kesempatan

1 0 0
                                    

Liburan sekolah kali ini terasa berbeda bagi keluarga Rara. Libur akhir tahun yang biasanya akan dihabiskan untuk berlibur bersama keluarga ke Jogja, Bali, ataupun tempat wisata lainnya, namun kali ini berbeda.
Inilah Rara, nama lengkapnya Rara Alamanda. Remaja berumur tujuh belas tahun, bersekolah di SMA Nusa Bangsa, cantik, pintar, serta menjadi kapten ekskul dance membuat ia termasuk salah satu anak hits dan tak sedikit lelaki tampan yang mendekatinya. Menjadi murid di salah satu SMA terbaik di Jakarta, membuat Rara memiliki teman-teman yang beragam dalam kelas XII IPA 1. Mulai dari Vania, teman sebangkunya yang sangat berisik merupakan anak dari pengusaha ternama di Indonesia, Jasmine si pemilik suara emas, serta teman bangku Jasmine yaitu Alea si otak jenius. Selalu ada untuk Rara serta mengerti isi hatinya, membuat mereka selalu menjadi no 1 di kehidupan seorang Rara Alamanda.
Rena dan Roy adalah kedua orang tua Rara, setiap harinya mereka sama-sama sibuk bekerja untuk anak mereka. Roy mengelola sebuah perusahaan keluarga, sedangkan Rena memiliki toko bunga didaerah Jakarta Pusat. Meski mama dan papa nya sangat menyanginya, hubungan mereka dapat dikatakan kurang baik. Ia memiliki satu adik perempuan yang bernama Rania Agata, memiliki perbedaan umur cukup jauh membuat keduanya juga tidak terlalu dekat. Banyak hal yang tidak nyambung jika mereka bicarakan bersama, selain itu Rara sering iri dan merasa kedua orang tua nya hanya mementingkan Rania. Tak hanya tinggal bersama kedua orang tua dan adiknya, dirumah Rara juga ada tante Rina yang merupakan adik dari mama Rara. Tante Rina masih tinggal dengan keluarga ini karena masih lajang, namun sebentar lagi akan pindah karena tante Rina akan menikah dan tinggal bersama suaminya. 
Tante Rina akan menikah di Bandung yang merupakan kota kelahiran calon suaminya. Sudah dua bulan belakangan ini pernikahan tante Rina disiapkan, namun tidak seperti anggota keluarga lainnya yang senang dan semangat, Rara justru malas dan terlihat selalu menghindar. Ternyata penyebab ia tidak semangat adalah karena sebenarnya dia tidak ingin ikut. Teman-temannya mengadakan liburan bersama ke Jogja, mengingat ini adalah tahun terakhir mereka sekolah. Rara sangat ingin ikut bersama mereka, tapi sayangnya jadwal yang mereka buat bertepatan dengan pernikahan tante Rina. Ingin marah pada temannya tidak bisa karena jadwal ini sudah merupakan kesepakatan bersama, ingin marah pada tante Rina pun tidak mungkin karena ini adalah hari bahagianya.
Hari cepat berganti dan tidak terasa pernikahan tante Rina semakin dekat. Kurang satu minggu lagi mereka akan berangkat ke Bandung, tetapi Rara masih kekeh tidak ingin ikut. Pagi itu mereka sekeluarga sarapan bersama di meja makan ''Ayolah ma, Rara udah besar udah bisa jaga diri. Aku udah ada janji sama temen-temen mau liburan bareng ke pantai'' protes Rara ketika mamanya membahas rencana mereka untuk ke Bandung. "Ngga ya ra, mama ngga kasih ijin. Ini tuh momen bahagia tante Rina, masa kamu mau ngga dateng.'' Jawab mama Rara yang mulai terbawa emosi. "Mama selalu aja gitu ngga pernah dengerin aku. Aku cuma minta ngga hadir di resepsi tante Rina ma, ini tuh tahun terakhir aku sama temen-temen yakali aku ngga ikut liburan sama mereka." Jawab Rara masih tidak ingin kalah. "Udahlah kak gapapa kasih aja, biarin Rara balik duluan biar bisa ikut sama temen-temenya. Udah dateng di akad nikah aja aku udah seneng kok." Saut tante Rina menengahi. "Ngga ya tetep ngga, pokoknya semua harus berangkat sama-sama dan balik ke Jakarta juga sama-sama sampe acara selesai." Final mama Rara. "Mama emang selalu egois." Jawab Rara sambil mengambil tas sekolahnya dan pergi begitu saja tanpa menghabiskan rotinya. Dimeja makan tersisa mama papa Rara, Rania, dan tante Rina yang bingung harus bersikap bagaimana. "Udah ayo dek papa anter berangkat sekolah, nanti telat." Kata papa Rara memecah keheningan. Setelah saling berpamitan, papa Rara mengantarkan Rania menuju sekolah dan lanjut berangkat bekerja.
Sesampainya disekolah Rara semakin muak bagaimana tidak, mulai dari berpapasan di gerbang dengan teman-temannya hingga akhirnya mereka berjalan bersama menuju kelas, entah apa saja yang mereka bahas tentang liburan seperti tidak ada ujungnya. Seolah memang ingin membuat Rara kesal, saat jam istirahat sesampainya mereka di kantin topik pembicaraan pun tetap sama "Aduh sumpah ngga sabar deh liburan bareng kalian, minggu depan kok lama banget sih" kata Jasmine memulai topik dengan heboh kembali. "Iya banget mine, gue dari tadi mikirin pake baju apa ya ke pantainya pasti bakalan seru banget" balas Vania tak kalah heboh sambil terus melihat ponselnya untuk mencari referensi pakaian. Melirik kearah Rara yang hanya diam saja Alea pun buka suara "Udah dong jangan heboh dulu lagian masih semingguan lagi, tuh kasian Rara mending kita mikirin gimana caranya biar Rara bisa ikut". Merasa namanya disebut Rara pun menoleh. "Udah le biarin aja, gue juga udah gabisa janji ke kalian buat ikut apa ngga nya. Tadi pagi gue udah coba izin lagi, tapi tetep aja mama gue ngga kasih dan malah berantem" Jawab Rara dengan lesu. "Yang sabar ya ra, mungkin emang tante Rena mau keluarga kalian lengkap dihari pernikahan tante Rina, udah ngga usah sedih dong kan kapan-kapan kita bisa liburan lagi" Balas Alea menenangkan. "Aaaa Rara sini peluk jangan sedih yaa, maafin kitaa" Kata Vania sambil memeluk Rara dan disusul dengan teman-temannya. "It's okay guysss" Jawab Rara sambil membalas pelukan mereka. Kringgggg... bunyi bel membuyarkan pelukan mereka. Pelajaran akan segera dimulai kembali akhirnya mereka kembali ke kelas dan duduk di tempat mereka masing-masing.
