.

"Ya, darling?"

"Si bayi cukup agresif dan itu merepotkan," lanjut Jaemin disusul dengusan keras. Ekspresi manisnya berubah jengkel amat kentara.

Jeno terkikik. Jari kurusnya kembali mengusap-usap perut besar Jaemin, sinar matanya takjub merasakan pergerakan ribut dari telapak tangannya.

"Aaa, balon kecilku sudah ingin keluar ya. Ssh, sabar ya sayangnya Papa. Sekarang Papa masih mau bermain dengan Dadda."

Jaemin terbungkuk ke depan begitu kontraksi ringan menyentak. Belum sempat Jaemin bertindak, Jeno lebih dulu menekan perutnya dengan telunjuk.

"S-s-sakit Jen," erang Jaemin sambil meremat sprei.

"Sayang," Jeno menekuk kedua kaki Jaemin, posisi siap untuk melahirkan, "aku tahu kau pasti bisa."

Jaemin rasanya ingin mengejan saja. Perutnya terasa nyeri, berputar-putar. Tetapi ia tetap melakukan titah Jeno. Dan -lagi- terasa menjengkelkan bagi Jaemin.

"Buka sedikit, sayang," ujung telunjuk Jeno memutar di cincin anal Jaemin. Bisa dilihatnya Jaemin yang menarik nafas berulang-ulang sambil perlahan mengendurkan cincin jalur lahirnya. Jeno terkikik senang.

"Gemasnya."

Di sini Jaemin mengerutkan dahi. Jeno itu benar-benar sinting. Bagian mana yang tampak menggemaskan dari sebuah cincin analnya?

Telunjuk Jeno mulai tenggelam dengan mudah, ketuban Jaemin ternyata masih mengalir sedikit-sedikit. Cairannya terasa agak lengket membalur jemari. Jeno mulai bergerak perlahan.

"Aahh~"

Jeno tersenyum, maniknya berbinar-binar melihat Jaemin mulai lupa diri dan sibuk mendesah  Si manis menggeliat resah sementara titik manisnya terus diberi stimulasi oleh Jeno. Nikmat dan nyeri yang menjadi satu menggeser kewarasannya sendiri.

"Lagi?" Jeno menaikkan sedikit tempo tusukannya, menggoda gumpalan lembut didalam sana ketika melihat Jaemin mengangguk.

"Fast-terhh," pinggul Jaemin bergerak pelan, mencari kepuasan lain dengan jari kurus Jeno menggelitik lubangnya. Ia terlena dan juga —lupa.

Jeno menekan bawah perut Jaemin ke arah berlawanan saat dirasa tonjolan agak besar itu bergerak ke bawah. Ia mengeluarkan jarinya, ganti mengocok kejantanan Jaemin yang setengah menegang.

"J-Jeno, kakiku pegal."

Lelaki itu tak acuh sambil tetap asyik dengan mainannya. Jaemin frustasi. Belum lagi perutnya terasa kram dan panas ditambah Jeno menekan kepala si bayi di sana. Begitu memperhatikan dengan seksama, ia mendapati tanda-tanda kegilaan Jeno yang kambuh. Dasar sialan!

"Papa pwease. Dadda tak tahan."

Jaemin mulai panik karena kontraksi lain terasa lebih menyakitkan. Bulir keringat sebesar biji jagung merembas hingga telinganya. Bujukan manis barusan terlampau flat karena kontraksi sialan itu muncul di waktu salah. Jaemin yakin Jeno tidak akan terbujuk.

"Ssh. Papa want to play peek-a-boo with lit'bubble."

Setelahnya Jaemin terpekik karena Jeno mendorong penisnya masuk tanpa aba-aba. Lelaki itu memberi ciuman dalam sambil menggenjot pinggulnya keras. Milik Jeno rasanya tenggelam jauh hingga mendekati mulut rahimnya.

"Jjen, perlahan. Akh!"

Jeno melebarkan kaki Jaemin tiba-tiba. Perutnya menekan kuat baby bump lelaki manis itu tanpa mengurangi tempo tusukan. Bibirnya tersenyum jenaka pada Jaemin. Wajah si cantik memerah sempurna dengan bibir tak berhenti mendesah meski berbaur rasa sakit. Ekspresi terindah akhir-akhir ini dan menjadi yang terfavorit. Gemas, Jeno menghisap leher jenjang Jaemin yang dibiarkan terbuka.

"Sakit, Jen!"

Lebam kebiruan tercetak memanjang di leher Jaemin akibat ulah Jeno. Lelaki itu masih gencar menyiksa lubang lahir Jaemin dengan penis miliknya.

"Bagaimana? Enak tidak?" tanyanya sambil tersenyum manis.

"Kau tahu pasti jawabannya," kekeh Jaemin pada Jeno yang balas mengerling jenaka. Tubuhnya kelelahan sendiri demi meladeni Jeno. Ia berpegang pada kepala ranjang, pinggulnya mulai letih. Tetapi gelombang putih itu terasa dekat didalam sana.

"Bisa lebih dipercepat, papa?"

Berhenti sebentar, Jeno memijat perut bawah Jaemin. Mendorong kepala bayi tersebut agar kembali ke posisinya semula.

"Tentu, darling."

Didalam ruang kamar luas yang agak sunyi itu, Jaemin melepas suaranya menikmati sodokan Jeno —yang semakin cepat— demi menjemput klimaks.



✓ 🔞verDueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang