Happy Reading
Sorry for the typo(s)
»•» 🌸 «•«
Di sela mengobrol dengan ayah dan kakaknya, Jeno meraih ponselnya yang sedari tadi ia anggurkan. Netranya melebar sangat cepat begitu menemukan beberapa pesan dan tiga panggilan tak terjawab dari bubunya.
"Bubu tunggu sampai jam sebelas lebih dua menit. Telat satu menit pintunya nggak akan bubu buka."
Setelah pesan suara tersebut usai, Jaehyun dan Mark menoleh dengan kaku ke arah Jeno. Mereka menatap satu sama lain sebelum meringis bersama. Tanpa memerdulikan satu sama lain, si sulung dan si bungsu kompak berlari menuju mobil ayah mereka yang terparkir tak jauh dari kedai.
Pamit pergi memang bertiga namun menyangkut hukuman mereka tidak saling bersangkutan.
Jaehyun menatap kedua putranya tidak percaya. Mark dan Jeno mengkhianatinya di depan matanya sendiri. Bagaimana bisa mereka berdua meninggalkannya padahal makanan dan minuman yang tadi mereka bertiga nikmati belum dibayar? Apalagi Mark merebut kunci mobilnya yang tergeletak apik di atas meja.
Jeno menghembuskan napas sabar karena Jaehyun berjalan santai. "Ayaah, cepet! Nanti telat terus kita nggak bisa masuk ke rumah! Adek nggak mau ya tidur di teras," gerutunya. Semestinya Jaehyun berjalan tergesa-gesa mengingat waktu mereka hampir habis untuk mengantre pembayaran.
Jaehyun mendengus seraya masuk ke dalam mobil. "Jahat banget ayah ditinggal. Untung ayah nggak ikut lari dan nggak lupa bayar." Sadar waktu yang tersisa tidak banyak, ia menambah kecepatan laju mobilnya dan beberapa kali menyalip.
Mark terkekeh lalu membuka bungkus permen. "Maaf, Ayah. Tapi abang nggak mau tidur di teras."
"Ayah, tinggal dua menit lagi. Ayah nggak bisa lebih cepat ya?"
Setelah bertanya, Jeno meremat sabuk pengamannya lantaran kecepatan laju mobil sang ayah benar-benar di atas rata-rata. Ia menggigit bibir bawahnya cemas sambil sesekali melihat layar ponsel. "Ayah, hati-hatii. Mau adek aduin ke bubu kalau ayah kebut-kebutan?" ancamnya ngeri karena di depan mereka terdapat truk bermuatan besar. Seandainya Taeyong tahu soal ini, ia tidak dapat membayangkan hukuman apa yang menanti mereka selain tidur di teras.
Jaehyun mencebikkan bibir, merasa si bungsu berisik sekali di belakang. "Kan biar cepat sampai di rumah. Gimana sih?" tanyanya sebal kemudian menancap gas dan menyalip truk trailer. Ia memajukan bibirnya dan berpikir kenapa tidak ada yang mengingatkan mereka bahwa tengah malam hampir menjemput.
Kening Jeno mengernyit kesal. "Kok ayah marah sih? Adek ngingetin ayah biar tetap hati-hati. Kalau ayah nggak hati-hati terus kenapa-napa gimana?" Hidungnya yang tinggi pun mendengus tak terima. Apabila tidak berada di situasi genting, ia pasti akan menggigit tangan sang ayah hingga bekas giginya tercetak.
Di tengah keributan ayah dan adiknya, si sulung Jung tampak tak terganggu. Ia sibuk mengunyah permen karet dan membentuk gelembung. Ia juga lebih mementingkan pesan-pesannya yang tidak dilihat dan dibalas oleh cintanya. "Ayah, kita telat satu menit." Tepat seusai ia memberitahu, mobil yang mereka tumpangi terpaksa berhenti karena lampu merah tengah berlangsung.
Helaan napas ketiga Jung ini terdengar berat. Sudah tidak harapan dan mereka mungkin berakhir tidur di hotel. Lagi dan lagi mereka saling pandang sebelum menerobos lampu lalu lintas tanpa takut. Sanksi pelanggaran bisa dipikirkan nanti sebab ada yang lebih penting. Terlebih, kondisinya mendukung karena tidak ada satupun kendaran di depan, di samping, atau di belakang.
Meski senang, hati Jeno mulai dirambati rasa bersalah. "Memangnya ayah nggak takut habis melanggar peraturan lalu lintas?" tanyanya sembari menahan napas lantaran ayahnnya mengemudi gila-gilaan.