"Sakit nggak?" tanya Jeje. Seperti biasa, saat berhadapan dengan pemuda di depannya itu, Jeje tak mengenal kata 'dingin' seperti yang selama ini disematkan pada dirinya. Dan seperti biasa pula, seluruh pelosok SMA Pusaka sudah hafal betul dengan hal ini.
Jadi pemandangan Jeje yang bersimpuh di depan bangku taman di dekat lapangan basket seharusnya bukan hal yang asing.
Seharusnya.
Namun kali ini semua mata memandang ke arah mereka. Sama seperti saat pertama kali Jeje dan Naya (panggilan Narayana), pulang bersama tahun lalu. Saat itu, keduanya jadi bulan-bulanan tatapan mata seluruh penghuni SMA Pusaka, bahkan guru-guru yang hendak pulang juga ikut terdiam demi melihat motor keramat Julius Lakitri Ginting untuk pertama kalinya membonceng orang lain. Lebih-lebih Naya, yang berada di spektrum yang berbeda dari pemuda yang lebih akrab disapa Jeje itu.
Mata-mata itu tampak ingin tahu, meski masih sedikit santun untuk tidak terang-terangan menunjuk. Tampaknya karena memang semua orang ingin melihat apa yang dilakukan Jeje saat tahu Naya terluka.
"Sakit, Jeje." Keluh Naya, ikut menunduk dan meniup luka di lututnya. Ia meringis perih, jadi Jeje menahan tubuhnya dan ganti meniup lukanya lembut.
"Mau pulang sekarang?" tanya Jeje.
Naya tentu menggeleng. Jam sekolah belum berakhir dan kadang Jeje bisa bersikap sedikit posesif. Guru-guru mungkin akan mengizinkan ia pulang lebih dulu, apalagi kalau Jeje yang memintakan izin. Tapi Naya masih tahu diri untuk tidak memanfaatkan keleluasaan yang dimiliki Jeje semena-mena.
"Juu," kali ini Naya menggunakan nama panggilan spesialnya untuk Jeje.
"Naa," jawab Jeje lembut.
"Diobatin Ju aja, ya?" tanya Naya penuh harap.
Jeje tersenyum. "Boleh. Nanti kalau sakit, remas bahu Ju aja. Yuk, Ju gendong." Lalu Jeje bangkit dan menggendong Naya ke UKS.
Sejauh ini, masih aman. Jeje masih terpantau terkendali. Memang tampak sedikit berantakan tapi itu karena ia baru saja selesai bermain sepak bola. Dua kancing teratas seragam putihnya terbuka dan sepatunya tampak kucel. Bahkan dari sekilas pandang, semua bisa tahu aroma matahari yang menguar dari tubuh lelaki itu. Tapi tak ada yang menyanggah jika Julius selalu tampak seperti dewa Yunani meski sedang berantakan.
Narayana-lah yang terlihat lebih lembut dari biasanya. Entah karena luka di lututnya yang sampai membuat celana panjangnya berlubang, atau karena ia ingin menghaluskan keadaan dan menahan emosi Jeje yang terkadang meluap-luap. Ia bahkan tak menolak saat digendong, padahal biasanya ia sangat malu untuk terlihat bermesraan dengan Jeje di depan umum.
Setibanya di UKS, Jeje hanya meminta izin kepada anggota PMR yang bertugas untuk megobati pasien spesial itu sendiri. Anggota PMR hanya sanggup mengangguk sebab saat Jeje dan Naya tiba di UKS, cerita tentang apa yang terjadi di lapangan basket sudah merebak hingga ke seisi sekolah. Tak ada yang cukup gila untuk membantah Jeje saat orang yang terkenal paling ia sayangi terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
mencintaimu harus menjelma aku | NOMIN
FanfictionLove, love, love. Tahun ajaran baru! Dan seperti kisah cinta remaja pada umumnya, ada banyak hal untuk ditertawakan hingga ditangisi. Namun, Julius (Lee Jeno) primadona SMA Pusaka janji, kok, dia cuma pengin kasih happy tears buat Narayana (Na Jaemi...