Akhirnya pelajaran hari ini selesai dengan berbunyinya bel pulang sekolah, "Baik kalau begitu anak-anak pelajaran hari ini cukup, terima kasih dan selamat sore semuanya" Tutup bu guru yang mengajar lalu meninggalkan kelas. "Pulang sama siapa lo ra, mau bareng gue ngga?" tanya Vania. "Oh gue dijemput tante Rina van, sekalian lanjut nemenin tante Rina nyari perintilan buat acara nikahannya" Jawab Rara. "Yauda kalo gitu gue duluan ya, itu supir gue udah jemput" Kata Vania sambil melambaikan tangan dan meninggalkan Rara. Tak lama tante Rina pun tiba, dan Rara langsung masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil awalnya Rara hanya diam menatap kaca karena masih teringat pertengkaran dengan mamanya tadi pagi, namun akhirnya ia banyak mengobrol dengan tante Rina mulai dari membahas kegiatannya disekolah, curhat tentang cowo ganteng kelas sebelah, hingga menyanyi bersama sambil tertawa. Dibanding dengan ibunya, hubungan antara tante dan keponakan ini memang terlihat lebih dekat dan akrab. Ya, Rara dekat dengan tante Rina karena sering menghabiskan waktu bersama. Hanya saja kejadian akhir-akhir ini membuat mereka sedikit canggung untuk seperti dulu.
Saat sudah lelah tertawa dan bernyanyi mereka akhirnya saling diam menikmati perjalanan, merasa perlu dibicarakan tante Rina pun membuka suara "Sekali lagi tante minta maaf ya ra, gara-gara tante kamu jadi gabisa ikut liburan bareng temen-temen kamu. Nanti coba tante omongin lagi ya sama mama kamu, siapa tau mama kamu berubah pikiran dan kasih ijin kamu buat ikut liburan baren temen-temen kamu" kata tante Rina sambil menoleh ke arah Rara. "Tante cuma gamau gara-gara pernikahan tante, kita malah ngga deket kaya dulu lagi. Habis gini kan kita udah ngga tinggal bareng, masa tante pindah dengan bikin keluarga kalian berantem. Kamu itu lebih dari sekedar keponakan buat tante ra, tante ngerasa punya temen kalo curhat sama kamu, tante ngga kesepian lagi karena kan kamu tau calon suami tante kerja nya di Bandung dan cuma bisa kesini sesekali" ucap tante Rina selagi menjelaskan. Terharu akan penjelasan tante Rina, Rara pun memeluk tantenya "Makasih banyak ya tan" ucap Rara. Tak sadar mereka pun sampai di tujuan mereka yaitu Plaza Indonesia Mall.
Di mall Rara hanya mengikuti tantenya, karena ia pun tidak ada keperluan yang harus dibeli. Tujuan pertama mereka adalah toko sepatu, toko tersebut terlihat ramai karena memang banyak yang bilang kualitas dari toko ini sangatlah bagus. Tante Rina sangat antusias melihat sepatu dan mengelilingi toko sepatu ini. Rara senang melihat tantenya senang, namun karena memang tidak ada niatan membeli sepatu jadilah Rara memilih untuk duduk dikursi yang ada. Sambil memainkan handphone nya, Rara yang awalnya fokus seketika menghentikan aktifitasnnya ketika mendengar suara yang tidak asing "Gini kan enak kalo kita main berdua, sumpah ya gue males banget kalo main ada dia tuh ngeselin banget sumpah" ucap seorang remaja kepada temannya yang entah sedang membicarakan siapa. "Iya kan, emang dia tuh sok asik banget mana sok cantik ngerasa Ray ngejar-ngejar dia idihh" jawab temannya. Rara merasa sangat tidak asing dengan suara dua remaja tersebut, namun saat berusaha mencari dari mana sumber suara itu Rara tidak menemukan adanya remaja disekitar situ. "Aneh kok ngga ada si, sumpah suaranya mirip siapa ya" ucap Rara dalam hati sambil melamun kebingunga. "Ra sini deh cobain heels ini" panggil tante Rina membuyarkan lamunan Rara. Ia pun menghampiri tante Rina untuk mencoba heels yang katanya cocok untuk dia itu. Merasa cocok dan menyukai heels itu akhirnya, sepasang heels tersebut dibawa menuju kasir untuk dibayar. Diluar toko sepatu "Gila ya untung aja kita nyadar duluan kalo itu Rara jadi kita bisa sembunyi, yauda yuk kita buruan pergi dari sini daripada ketauan Rara" ucap remaja yang Rara cari-cari tadi kepada temannya, setelah itu mereka berjalan menjauh meninggalkan toko tersebut. Setelah selesai dengan belanja persepatuan, tante dan keponakan tersebut keluar dari toko sepatu dengan menenteng empat papper bag. Dari situ mereka lanjut makan disalah satu restoran, lalu pulang dengan perut kenyang serta hati yang senang. Begitulah tante Rina, setiap pergi dengannya setidaknya keponakan kesayangannya itu harus membawa sesuatu untuk dibawa pulang, dan karena itulah Rara sangat senang pergi bersama tante Rina.
Sesampainya dirumah Rara pun langsung naik kelantai dua dan masuk kamar, membersihkan badan dan siap mengerjakan tugas-tugas sekolah. Saat sudah duduk di meja belajar, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. "Buka aja, ngga dikunci kok" jawab Rara setengah berteriak takut orang dibalik pintu kamarnya tidak mendegarkan suaranya. Pintu terbuka dan ternyata yang muncul adalah mama Rara. "Lagi apa sayang?" tanya mama kepadanya. "Lagi ngerjain tugas aja ma dicicil biar ga numpuk, udah kelas 12 tugasnya makin banyak jadi harus pinter bagi waktu" jawab Rara menjelaskan. "Oh pinter anak mama, udah gede ya sekarang" ucap mama sambil membelai rambut anaknya penuh sayang. Rara hanya terdiam merasa aneh, karena tak biasanya ia berinteraksi dengan mamanya seperti ini. "Soal acara pernikahan tante Rina, setelah dipikir-pikir mama putuskan kasih ijin kamu buat ikut bareng temen-temen kamu. Tapi inget jangan rusak kepercayaan mama, jaga diri baik-baik mama tau Rara masih muda dan perlu menikmati masa-masa ini" ucap mama Rara membuka suara kembali dan membuat Rara terkejut. Langsung menatap mamanya "Makasih ya ma, Rara janji ngga bakalan kecewain kepercayaan mama" jawab Rara mengucapkan terimakasih. "Ya sudah, disiapkan yang perlu dibawa buat liburan dan acara tante Rina jangan lupa. Perlu mama bantu nggak, udah siap belom baju nya?" tanya mama. "Belum sih ma tapi ngga papa abis ngerjain tugas langsung Rara siapin aja, ngga perlu dibantu kasian mama nanti cape baru pulang dari toko" jawab Rara sambil terus tersenyum merasa senang. "Ya sudah kalau gitu mama turun dulu, jangan cape-cape ya nak" ucap mama Rara dan dibalas anggukan oleh Rara, lalu ibu dua anak itu keluar dari kamar tersebut. "Makasih ya kak udah mau ngijinin Rara" ucap tante Rina diluar kamar yang ternyata dari tadi menunggu dibalik pintu. "Iya sama-sama Ren, makasih juga udah selalu ada buat anak aku" jawab mama Rara. Tante Rina pun menggukan kepala sambil tersenyum, merasa lega karena sarannya didengarkan oleh sang kakak untuk mengijinkan anaknya.
Keesokan harinya, sesampainnya disekolah Rara sangat semangat memberi tahu teman-temannya perihal ijin dari mama nya yang sudah ia dapatkan. "Guyss gue diijinin mama gue, jadi bisa ikut kaliann" seru Rara begitu sampai bangkunya. "Wah seru dong ada Rara" ucap Vania membalas lalu melirik jasmine. "Nah gini dongg baru enak, lengkap ada Rara" ucap Alea sambil mengajak tos Rara. Sambil membalas tos dari Alea, Rara menatap aneh kedua temannya entah hanya perasaannya saja atau bagaimana tapi ia merasa dua temannya tidak sesenang itu ketika mendengar kabar dari Rara. Tak ingin ambil pusing ia pun mencoba berfikiran positif.
Bel istirahat sudah berbunyi, empat sahabat ini pun memutuskan untuk pergi ke kantin. Namun saat baru saja keluar kelas, ternyata ada seorang laki-laki yang menunggu Rara "Ini ra buat lo, dimakan ya" sambil menyerahkan sebuah coklat ke tangan Rara lalu pergi begitu saja. Rara bingung menerima pemberian laki-laki tersebut hingga tak sempat mengucapkan terima kasih. "Cie Rara" ucap Alea menyenggol bahu Rara menyadarkannya dari kebingungan. Rara pun tersadar dan melihat sang pemberi coklat sudah jauh disana meninggalkan dia, namun anehnya kedua temannya juga berjalan mendahului ia dan Alea tanpa mengatakan apa pun. Mereka pun buru-buru menyusul dua temannya menuju kantin. Setiba nya di kantin ia menghampiri Vania dan Jasmine setelah memesan makanan. Terasa aneh karena Vania tak banyak bicara hari ini, tak seperti biasanya. Akhirnya mereka berempat menghabiskan makanan mereka dengan hening, lalu Vania pun bangkit dan disusul Jasmine meninggalkan mereka berdua. "Vania  kenapa ya le, kok gue ngerasa aneh hari ini tadi selama pelajaran juga dia ngga ada ngaja ngomong gue, apa gue ada salah ya?" tanya Rara pada Alea. "Iya gue juga ngerasa Vania  aneh hari ini trus Jasmine juga, gatau dah kenapa, yauda lah biarin aja palingan lagi pms jadinya mood swing" jawab Alea. Masih bingung dengan keanehan dua temannya, ia malah salah fokus dengan si ganteng kelas sebelah yang tadi memberinya coklat yang ternyata sedari tadi memperhatikan dia, laki-laki tersebut berada di meja seberang dan duduk menghadap Rara jadilah pandangan mereka saling bertemu. Merasa salah tingkah Rara pun buru-buru bangkit dan mengajak Alea untuk kembali ke kelas.
Ya, laki-laki tadi yang memberinya coklat adalah si ganteng kelas sebelah yang kemarin ia ceritakan pada tantenya. Namanya Ray, anak XII IPA 2. Mencuri banyak perhatian para perempuan sejak kelas X, yang menyukai seorang Ray sangatlah banyak dan dari berbagai kalangan, mulai dari kakak kelas hits yang mengincar nya hingga lulus pun tak dapat, teman seangkatan mereka yang menyukai nya secara diam-diam maupun terang-terangan, hingga adik kelas yang terpukau melihat pesonanya setiap hari. Memiliki wajah yang tampan, tubuh yang atletis, serta merupakan kapten basket SMA Nusa Bangsa, membuat Ray semakin digilai oleh para perempuan SMA Nusa Bangsa. Rara pun mengakui kalau memang Ray seganteng itu, namun sangat banyak yang ingin menjadi pacarnya atau hanya sekedar ingin dekat dengannya membuat Rara tak mau berharap terlalu banyak. Rara hanya sekedar mengagumi, memperhatikan Ray dari jauh. Belum lama ini terdengar gosip bahwa si ganteng SMA Nusa Bangsa suka padanya, awalnya ia tidak percaya dan berfikir banyak orang yang mengatakan seperti itu karena melihat keserasian kapten dance dan kapten basket mereka pada acara pensi tahunan bulan lalu. Namun melihat Ray memberinya coklat hari ini, Rara pun mulai menaruh harap paada kapten basket tersebut.
Hari-hari disekolah selanjutnya tetap sama, tak ada perubahan. Vania tetap dingin, jasmine tetap cuek, Ray tetap melihat ia dari kejauhan atau bahkan saat berdekatan, dan Rara tetap bingung harus bersikap bagaimana dengan semua ini. Meski dua temannya tidak seperti biasannya, Rara berusaha sabar. Setiap ingin ngobrol dengan Vania dan Jasmine, mereka terlihat selalu malas dan berusaha menghindar. Tak terasa hari pernikahan tante Rina sudah lusa dan artinya mereka harus berangkat ke Bandung besok. Hari sudah sore ketika ia menyelesaikan segala packing nya, menghadiri pernikahan tantenya lalu lanjut berlibur membuat banyak sekali yang harus ia bawa. "Akhirnya selesai juga semua packingnya" ucap Rara pada dirinya sendiri. Setelah merapikan semua nya, Rara lanjut membersihkan tubuhnya, baru setelah itu ia akan menggunakan rangkaian skincarenya untuk malam dan bersiap untuk tidur. Saat sudah dikasur dan hendak akan tidur, tiba-tiba terdengar suara notif handphone dan Rara mengeceknya siapa tau penting. Ia sangat terkejut saat ternyata mendapatkan dua pesan dari nomor tidak dikenal.
"See u lusa, ra"
"Save ya no gue, Ray"
Rara mengernyitkan dahi nya bingung dengan dua pesan tersebut, apa maksud dari lusa, apakah lusa Ray akan menemuinya, serta Ray dapat dari mana no nya. Meski salah tingkah bukan main dichat orang paling diincar di SMA Nusa Bangsa, Rara berusaha tetap tenang dan tidak memperlihatkan sisi reog nya. "Okay ray" jawab Rara membalas chat Ray dengan senyum yang tidak luntur pastinya. Sudah lima belas menit berusaha memejamkan mata, namun tetap saja Rara tidak bisa tidur. Ia hanya membolak-balikkan badannya. Ada banyak yang mengganggu pikirannya, ia masih bingung apa yang menyebabkan Vania berubah. Rara meerasa tidak melakukan kesalahan sebelum Vania berubah seperti itu. "Apa gue ada salah ngomong ya sama Vania" ucap Rara dalam hati. Tetap tak menemukan jawaban dari kebingungannya Rara pun memaksa tubuhnya untuk tertidur, dan tak lama dari itu Rara sudah ada di alam mimpi.
Pagi harinya, Rara sudah turun kebawah. Keadaan rumah dan keluarga yang sedikit membaik dan harmonis membuat pagi nya terasa cerah. "Good morning semuanya" ucap Rara begitu menginjak anak tangga terakhir dan menuju meja makan. "Good morning sayang, ayo sini sarapan sama-sama mama masak nih" jawab papa sambil mengelus kepala anak sulungnya. Melihat menu yang ada diatas meja makan Rara hanya tersenyum, menu pagi ini adalah nasi goreng, adapun nasi putih dengan lauk ayam goreng. Bukannya pilih-pilih makanan, Rara hanya tidak terbiasa sarapan dengan menu berat seperti itu, namun yang bisa Rara lakukan hanyalah diam dan bersiap mengambil nasi. Tiba-tiba "Ini kak aku bikinin roti selai coklat buat kakak" ucap Rania, adik Rara. Rara menoleh dan terkejut melihat aksi adiknya itu, belum menerima roti yang sudah dibuatkan. "Kakak kan ngga bisa sarapan berat nanti malah sakit perut, ini aku bikinin roti" ucap Rania kembali karena melihat kakaknya kebingungan. Buru-buru menerima roti pemberian sang adik, merasa terharu. Meski terlihat cuek dan jarang berinteraksi dengannya, ternyata adiknya memperhatikannya hingga ke perihal kecil. "Makasih ya dek" balasnya sambil tersenyum lalu dibalas dengan kata "sama-sama" oleh Rania.  Merasa bersalah karena seperti tidak mengerti anaknya, hati mama Rara mencelos melihat kejadian pagi ini, namu sang papa berusa menengkan istrinya. Sama-sama bekerja dan tak jarang meninggalkan kedua anaknya bahkan saat matahari belum terbit ketika toko menerima banyak pesanan bunga, membuat Rena tak mengerti fakta tentang anaknya perihal sarapan ini. Mungkin mengerti, hanya saja mungkin hari ini tidak ingat. Mama papa Rara tersenyum melihat interaksi kedua anaknya, baru mereka sadari bahwa kedua anaknya sudah bukan anak kecil lagi. Akhirnya mereka menyelesaikan sarapan berempat, tante Rina sudah berangkat ke bandung sejah dua hari lalu karena harus mempersiapkan segala sesuatunya.
Masuk dalam mobil setelah menata segala perlengkapan dan koper di bagasi belakang, mereka sekeluarga siap untuk berangkat menuju Bandung. Dalam Toyota Alphard tersebut terisi, supir di kursi kemudi, mama dan papa Rara di kursi tengah, serta ia dan adiknya dikursi belakang. Di perjalanan Rara tak banyak bicara, ia memasang headphone nya dengan volume lagu penuh, begitulah caaranya menikmati perjalanan. Setelah bosan membaca novel, Rara membuka sosmed nya. Melihat story yang dibagikan teman-teman online nya, termasuk ketiga temannya yang sudah ada di Jogja hari ini untuk liburan bersama. Dari semua story yang dibagikan oleh tiga akun sahabatnya, mereka semua terlihat bahagia dan menikmati liburan terlihat dengan tawa yang begitu nyaring. Rara senang melihat itu, merasa pertemanannya sudah kembali seperti semula. Saat melihat story Vania yang membagikan keindahan hutan pinus di pagi hari, ia melihat lelaki berhoodie hitam dibelakang Vania yang ia kenal perawakannya, wajahnya tak terlihat membuat Rara penasaran. Ingin basa-basi dan mencairkan suasana dengan Vania, Rara pun mereply story itu "Sapa tuch cowo belakang" ketiknya lalu setelah itu ia keluar dari aplikasi instagram itu. Merasa lelah dan perjalanan masih setengah jalan lagi, Rara memutuskan untuk tidur saja.
Saat terbangun oleh suara mama yang membangunkannya, memberi tahu bahwa mereka sudah sampai hotel yang dituju di Bandung. Panas langit Bandung sedikit mereda, menandakan hari sudah sore saat mereka sampai dikota kembang tersebut. Saat bersiap-siap turun dari mobil ia sempatkan untuk mengecek sosial media nya, khususnya mengecek ruang chat nya dengan Vania. Hanya terbaca, tanpa dibalas satu kata pun padahal si pemilik akun sedang online saat ini. Lagi-lagi Rara hanya bisa sabar dan tidak mengambil pusing hal tersebut. Ia turun dari mobil dan menuju kamar hotel, ia sekamar dengan adiknya sedangkan mama papa nya dikamar sebelah. Setelah menata koper dan membersihkan badan, Rara dan Rania pun membaringkan tubuhnya ke kasur.
"Besok jalan jam berapa kak, ke Jogja nya" tanya Rania memecah keheningan. "Sore kayanya, abis acara tante Rina selesai langsung otw Jogja" jawab Rara sambil menaruh handphonenya, ingin ngobrol lebih banyak dengan adiknya. "Oh gitu pasti seru liburan sama temen-temen, kapan ya Rania bisa kaya gitu" ucap Rania yang tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu. "Ya kan kakak udah gede, nanti kamu juga kalau gede pasti ada liburan bareng temen-temen gini" jawab Rara menjelaskan. "Iya kali ya ntar kalo udah gede baru dibolehin, kalo sekarang mah main ke mall ngga diikuti bi Yanti aja udah seneng aku mah" ucap Rania. Bi Yanti adalah art yang sudah ikut dengan keluarga Rara saat ia lahir kedunia ini. "HAHH?! Kamu ke mall masih diikutin bi Yanti?" ucap Rara terkejut. Ya memang saat kecil mama selalu meminta bi Yanti menemani mereka jika ingin bermain ke playground ataupun mall, namun Rara tak menduga jika adiknya masih selalu ditemani bi Yanti hingga saat ini. Rania sudah kelas dua SMP, yang menurutnya sudah tidak masalah untuk dilepas bermain bersama teman-temannya apalagi hanya sekedar ke mall. "Iya kak, mama ga pernah kasih ijin tiap aku minta ngga usah ditemenin bi Yanti karena kadang aku malu diliatin temen-temen" ucap Rania menjawab. "Yang sabar ya dek, ntar coba kapan-kapan kakak omongin ke mama masalah ini, biar kamu nyaman kalo lagi main sama temen-temen" ucap Rara dengan tersenyum sendu merasa kasihan melihat adiknya. "Makasih ya kak" ucap Rania kepada kakaknya yang dibalas kata "sama-sama" oleh sang kakak.
Rara merasa kasihan pada adiknya, Rania yang selama ini selalu ia cemburui perihal kasih sayang orang tua, nyatanya sama menderita nya. Menjadi anak bungsu nyatanya tidaklah mudah bagi seorang Rania, selalu dianggap masih kecil oleh kedua orang tua nya, tak pernah mendapatkaan kepercayaan penuh, serta selalu iri dengan kakaknya yaang bisa menikmati hidup, yang bisa memberontak bila sesuatu tidak sesuai dengan keinginannya. Rania ingin seperti itru, tetapi nyalinya tidak seberani Rara. Baginya Rara adalah rolemodelnya, Rania ingin seperti kakaknya. Tak lama pintu kamar mereka diketuk, dan saat dibuka ternyata yang muncul adalah pelayan hotel yang mengantarkan makan malam untuk mereka, mama nya yang memesankan. Setelah makan malam bersama dengan banyak cerita yang dibagikan, batulah setelah itu mereka bersiap untuk tidur. Rara senang malam ini, ia merasa dekat kembali dengan adiknya, ia merindukan momen-momen seperti ini. Tak lama kemudia mereka pun tertidur dengan pulas.
Hari dimulai dengan begitu riuh bagi ketiga perempuan dalam keluarga ini memakai kebaya, merias wajah, hingga menata rambut yang harus terlihat sempurna demi tampil terbaik dihari tante Rina. Akad pernikahan akan dilangsungkan di ballroom hotel yang mereka tempati, jadi tidak perlu memakan banyak waktu untuk sampai ke tempatnya. Dengan segala kehebohan, pukul 10 tepat Rara dan adiknya sudah siap dan akan turun menujuu ballroom hotel, berbeda dengan mama Rara yang sudah standby disana mulai pukul 8 pagi menemani tante Rina.  Saat tiba di ballroom adik kakak tersebut cepat-cepat menemui tante Rina, "Selama pagi tante, cantik banget hari ini semoga lancar sampai selesai ya tante" ucap Rara memuji kecantikan tante Rina. "Terima kasih ponakan tante yang juga cantik" balas tante Rina. Setelah sedikit mengobrol dengan tante Rina serta keluarga yang hadir, Rara pun menuju kursi yang sudah disediakan karena akad pernikahan akan segera dimulai. Akad nikah berjalan dengan lancar, menandakan tante Rina sah menjadi istri orang, mereka sekeluarga sangat senang melihatnya.
Pukul empat sore acara sudah selesai, lalu akan dilanjut acara resepsi. Rara pamitan dengan sekeluarga karena harus sudah berangkat menuju Jogja. "Hati-hati ya nak, jagi diri disana harus happy" ucap mama nya saat ia pamitan. "Iya ma, yauda kalo gitu Rara pamit ya pa dek" jawabnya. Tak lupa pamit dengan sang tante dan suami serta mengucapkan kata maaf karena tidak  isa hadir hingga acara selesai. "Iya Rara ngga papa, kamu hati-hati ya. Nikmatin masa muda kamu, jangan sampai salah pilih temen dan selalu jadi orang baik ya ra" ucap tante Rina menasehati. Barulah setelah itu ia berangkat menuju Jogja diantar dengan supir keluarganya. Niatnya pak supir tersebut akan kembali ke Bandung besok untuk membawa keluarga Rara kembali ke Jakarta lusa. Sedangkan ia sendiri akan kembali ke Jakarta bersama dengan teman-temannya.
Rara sampai di Jogja saat sudah petang. Langsung menuju hotel tempat dimana teman-temannya berada karena sudah lelah. Sesampainya disana, suasan tidak seperti yang ia ,ihat dalam instagram story teman-temannya. Rara hanya disambut hangaat oleh Alea, sedangkan Vania dan Jasmine hanya menjemput di lobby dan diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Rara sekamar dengan Alea, saat hendak menuju kamar begitu terkejutnya Rara ketika mengetahui ternyata liburan kali ini tak hanya ada mereka berempat, melainkan ada Ray dan dua temannya, Arya dan Bobi. Rara merasa canggung dan tidak nyaman, liburan yang ia bayangkan akan menjadi momen untuk menyatukan mereka akrab kembali tetapi justru ada orang asing. "Hai ra, ketemu juga akhirnya" ucap Ray sambil mengulurkan tangannya berniat membawakan koper Rara. Saat akan menyerahkan kopernya tiba-tiba tangan Ray ditepis oleh Vania "udah gede Rara gaperlu dibantuin, ya kan ra" ucap Vania sambil menoleh kearah Rara dengan tatap tidak bersahabat. Tak ingin situasi semakin canggung Rara pun menganggukan kepala tanda ia setuju. Lalu mereka pun menuju kamar masing-masing untuk istirahat, dan kegiatan akan dimulai besok pagi.
Pukul 9 pagi Rara sudah siap dengan dress pantainya, berbahan tipis sehingga akan berterbangan ketika terkena angin pantai. Keluar kamar dengan Alea, Rara bertemu Vania, Jasmine, dan yang lainnya di lobby hotel. "Ngapain sih lo pake dress gitu, ribet banget" ucap Jasmine menusuk hati Rara. Berusaha tidak terlihat sakit hati, Rara menjawab dengan tenang "suka-suka gue lah, hari ini kan ke pantai" jawab Rara. "Hari ini ke air terjun. Pantai kan udah kemaren, lo sih gaada" ucap Vania dengan nada ketus. Berusaha mencari jawaban dari teman-teman yang lainnya lewat tatapan, tetapi tak menemukannya. Nyatanya hanya dia yang tidak tau perihal ini dan itu dalam liburan kali ini. Merasa tak dianggap Rara pun jalan mendahului mereka semua menuju mobil dengan hati kesal.
Di Jogja mereka menyewa dua mobil karena mereka bertujuh. Mobil pertama akan disetir oleh Ray dan mobil yang kedua akan disetir oleh Arya. Saat akan masuk ke dalam mobil pertama yang ia pikir tak ada beda nya, tiba-tiba "Lo di mobil sana gih, gue mau sama Ray Jasmine" ucap Vania. Hanya bisa menerima Rara pun berniat menuju mobil kedua bersama dengan Alea, namun saat akan pergi tangannya ditahan "Lo sini aja, sama gue" ucap Ray dengan santainya. "Ngapain sih Ray, disana kan masih luas" protes Vania pada Ray. "Yauda sih disini juga masih luas, lo kenapa sih sensi banget dari tadi" ucap Ray yang malah manggandeng Rara hendak membukakan pintu samping kemudi untuknya. Namun dengan cepat Vania menyerobot dan duduk dikursi samping kemudi tersebut dengan tersenyum merasa menang. Tak ingin ambil pusing Ray pun menutup pintu mobil dan memutari mobil tersebut sambil tetap menggandeng tangan Rara menuju kursi kemudi, namun bukannya membuka pintu tersebut, Ray justru memanggil Bobi "Bob lo yang bawa dulu deh nih mobil, ntar gantian sama gue" ucap sambil menyerahkan kunci mobil pada Bobi. Lalu ia membukakan pintu belakan lalu masuk bersama dengan Rara. Rara bingung, kejadian tersebut berlalu begitu cepat hingga baaru sadar jika tangan mereka masih menyatu, lalu Rara pun berdehem sanmbil melirik ke arah tangannya. Peka apa yang dimaksud Rara, Ray pun melepas genggaman tangannya "eh sorry reflek" ucap Ray. Rara hanya tersenyum tipis, lalu tak lama Bobi memasuki mobil dan hendak akan menjalankan mobil. "Loh kok jadi Bobi sih yang nyetir" ucap Vania sambil menoleh ke kursi belakang dan melihat Rara dan Ray yang sudah duduk bersampingan. Tak ada suara dari siapa pun, akhirnya Bobi menjalankan mobil. Akhirnya mobil tersebut diisi Rara, Ray, Vania, dan Bobi lalu sisanya dimobil lainnya.
Sesampainnya di tujuan mereka, yaitu salah satu air terjun di Jogja. Mereka semua turun dari mobil, Rara merasa lega karena setidaknya ia bisa ngobrol dengan Alea dan keluar dari suasana yang sangat tidak nyaman baginya. Ternya untuk menuju air terjun tersebut, mereka harus menyusuri jalan tanjakan berbatu selama tiga puluh lima menit. Meski rasanya tak ingin, mereka tetap berjalan beriringan dengan Vania Jasmine memimpin menuju kesana karena melihat di internet bahwa air terjun ini sangatlah memukau. Tak seperti yang lainnya yang nyaman dengan baju yang dipakai, di perjalanan Rara justru banyak tak imbang karena kesulitan dengan baju yang ia pakai. Rara bergandengan dengan Alea agar tidak jatuh, namun ternyata ia tetap kesulitan hingga hampir terpeleset dan merasakan sakit dibagian kaki. "Lo gapapa ra, mana yang sakit" ucap Ray sambil mengajak Rara dan Alea sedikit menepi karena jalan tersebut satu arah. Merasa tak enak jika yang lainnya harus menghentikan perjalanan hanya karena dia "udah le sama yang lain kalo mau duluan aja, kasian daripada nungguin gue" ucap Rara pada teman-temannya. Akhirnya mereka lanjut berjalan karena tujuan masih jauh. Tinggalah mereka berdua, Ray dan Rara. Mereka duduk di tepi pohon, Rara meluruskan kakinya dan Ray membantu memijit kaki Rara agar sakit nya mereda. Setelah kaki yang sakit sudah mendingan dan siap untuk jalan kembali, Rara mengajak Ray untuk melanjutkan perjalanan. Bangkit dari duduk, Ray melepas jaket yang ia gunakan dan hanya menyisakan kaos putih lengan pendek. Jaket itu ia pakaikan pada Rara "biar ngga dingin, baju lo tipis banget" ucap Ray ketika melihat Rara kebingungan. Salah tingkah bukan main dan berusaha menetralkan perasaannya Rara justru tidak imbang dan akan jatuh jika saja tangan tidak langsung dipegang oleh Ray. "Udah kuat belom ra" tanya Ray memastikan. "Kuat kok Ray, udah ayok kita udah ketinggalan jauh" jawab Rara. Namun merasa ragu Ray pun berjongkok dan berniat menggendong belakang Rara. "Ngga usah Ray, gue kuat kok" ucap Rara dengan pipi yang sudah merona. "Udah ayo cepetan naik, daripada gue tinggal" ucap Ray tak mau dibantah. Akhirnya Rara naik ke gendongan Ray dan sepanjang perjalanan mereka selingi obralan dan candaan yang membuat mereka tertawa.
Sesampainya di air terjun, mereka akhirnya bertemu dengan teman-teman mereka yang sudah tiba dari tadi. Rara yang yang merasa malu dilihat teman-temannya akhirnya meminta Ray menurunkannya. Melihat seorang Rara dalam gendongan Ray, serta dengan jaket Ray yang membungkus tubuhnya amarah Vania memuncak. Baru saja turun dari gendongan Ray, tiba-tiba dari kejauhan Vania berlari dan mendorong Rara hingga terjatuh. "Lo tuh emang gak tau diri ya!" ucap Vania dengan amarah penuh, "apaan sih van" ucap Ray sambil membantu Rara untuk bangkit, namun tangannya langsung ditepis oleh Vania "Gak usah kecentilan jadi cewek bisa ngga sih, segala minta digendong Ray" ucap Vania. "Maksud lo apasih van, Ray yang maksa buat gendong gue karna kaki gue sakit" jawab Rara. "Halah alesan, lo tuh emang murahan manja-manja minta digendong cowo" ucap Vania menusuk hati. Merasa keterlaluan tiba-tiba PLAKKK... Rara menampar pipi Vania. "Gue udah sabar ya van akhir-akhir ini, lo tiba-tiba jutekin gue tanpa sebab yang gue tau dan bertindak seenaknya, tapi kali ini lo udah keterlaluan". Vania shock sambil memegangi pipi kanannya yang terasa panas. Merasa tak mau kalah, Vania ingin melayangkan tamparan juga kepada Rara. Namun belum sempat tangan itu mengenai pipi Rara, tangannya ditahan oleh Ray. "Gausah sentuh cewe gue" ucap Ray yang membuat Rara langsung menoleh padanya. Vania terkejut, hatinya mencelos lalu menunduk lesu.  "Kenapa sih ra, kenapa selalu lo yang dapet, selalu dapet apa yang gue pengen. Selalu lo yang masuk dua besar dikelas padahal gue udah belajar mati-matian, lo yang jadi kapten dance padahal gue duluan yang ikutan dance, lo yang selalu dipuji cantik semua orang. Kenapa ra, kenapa selalu lo" ucap Vania lirih. "Maafin gue van" ucap Rara sambil mendekat niat ingin memeluk sahabatnya itu, namun didorong kembali oleh Vania. Rara masih bisa menyeimbangkan tubuh. "Dan sekarang lo jadian sama Ray, cowo yang gue suka dari kelas 10" ucap Vania membuat Rara terkejut, ia tidak pernah tahu jika Vania menyukai Ray. Lalu Vania menatap mata Rara dengan tajam, seolah amarahnya sudah mendidih "Kalo aja Ray ngga Cuma mau ikut liburan ini kalo ngga ada lo, ngga bakalan gue biarin lo ikut. Gue benci lo ra, kenapasih lo selalu rebut kebahagiaan gue, kenapa gue harus temenan sama lo. Gue benci lo ra!!" ucap Vania setengah berteriak lalu berlari meninggalkan mereka semua.
Perasaan Rara berkecamuk, ia menyesal tak cukup mengerti perasaan sahabatnya itu. Rara berusaha mengejar Vania namun yang dikejar sudah jauh didepan. Saat sampai diparkiran ternyata Vania sudah menaiki motor tukang ojek dan buru-buru pergi dari situ. Begitu sadar kunci mobil ada padanya, Rara lalu masuk kedalam mobil dan mengendarinya dengan pikiran kalang kabut. Ia mengendarai mobil secepat yang ia bisa, hingga ia bisa melihat Vania dan tukang ojek yang ada di depannya. Entah apa yang dikatakan oleh Vania pada tukang ojek yang membawa motor, hingga motor tersebut melaju begitu cepat. Rara melihat Vania terus menangis "maafin gue Van, seandainnya gue tau lebih cepet" ucap Rara dalam hati. Rara menekan gas secepat yang ia bisa tanpa memperhatikan keselamatannya, hingga tiba-tiba mobilnya mati. Ditengah rel kereta. Pipi kanannya terasa tersorot lampu yang begitu terang, begitu ia menoleh ia sadar jika baru saja menerabas palang kereta api. Rara panik setengah mati. Namun sayang kecelakaan tak dapat dihindari. Sorot lampu kereta semakin dekat, ia sudah pasrah, mesin mobilnya mati dan tak bisa diapa-apakan, begitu juga dengan pintunya yang tidak bisa dibuka. Suara dengung kereta api memekakkan telinganya. Kilasan balik tentang pertengkaran dengan mamanya yang tidak mengijinkannya berangkat kesini, tentang nasehat tantenya, tentang kenangan dengan papa dan adiknya, serta kenangan dengan ketiga sahabatnya ketika semua ini masih baik-baik saja seolah berputar kembali diotaknya dengan latar suara tut..tut..tut..tut hingga.... BRAKKKK... kereta api tersebut menabrak mobil dengan Rara didalamnya. Rara menginat semua momen itu, badannya terguncang menubruk kaca, mobil menggelinding tiga kali, lalu masuk kedalam sungai setelah terseret sejauh 20 meter.
