Part 1

614 7 0
                                    

PIL KB MILIK PUTRIKU

"Papa ah, sakit Pa!"

"Tahan bentar sayang."

"Sakit, Pa!"

"Tahan, bentar lagi pasti enakan kok!"

Samar-samar aku mendengar suara itu dari kejauhan. Membuat kaki ini buru-buru melangkah menuju kamar putriku.

"Hey lagi ngapain kalian di dalam?!" teriakku dengan jantung yang berdetak kencang, serta tubuh yang menegang.

Suara di dalam kamar itu langsung berubah senyap, mereka berdua terdiam.

"Kalian berdua sedang apa?!"

Brakk!!

Aku membuka pintu dengan kasar. Kemudian mata ini langsung melotot tajam.

Anna dan suamiku berada di dalam dengan wajah ketakutan.

"Apa yang kalian berdua lakukan?" tanyaku murka.

"Tenang Ma, jangan berprasangka buruk begitu, Ma!" ucap Mas Aji gugup, melangkah mendekat kemudian mendorongku keluar dari kamar Anna.

Tampak sekilas Anna sedang menyeka air mata yang berlinang di pipinya dengan rambut berantakan.

"Kalian berdua sedang melakukan apa di dalam kamar?!" tanyaku berusaha kembali masuk menghampiri Anna, tapi dada kokoh mas Aji tetap berusaha menahan.

"Emang salah ya, seorang ayah dekat sama anaknya?" tanya mas Aji dengan tangan yang berusaha menahan tubuhku agar tidak kembali masuk ke kamar.

"Salah!" sahutku kesal. "Anna bukan anak kandungmu, jadi tidak pantas jika kalian berduaan di dalam kamar!"

Rahang mas Aji tampak mengeras, dangan tatapan yang menyorot tajam. "Owh jadi ternyata kamu curiga ya sama kami berdua. Aku benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Wulan. Bisa-bisanya curiga sama kami berdua."

"Karena kelakuan kalian berdua memang akhir-akhir ini mencurigakan, Mas!" sentakku kesal.

Mas Aji mencengkram tanganku semakin kencang, tapi tak membuat nyaliku menciut di depannya.

"Kamu itu nggak capek apa, negatif thinking terus sama aku. Aku masuk ke kamar Anna karena buat nolongin dia yang kakinya kena duri. Makanya dia sampai nangis. Heran sama kamu lama-lama, pikirannya buruk terus!"

"Bohong, aku tidak percaya!" jawabku sambil berusaha mendorong tubuh kekar itu. "Minggir! Aku mau tanya langsung sama Anna!!"

"Terserah, deh!" Mas Aji akhirnya menyerah, membiarkan aku masuk ke dalam kamar.

Anna yang hanya menggunakan daster selutut menoleh ke arahku, dengan wajah ketakutan.

"Anna bilang sama mama, apa yang sudah dilakukan papa kepadamu!" tanyaku tegas.

Anna sempat melirik sosok yang ada di belakangku. Dengan wajah takut.

Aku langsung menoleh ke belakang, mengusir mas Aji yang sepertinya memberi ancaman diam-diam.

"Pergi lah Mas, aku ingin berbicara berdua dengan Anna!!" bentakku.

Mas Aji berdecak sebal kemudian melangkah pergi dari hadapan kami berdua.

Di dalam dada ini, semakin terasa nyata sakitnya. Aku takut kekhawatiranku selama ini menjadi kenyataan.

"Anna jawab jujur!" tanyaku yang tidak bisa tenang. "Apakah papamu bertindak kurang *jar sama kamu?"

"Enggak, Ma. Papa cuma nolongin Anna aja. Tadi kaki Anna nggak sengaja ketancep duri."

Aku masih menatapnya dengan tatapan menelisik membuat Anna merasa kikuk, lalu menunduk.

"Anna jawablah yang jujur, jangan berbohong sama mama!" tanyaku lagi sambil menahan emosi.

"Anna nggak bohong, Ma." Anna menggeleng-gelengkan kepalanya.

Cukup lama aku menginterogasi Anna, tapi anak itu terus berkelit.

Aku juga sudah berusaha semaksimal mungkin agar tidak berprasangka buruk pada mereka tapi tidak bisa. Mereka berdua terlalu mencurigakan.

Akhirnya aku keluar dari kamar Anna dengan penuh kemarahan. Karena tidak menemui titik terang. Mungkin salahku yang terlalu bertindak gegabah.

"Ingat! Jangan pernah izinkan papamu masuk ke dalam kamar. Kalian itu bukan mahram. Jadi nggak boleh sembarangan berduaan, ngerti?!"

***

Aku kembali masuk ke kamarku dengan wajah dongkol. Tampak mas Aji duduk di depan jendela sambil menghisap sebatang rokok.

Aku terbatuk sambil mengibas-ibaskan asap tipis yang menguar di kamar kami. Kebiasaan!

"Kamu benar-benar kelewatan, Wulan!" celetuk mas Aji, sambil menjentikkan putung rokoknya ke asbak.

"Sampai-sampai menuduh aku punya hubungan dengan anak sendiri. Ini benar-benar gila!" ucap mas Aji lagi.

Aku menatap pria itu dengan tatapan sinis. "Awas aja sampai dugaanku terbukti. Hidupmu tidak akan pernah baik-baik saja, Mas!"

"Kamu benar-benar sudah tidak waras, Lan!"

"Tidak usah banyak beralasan, kalian sudah tertangkap basah!" teriakku sambil meluapkan amarah.

"Tertangkap basah apa, kamu melihat apa? Kami tidak melakukan apa-apa, Lan!" Mas Aji tersenyum remeh.

Dalam hati aku bertekad akan membongkar kebusukan mereka. Meski hati ini terasa sakit luar biasa.

Jika hal itu benar-benar terjadi, aku tidak akan segan-segan memb**uh mas Aji.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu sering  menuduhku berselingkuh. Bahkan sampai menuduh kalau selingkuhanku itu anakmu sendiri?" Mas Aji menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aku terdiam, menjatuhkan diri ke ranjang, dengan posisi miring ke samping membelakangi mas Aji.

Pria itu tak lama kemudian ikut menyusul tidur di sebelahku dengan posisi membelakangi.

Semalaman tidak bisa tidur, karena suara di dalam kepalaku begitu berisik dan menganggu.

Aku menangis, takut jika apa yang aku khawatirkan selama ini benar-benar terjadi.

***

"Mulai sekarang, biasakan jangan berpakaian terlalu terbuka di dalam rumah!" peringatku kepada Anna saat kami sedang makan di meja makan.

Mas Aji langsung menjatuhkan sendoknya begitu saja, kemudian beranjak dari duduk. Meninggalkan sepiring nasi goreng yang baru berkurang beberapa sendok.

Aku melirik pria yang kesal itu sekelas, kemudian kembali menoleh ke arah Anna.

"Anna, bercerita lah pada mama jika terjadi sesuatu kepadamu," ucapku berusaha bersikap lembut agar Anna merasa terlindungi.

Gadis itu mengangguk. Kemudian meneguk segelas air putih.

"Perutku mulas, aku ke kamar mandi dulu, Ma!" ucap Anna kemudian buru-buru berlari ke kamar mandi.

Hufft! Aku melirik ke arah tas Anna yang teronggok di tempat duduknya. Entah kenapa tanganku bergerak untuk membuka tas berwarna pink itu. Kira-kira benda apa saja yang dibawa Anna ke sekolah.

Selain buku dan alat tulis lainnya, Anna juga membawa cermin dan beberapa alat make up. Dasar anak muda zaman sekarang. Sekolah bukannya fokus belajar, malah sibuk dandan.

Mataku terbelalak lebar, saat membuka resleting kecil yang berada di dalam tas.

"Pil KB?"

"Anna pakai pil KB?"

Tanganku gemetar hebat, hingga obat itu terjatuh dari genggaman.

Bersambung...

Jangan lupa add/ikuti FBku ya 🙏🏻








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pil KB Milik PutrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang