🏠 - Tiga Puluh Sembilan

918 56 0
                                    

ingat, sebelum baca vote dulu👌

terimakasih buat satu bintang kecil yang sudah kalian tekan di setiap bab🌷

***

Chandra membuka matanya. Menatap bingung karena dirinya tiba-tiba berdiri di halaman rumah. Chandra celingukan, mencari keberadaan saudaranya yang lain.

Dia memutuskan untuk ke rumahnya. Garasi dan banyak tanaman bunga terawat, ditambah sinar matahari membuat rumahnya itu terlihat segar dan asri.

Chandra berniat memegang knop pintu depan. Tetapi, sudah terlebih dahulu terbuka. Menampakkan Andy yang membuka kedua pintu besar itu, beserta saudaranya yang lain dibelakangnya.

"Abang nggak boleh masuk kesini lagi." Kening Chandra mengerut bingung atas perkataan Andy. Dia turut memandang arah tunjuk tangan adik bungsunya itu. Jauh dibelakangnya, ada Ayah dan Mahen yang melambaikan tangan kearah Chandra.

"Kamu harus ikut mereka, Chan." Juna berujar.

"Tapi, kenapa kalian juga nggak ikut? Ayo pergi sama-sama." Chandra berusaha mengajak saudaranya yang lain. "Kalian nggak kangen Bang Mahen dan Ayah?"

Semua bergeming.

"Pergi, Chan ...."

Chandra menurut, dia melambaikan tangannya pada saudaranya yang menangis itu, masih dengan tatapan bingung. Chandra berjalan sedikit berlari menuju Ayah dan Mahen.

Grep

"Chandra kangen Bang Mahen sama Ayah." Chandra memeluk keduanya bersamaan

"Ayah juga, Chan." Devin membalas. "Kamu siap ikut Ayah dan Abang pergi?"

Chandra mengangguk saja. "Yang lain juga diajak kan, Yah?" tanya Chandra polos.

Devin menggeleng. "Mereka udah beda sama kita. Sekarang, waktunya kita pergi dan menjauh dari saudara kamu yang lain. Memang sakit, tapi kamu bakal bisa seiring waktu."

***

Suasana di pemakaman Chandra sudah sepi, tersisa lima saudaranya dan Artha serta Aden yang masih dikelilingi sunyi. Juna yang kondisi belum terlalu stabil, juga masih menggunakan kursi roda. Dibelakangnya, ada Jevin yang mencengkeram erat pegangan kursi roda Juna.

"Maafin gue."

Atensi teralihkan ke Jevin. Laki-laki itu tak dapat lagi menghalau netranya yang mengeluarkan bulir bening. "Chandra ... Pernah donorin s-satu ginjalnya."

"Donorin ginjalnya?" ulang Artha terkejut.

"Dan dia selalu ngehalangin gue buat bilang ke kalian." Jevin terisak. "M-maafin gue ...."

"Bang Chandra nggak pernah j-jawab jujur. Walaupun aku udah tau." Andy berujar.

"K-kalau bukan karena aku, Bang Chandra pasti masih di-sini," ujar Andy sambil terisak pilu. "Ini gara-gara aku. Aku emang beban."

Leon yang berada disamping Andy, berusaha menenangkan saudaranya itu. Perihal ini semua, memang sulit untuk mereka kembali yakin jika Chandra sudah pergi.

Kehilangan menjadi sebuah hal yang sangat amat menimbulkan trauma bagi Argana. Dulu Ibu, disusul Ayah, Mahen, dan sekarang ... Chandra juga pergi?

Rasanya terlalu perih untuk mengingat Chandra dengan jiwa recehnya, keluh kesah yang selalu ditumpahkan pada Chandra, tempat bercerita yang paling nyaman adalah Chandra, yang selalu tidur larut hanya untuk melihat bintang, dengan alasan rindu dengan Mahen.

Argana || NCT Dream [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang