[ BAB - 38 ]

23K 1.9K 644
                                    

Btw, jangan skip bab 37, soalnya udah UP.

Buna dedikasiin ini buat readers yang rajin komen, vote dan ngerekomendasiin MSH3🍉 jadi, Buna fast up di luar jadwal rutin.



Bantu koreksi typo, ya❤

BAB 38BROKEN HEART









“Dok! Dok!”

Alam membuang bungkus kulit chiki yang ia pungut ke tong sampah. Ia menengok ke sumber suara panggilan, mengukir senyum tipis—Alam lantas melambaikan tangan.

“Halo, Tika,” sapanya sembari memasukan tangan ke saku seragam OK. “Gimana? Udah baikan?”

Tika menggeleng. “Dok, bisa enggak, ya? Aku pindah ke bangsal umum! Aku enggak mau seruangan sama bocil, Dok.”

Alam terkekeh, bukan sesuatu yang baru mendengar request remaja yang ingin dipindahkan ke bangsal umum. Tika pasien yang kemarin ia tangani di IGD—setelah penanganan, diputuskan si remaja berusia 17 tahun tersebut diserahkan ke dokter spesialis anak.

“Enggak bisa, kamu itu An, bukan Ny, ya, Tika. Kamu masih anak-anak, jadi betah-betah seruangan sama bocil—cepet sembuh biar cepet keluar RS.”

“Cih! Kalau bukan karena bapak dokter ganteng, mana mau aku stay di bangsal anak. Btw, dokter gantengnya ke mana, Dok? Aku gumoh tau, Dok, dikerubunin bocil.”

Alam menjeda langkah. “Tika ...,” panggilnya sambil mencegat si remaja yang berjalan dua langkah di depannya. “Dr. Anam, nyuruh kamu periksa ke poli jiwa, enggak?”

“Dr. Anam? Ah—dokterku cewek, sama satu dokter muda cowok, yang modelannya kayak kaum Halo, Dek, ituloh—ih asli dia cakep banget, type aku yang bigboy-bigboy, palagi gaya rambut dia maskulin luar biasa! Argh! Setauku namanya bukan dr. Anam, Dok. Terus bocil-bocilnya gangguin aku ....”

Benar terkaan Alam, ada yang tidak beres dari pola obrolannya dengan Tika. Ia menarik tangan remaja perempuan itu, menyibak lengan seragam pasiennya. Bersih—tak ada tanda-tanda menyakiti diri sendiri.

Indikasi lain? Bukan ranahnya untuk mencetuskan diagnosis.

“Dokter, kenapa?”

“Dokter kamu dr. Anjelly?”

“Iya, dokter yang friendly banget.

“Oke, kamu sekarang masuk ke ruang kamar kamu, ya? Nanti, saya yang sampaikan ke dokter kamu.”

“Siap, Dok!”

Alam melesat, menuju ruang staf. Netranya menyapu ruangan, begitu menemukan Anjelly yang duduk di pojok ruangan, ia menghampiri perempuan yang ia anggap adik sendiri tersebut. Lantas, mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Anjelly.

“Nih,” ujar Alam, menyodorkan permen. “Tika, dia pasien kamu, 'kan?”

“Iya, Mas Alam, Tika lumayan mengkhawatirkan enggak, sih? Aku udah buat jadwal janji temu sama psikiater, kok.”

“Beneran?”

“Iya, aku bujuk dia, soalnya dia enggak mau dikatain gila, karena aku suruh ketemu psikiater.”

Alam mengembuskan napas lega. Ia memang tidak perlu meragukan kepekaan perihal kondisi pasien dari Anjelly. Ia curiga, ada indikasi lain yang menjadi alasan mengapa Tika sampai sakit lambung yang durasinya berkepanjangan. Meski sudah ditangani secara medis, Tika tidak kunjung pulih. Bahkan, si remaja pingsan selepas mengeluh lambungnya nyeri.

MY SOFTLY HUBBY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang