Sore yang tenang di Bandung
Pada tahun 2017, aku menduduki bangku kelas 4 sekitar usia 10 tahun, kala itu pagi hari ayah aku dan om ku mengajak ku untuk ikut berjalan-jalan dengan sepupu-sepupu ku. Awal aku ragu untuk ikut karena di rumah cuman ada mamah dan adik ku yang baru berumur bulanan, dengan perasaan yang tidak enak aku mencoba meminta izin ke mamah, dan karena ku menyebutkan ayahku ada disana dia mengizinkannya. Lalu kita pergi tanpa ada tujuan ayah ku biasa memberi judul jalan-jalan seperti ini ialah "Tanpa Arah tapi Menghabiskan Bensin" kita semua sepakat karena tidak ada tempat tujuan juga yang mau dikunjungi. Berenang bosan ke Mall bosan, ya sudah jalan-jalan seperti itu pun yang terjadi, ayah memasuki daerah toll kita semua gembira, aku tertawa dengan 6 sepupu ku lalu abangku dan juga om dan ayahku dalam satu mobil, kita pergi tanpa arah, niat ayah awal ke TMII cuman kita menolak kita lebih suka jalan-jalan seperti ini, ketemu rest area dikit jajan hal yang sangat mengasyikkan.Namun, aku tertidur selama perjalanan karena saking jauhnya perjalanan, ketika bangun aku bertanya ke ayah yang sudah duduk di tempat sebelah pengemudi, dia sudah berganti posisi menyetir dengan om ku.
Ayah bilang
" daerah Bandung ini nak, coba liat " ucapnya.
Sejuk, sejuk sejuk sekali pada saat itu mendung juga, namun pada saat itu kita semua lapar tidak ada rest area 1 pun selama perjalanan ayahku yang sering berpergian seperti ini pun terheran kenapa tidak ada rest area 1 pun. Lalu, kita menemukan sebuah warteg kecil di pertengahan toll yang harus kita tanjak, karena dengan posisi lapar om ku menerobos saja jalan masuk kesana, ramai sekali pada saat itu banyak abang-abang bis yang sedang makan, kita berpikir tidak salah tujuan makan di situ tanpa pikir ayah dan om ku membangunkan yang lain untuk makan, setelah semua selesai bangun kita turun dari mobil bareng-bareng dan memesan makanan. Abang-abang bis tanpa senyum, udara yang sejuk tapi menusuk kulit tak kamu hiraukan di situ kita hanya lapar jadi kita makan saja. Anehnya setelah semua makanan dipesan om ku yang sedang ingin membayar tiba-tiba tidak diperbolehkan untuk membayar oleh teteh-teteh yang berjualan teteh tersebut bilang ke om ku
" udah mas, makan dulu aja bayar nanti saja " kata teteh sambil menduduk.
Dengan logat Sundanya dan parasnya yang sangatlah cantik, om ku tetap memaksa untuk membayar cuman selalu di tolak, karena malas berdebat mungkin om ku mengalah akhirnya kita makan, setelah semua selesai makan, om ku yang berniat ingin membayar tiba-tiba tidak ada teteh-teteh di dalem sana, om ku terheran-heran lalu abang-abang bis yang sedang makan menjawab
" lagi nyuci piring kayanya mas, duitnya tinggal aja di sini " usulnya.
Om ku jelas tidak percaya kata-kata tersebut bukan suudzon Cuma takut hal-hal yang tidak enak datang, akhirnya kita memutuskan untuk menunggu si teteh tapi si teteh tidak kunjung
2 / 2
datang padahal kita cari sana kemari. Bis satu per satu keluar dari tempat makan tersebut, tiba-tiba om ku berbicara
" dah yu tinggal aja lah, itu juga ada abang-abang yang ngga bayar tuh " ucap om ku dengan gestur tidak nyaman.
Kita pasti menolak tidak mungkin kita makan tapi tidak membayar, tapi karena suntuk kita meninggalkan tempat tersebut tanpa membayar, kita sebelum pergi sama-sama mengucapkan maaf kepada warung tersebut, mau meninggalkan uang di atas etalase cuman takut hilang yasudah kita tinggal.Setelah semua selesai naik mobil udara semakin dingin sangat dingin, kita buru-buru pergi dari tempat tersebut karena juga ayahku sudah tidak enak perasaannya. Setelah keluar dari tempat tersebut, tiba-tiba setelah jauh dari tempat tersebut dari sana kita melihat ternyata tidak ada warteg tersebut yang kita lihat setelah keluar hanyalah sebuah hutan. Panik, campur aduk kita rasakan, kita baca ayat-ayat suci Al Qur'an bareng-bareng pada saat itu, lalu beberapa menit kemudian ada rest area, kita mengucapkan syukur kepada Tuhan YME. Kita beristirahat di sana lalu kita kembali berjalan menuju jalan pulang karena waktu sudah mulai sore, lalu tiba-tiba di perjalanan kita sepertinya merasa tersasar, di tempat tersebut seperti pasar cina banyak sekali ornamen bernuansa cina, seperti pada pasar cina pada umumnya. Pada saat itu hujan deras datang kita susah sekali jalan untuk keluar dari pasar tersebut, yang kita hanya lakukan membaca doa semoga selamat sampai tujuan, lalu reflek saya tertidur, bangun-bangun sudah di jalan tol dan banyak jajanan ternyata mereka tadi sudah ke rest area membeli jajanan. Ketika sudah sampai Jakarta kita mengucapkan syukur kepada Tuhan YME. Dan akhirnya sampai rumah dengan selamat dengan perasaan menyesal kita berdoa kepada Tuhan atas apa yang kita lakukan karena tidak membayar dan bebersih diri untuk menghilangkan hal yang 'tertempel', terbawa sampai rumah, yang masih menjadi misteri yang aku pikirkan selama ini adalah kenapa ada warteg di pertengahan di area jalan toll dan kenapa abang-abang makan tanpa senyum dan juga kenapa udara sejuk sekali sampai menusuk kulit rasanya pada saat itu, dan apakah ada kampung cina tersebut.
Memang tersesat atau disesat?