PART 26 || Demam

645 79 2
                                    

Malam itu, hujan turun dengan deras. Di sebuah ruangan gelap, satu lilin menyala di atas meja. Suasana hening di sana, sepi, dan hanya berisi satu ranjang, lemari, dan meja belajar. Kali ini, pemilik ruangan itu tengah sakit, lebih tepatnya demam tinggi. Dengan wajah merah dan nafasnya yang panas dan sangat berat.

Orochimaru duduk di samping ranjang dan menatap Sasuke yang tengah berbaring di atas ranjangnya dengan kedua tangan yang disilangkan. Wajahnya datar dan jari-jarinya mengetuk pelan. Sannin ular itu kini tengah menunggu seseorang yang sepertinya bisa membuat Sasuke menjadi lebih baik.

Dan tidak menunggu waktu lama, Aoi datang dengan penampilannya yang berantakan. Tudung jubahnya turun ke belakang, warnanya masih putih kebiruan. Rambut merahnya di kepang dan kedua mata biru nya masih terlihat kosong. Hanya saja, cipratan darah segar terlukis di sebagian jubahnya dan wajah tanpa ekspresi itu.

Pedang panjangnya saja bahkan masih meneteskan darah.

“Kau sudah kembali, si Kilat Merah?” Orochimaru menoleh dengan seringainya.

Aoi langsung berlutut, “Tuan Orochimaru.”

“Sasuke sakit. Kita semua tau jika kamu bisa membuatnya menjadi lebih baik. Sudah hampir tiga tahun berlalu. Kamu pasti bisa mengatasinya mengingat kalian sangat dekat selama ini.”

“Ya, Tuan Orochimaru.”

Mendengarnya, Orohimaru menyeringai lebar dengan menakutkan, “Waktunya sudah dekat, Aoi. Tubuh baru harus segera siap. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada Sasuke. Obati dia.”

“Ya, Tuan Orochimaru.”

Sebelum Orochimari meninggalkan ruangan, pria itu menoleh kearah Aoi dengan acuh, “Bersihkan dirimu setelah misi. Bau darahnya sangat tidak nyaman.”

“Maafkan aku, Tuan Orochimaru.”

Butuh beberapa saat untuk Aoi membersihkan dirinya sendiri. Ia mengganti pakaian untuk misinya menjadi pakaian biasa miliknya, dres putih selutut. Dan setelah dirasa bau darah itu tidak tercium lagi, Aoi berjalan mendekati Sasuke berbaring saat ini dan duduk di tempat Orochimaru duduk tadi.

Tanpa disangka-sangka, Sasuke membuka matanya dan menatap Aoi dengan pandangan sayu. Wajahnya sangat merah saat ini, “Jangan dengarkan dia, Kakak.”

“Istirahatlah, Sasuke.”

“Aku akan membunuhnya sebelum dia mengambil tubuhku.”

“Hn.”

“Aku sudah sangat kuat saat ini.”

“Hn.”

“Aku sudah bisa membuat bentuk onigiri dengan benar.”

“Hn.”

Tiba-tiba, Sasuke memelas kearah Aoi, “Kakak, panas. Sakit. Tubuhku tidak nyaman.”

Mendengarnya, Aoi mengulurkan tangannya dan menyimpannya di dada Sasuke. Cahaya hijau perlahan keluar dan membuat Sasuke lebih baik sedikit. Aoi bukan orang yang ahli dalam medis. Tidak semua luka bisa ia tangani, terlebih luka dalam. Tapi walau begitu, ia bisa berjuang untuk apapun seperti demam Sasuke saat ini.

“Kau sudah besar, Sasuke. Sebentar lagi umurmu 17 tahun. Apakah kamu ingin bersikap kekanak-kanakan seperti dulu?” walau Aoi bertanya hal itu, ia tidak mengharapkan jawaban Sasuke.

“Kakak.” Panggil Sasuke.

Aoi hanya bisa menghela nafas dan fokus pada penyembuhannya. Sasuke tidak meracau dan tertidur dengan lelap. Lilin masih menyala dengan api di atasnya, tertiup lembut saat angin halus melewatinya. Dan malam yang panjang itu dihabiskan begitu saja dengan Aoi yang selalu menjaga Sasuke saat demam.

Si Kilat Merah || Naruto [CERPEN] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang