PART 10 || "Anak baik."

1K 127 0
                                    

Beberapa tahun kemudian, desa Konoha masih sama seperti dulu.

Ketika musim dingin datang, orang-orang berbondong-bondong menggunakan pakaian tebal dan hangat saat berjalan-jalan di luar. Sama seperti mereka, Narumi saat ini menggunakan jaket hitam tebal yang ia punya untuk berjalan-jalan di luar.

Langkahnya yang ringan membawanya ke pemakaman umum milik Konoha yang luas. Narumi berjalan masuk dan melewati satu per satu batu nisan yang ada di sekelilingnya. Tujuannya saat ini hanya satu yaitu pergi ke batu nisan yang mengukir nama kedua orangtuanya, Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina.

“Ayah... Ibu...” panggil Narumi lirih.

Udara dingin langsung menerpa kulit wajahnya. Narumi bisa melihat jelas asap putih yang keluar dari mulutnya saat ia memanggil orangtuanya. Karena kerahasian tentang kelahiran Naruto, Narumi terpaksa datang sendirian ke pemakan dan meninggalkan Naruto yang sedang tidur siang sendirian di apartemen.

Tapi, Narumi benar-benar merindukan kedua orangtuanya.

“Ayah, Ibu, hidup kami sejauh ini baik-baik saja. Aku berusaha merawat Naruto dan melindunginya sebisa mungkin dari warga Konoha yang menjelek-jelekkannya.”

Narumi cemberut, “Adikku bukan monster kan, Ayah, Ibu. Narutoku adalah anak yang lucu dan baik. Aku bahkan selalu memeluknya saat kami tidur di malam hari. Kenapa bisa warga desa begitu tega menyebut anak sekecil Naruto sebagai monster.”

“Merekalah yang monster.” Air mata tanpa sadar mulai turun.

“Kakek Hiruzen banyak membantuku karena aku belum mengerti cara mengurus warisan dari kalian. Kakashi membantuku menjaga Naruto jika anak itu bermain keluar. Dan keluarga Bibi Mikoto sudah sangat banyak membantuku.”

“Ibu, Naruto bilang masakanku enak. Apakah Ibu akan percaya jika masakan yang aku buat adalah masakan buatanmu? Aku mencoba membuatnya dengan mengingatnya dulu ketika Ibu memasak.”

“Ayah, Ibu, sekarang sudah musing dingin lagi.” Narumi menghela nafas dan semakin mengeratkan dirinya pada kehangatan yang diberikan jaket miliknya.

“Aku akan datang lagi lain waktu. Semoga kalian tenang disana.”

Sebelum pergi, Narumi berdoa dan menyatukan kedua telapak tangannya. Dan setelah itu, ia berbalik untuk meninggalkan daerah pemakaman itu.

Tiba-tiba, Narumi di kejutkan dengan keberadaan Kakashi yang bersandar dengan santai di pintu masuk pemakaman. Penampilannya tidak berubah dan matanya masih menunjukkan sesuatu yang terasa sayu. Kedua tangannya di masukkan kedalam saku celana.

“Kakashi nii.” Panggil Narumi sembari mengusap dadanya, terkejut.

“Habis berkunjung di pemakaman orangtuamu?” tanya Kakashi.

“Yah, begitulah. Bagaimana denganmu?”

Dengan lengkungan matanya, Kakashi menjawab dengan santai, “Aku juga.”

“Begitu.”

Mereka berdua pada akhirnya berjalan bersama. Suasana jalanan Konoha masih terasa ramai walau saat musim dingin. Para pedagang dengan semangat menawarkan barang dagangan mereka dan para pembeli mulai berkeliling untuk membeli.

Narumi melihat kiri kanan dan melihat dompetnya yang terisi uang. Untuk saat ini, Narumi belum menerima uang bulanannya dari Hiruzen dan persediannya semakin menipis. Mungkin ia akan mencoba menghemat untuk lain waktu. Kushina bahkan selalu mengingatkannya untuk menabung.

“Kau sudah ada rencana saat ini, Rumi?” tanya Kakashi yang sedari tadi menatap gerak gerik gadis itu. Ia tahu jika Narumi menghawatirkan persedian uangnya yang semakin menipis.

“Em, ya. Aku sudah berjanji akan membuatkan makan malam berbahan daging untuk naruto. Karena ini musim dingin, mungkin makanan yang bisa menghangatkan tubuh.”

“Biar aku temani untuk belanja.”

“Kau tidak masalah, Kakashi nii?”

“Aku luang untuk saat ini. Ayok kita mulai berbelanja.”

Pada akhirnya, Narumi dan Kakashi berkeliling untuk belanja keperluan makan malam. Yang membuat Narumi terkejut adalah semua biaya bahan-bahan makan malam itu dibayar oleh Kakashi. Karena Kakashi keras kepala dan tidak menerima uang ganti dari Narumi, berakhirlah dengan Narumi yang memaksa Kakashi untuk ikut makan malam di apartemennya.

Sesampainya di apartemen Narumi dan Naruto, Kakashi melihat sekitar ruangan dan mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Apartemen itu cukup bersih dan barang-barang di tata dengan rapi. Terlihat Naruto yang sibuk membersihkan sesuatu di wastafel.

“Aku pulang.” Ucap Narumi yang membuat Naruto Kaget.

Naruto langsung mencucui kedua tangannya, berbalik, dan berjalan cepat kearah Narumi sembari merentangkan tangannya, “Selamat datang, Kakak!” memeluknya dengan erat.

“Apa yang Naruto lakukan di dapur?” tanya Narumi.

“Membersihkan ikan!” jawab Naruto dengan semangat.

Mendengar itu, Narumi langsung mengerutkan dahinya, “Naruto, jangan bilang kamu kembali menangkan ikan di sungai?”

“Maaf, Kakak.” Naruto menundukkan kepalanya merasa bersalah.

“Coba jelaskan kenapa Naruto melakukannya lagi? Kakak kan sudah melarangnya.”

“Naru... Naru...” Naruto melirik kearah Narumi dengan takut, “Naru hanya ingin membantu Kakak. Saat Naru bangun dari tidur siang, Kakak tidak ada di rumah. Jadi, Naru ingin memberi hadiah pada Kakak saat makan malam nanti.”

Mendengarnya, Narumi menghela nafas lelah dan tersenyum kecil. Ia berlutut di depan Naruto dan memeluk Adik kecilnya itu dengan lembut. Naruto terlihat berkaca-kaca dan siap untuk menangis jika Kakaknya benar-benar marah saat ini.

“Naru, jangan lakukan hal itu lagi. Sungai itu sangat berbahaya. Bagaimana jika Naru tenggelam atau terseret arus? Kakak tidak ingin ditinggalkan oleh Naruto. Jadi, jika Naru ingin makan ikan, katakan pada Kakak. Kita bisa membelinya di pasar.”

Naruto sesenggukan di bahu Narumi dan membalas pelukan Kakaknya dengan erat, “Naru mengerti. Maafkan Naruto, Kakak.”

“Anak baik.”

“Sepertinya aku hanya jadi pajangan saja disini.” Ucap Kakashi tiba-tiba.

Narumi terkekeh mendengar ucapan Kakashi dan mengangkat Naruto untuk ia gendong. Naruto menyembunyikan wajahnya di bahu Narumi dan tidak ingin melepaskannya karena malu sudah menangis tadi.

“Kakashi nii, maafkan aku.”

“Tidak apa-apa. Aku akan membantu membersihkan ikan yang di tangkap Naruto.”

“Tolong, Kakashi nii.”

Kakashi hanya mengacak rambut Narumi dan berjalan kearah dapur untuk melanjutkan pekerajaan Naruto tadi yang sempat tertunda. Narumi juga mulai memasak untuk makan malam walau agak kesusahan karena Naruto terus berada di gendongannya. Anak lelaki itu menolak lepas dari sang Kakak dan ingin terus menempelinya.

Si Kilat Merah || Naruto [CERPEN] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang