Kami berdua, terjebak dalam permainan kekuasaan yang intens dan penuh gairah. Gue, sebagai raja yang tak tergoyahkan, dan Pak Brengos, sebagai pelayan setia yang rela berkorban. Di sini, dalam kamar kecil ini, kami menciptakan dunia kami sendiri - sebuah dunia dimana aturan-aturan normal tidak lagi berlaku, dan hanya keinginan gue yang menjadi hukum.
Setelah kopi selesai diseduh, Pak Brengos, masih merangkak sesuai aturan, membawa secangkir kopi ke ranjang. Gerakannya hati-hati, memastikan tidak ada setetes pun kopi yang tumpah. Matanya menatap gue dengan penuh kasih, seakan setiap langkahnya adalah tarian pengabdian.
Aroma hangatnya memenuhi udara. Pagi ini, sinar matahari menyinari otot-otot kekarnya memperlihatkan setiap definisi dan kekuatan yang dia miliki. "Mas Ari, kopinya sudah siap," katanya dengan suara yang lembut, namun penuh kejantanan.
Gue, dengan manja yang berlebihan, meraih ponselku. "Pak, rekam adegan ini ya. Sebagai jaminan," ucap gue, suara bergetar, sambil menyiapkan kamera ponsel. Ada rasa kuasa dan kendali yang menggema dalam setiap kata gue. "Dan suapin aku kopinya, pake mulut ya," tambah gue, suara memelas, menantang batas kepatuhan Pak Brengos.
Pak Brengos, wajahnya yang kekar dan maskulin, sekarang terlihat lembut dan penuh kasih sayang. Dia mendekat, cangkir kopi masih di tangannya, matanya menatap ke dalam mata gue, menciptakan momen yang intim dan personal. Dia menyesap kopi lagi, dan dengan hati-hati, menumpahkan sedikit demi sedikit ke dalam mulut gue melalui ciuman mesra.
"Gimana, Mas Sayang? Kopinya enak?" tanyanya, suaranya lembut.
Kopi yang hangat menyebar di mulut gue, rasa dan aroma yang kaya membangkitkan sensasi yang nyaman dan hangat. "Hmm, enak sekali, Pak. Tapi lebih enak karena disuapin sama kamu," bisik gue, penuh dengan rasa sayang dan keintiman.
Gue memandangi keindahan rupa Pak Brengos, Ada rasa kagum dalam hati gue saat menyadari betapa tubuh Pak Brengos, yang sebelumnya gue lihat sebagai objek dominasi, sekarang menjadi sumber kehangatan dan perlindungan bagi gue.. Tangan gue, yang terus menjelajahi tubuh Pak Brengos, mencubit putingnya dengan lembut, atau mengelus otot punggungnya yang tegap, seakan menegaskan bahwa gue masih memegang kendali.
Di bawah sorotan kamera ponsel, gue memandangi Pak Brengos dengan tatapan yang mengandung rencana. "Pak, lihat nih, kita punya peluang bisnis yang besar," kataku, suara gue bersemangat. "Dengan kemampuan ngemong dan kebapakanmu, kita bisa menawarkan 'boyfriend atau daddy experience' untuk mereka yang butuh kasih sayang dan perlindungan."
Pak Brengos, dengan mata yang kini berkilau penuh kepastian, mengangguk. "Ya, Mas Ari. Saya siap menjadi apa pun yang Mas inginkan. Saya akan memberikan pengalaman terbaik bagi mereka yang mencari kasih sayang," ujarnya, suaranya dalam dan pasti, menunjukkan kejantanannya yang tak tergoyahkan.
Sambil gue menikmati setiap suapan kopi yang Pak Brengos berikan, aku terus merenung. "Bayangkan, Pak, betapa banyaknya orang di luar sana yang ingin merasakan disayangi dan dilindungi. Mereka bisa merasakan apa yang aku rasakan sekarang ini," lanjutku, penuh semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonte Kekarku, Pak Brengos
RomanceKamu homophobic? Cerita ini bukan buat kamu. Disclaimer ⚠️ BDSM: Hargai dan hormati batasan serta keinginanmu sendiri. Jika ada elemen dalam BDSM yang terasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan nilai-nilaimu, jangan ragu untuk menghindarinya. "Ci...