Ray menyaksikan semua itu, begitu juga dengan teman-temannya. Tubuhnya menegang ketika melihat kekasihnya tak berdaya dan ia tak bisa melakukan apa-apa. Alea dan Jasmine sudah meraung-raung. Hati mereka semua remuk, khawatir akan nasib Rara hingga memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Begitu mobil masuk kedalam sungai, Ray langsung menyebur tanpa memikirkan hal lain. Yang ada dipikirannya hanya Rara, para warga pun mulai berdatangan untuk menolong mobil tersebut. Dengan bantuan bapak-bapak yang ada disitu, akhirnya pintu mobil dapat terbuka. Rara dengan mata tertutup serta pipi yang berdarah-darah, adalah hal yang pertama kali ia lihat. "Ra bangun ra, bertahan ya gue mohon" ucapnya pada Rara saat berhasil mengeluarkan Rara dari mobil terbut. Sambil menggendong Rara dengan tak berhenti merapalkan doa, Ray membawa Rara masuk dalam mobil untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Bobi menyetir dan Ray Rara di belakang. Sedangkan Jasmine dimobil satunya untuk menenangkan Alea yang masih menangis tersedu-sedu bersama dengan Arya. Sesampainya di rumah sakit, Rara langsung dilarikan ke UGD untuk mendapatkan penangan dengan segera. Buru-buru Ray menghubungi keluarga Rara memberi tahu tentang kabar Rara. Yang diberi kabar tak kalah paniknya, suara tangisan mama Rara terdengar diseberang telfon, lalu cepat-cepat bersiap menuju Jogja. Semuanya bingung, semuanya sedih namun begitu mendapatkan penanganan dan dokter menyatakan Rara baik-baik saja barulah mereka lega.
Begitu membuka mata setelah berjam-jam tak sadarkan diri diruangan serba putih, pemandangan mama yang sedang menangis sambil memegang tangannya lah yang pertama kali Rara lihat. Setelah air sungai masuk kedalam mobil, tak ada yang ia ingat setelahnya. "Udah mama jangan nangis, Rara ngga papa" ucap Rara. "Rara maafin mama sayangg, akhirnya kamu sadar" jawab mamanya sambil memeluknya erat. Semua menoleh begitu mendengar suara Rara, lalu menangis lega karena Rara baik-baik saja. Alea dan Jasmine ikut memeluk Rara lalu dibalas dengan Rara. "Vania mana?" tanya Rara khawatir pada dua temannya. "Kita juga ngga tau dia dimana, semua udah coba hubungin tapi hasilnya nihil" Alea menjawab. Keadaan sekitika hening, semua kalut dengan pikiran masing-masing. Papa dan Rania baru datang membuka pintu, setelah membelikan makan untuk mereka semua mengingat mereka belum sempat makan dari pagi. "Kakakkk" seru Rania senang lalau memeluk sang kakak. Yang dipeluk hanya tersenyum sambil mengelus kepala adiknya. sambil memperhatikan semua yang ada diruangan tersebut, ia bersyukur masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu mereka kembali, hati kecilnya memanjatkan doa semoga ia tetap bersama orang ia sayangi selamanya.
Setelah dua hari dirawat, rencananya Rara sudah boleh pulang karena meski lukanya cukup parah yaitu jahitan pada pelipis serta memar dibeberapa bagian tubuh tetapi pemulihannya termasuk cepat. Hari ini teman-teman Rara akan pamit pulang ke Jakarta karena ada kegiatan masing-masing yang tidak dapat ditinggalkan. "Raraaa gue pamit ya lo cepet sembuh, nanti kalo udah sembuh total kita main-main lagi yaa" ucap Alea. "Maafin gue ya ra, gue nyesel banget sama apa yang gue lakuin kemarin-kemarin gue juga minta maaf soal Vania karena sampe sekarang dia gabisa dihubungin, gue harap perwakilan maaf gue bisa lo terima, gue pamit ya ra" ucap Jasmine. "It's okay guyss, udah ngga usah dipikirin gue ngga papa, ntar kita main-main lagi ya di Jakarta" jawab Rara sambil memeluk temannya. Setelah itu barulah Ray dan kedua temannya berpamitan dengan Rara dan kedua orang tua nya "Kita pamit ya om tante, saya juga mau minta maaf soal kejadian kemarin karena belum bisa jagain Rara" ucap Ray pada mama papa Rara. Hati Rara menghangat begitu melihat pacarnya meminta maaf pada orang tuanya dengan berani. Ya, mereka sudah jadian di air terjun kemarin, bagaimana caranya biarlah hanya mereka berdua yang tahu. "Iya tidak apa-apa Ray, selanjutnya harus bisa jagain anak saya ya" ucap papa Roy sambil menepuk pundak Ray. "Siap om" jawab Ray. Setelah itu mereka saling berpamitan "Bye sayang, see u di Jakarta ya" ucap Ray sambil mengelus puncak kepala pacarnya. Pipi Rara memanas, ucapan Ray hanya ia balas anggukan sambil tersenyum karena tersipu malu. Semua yang ada dalam ruangan tertawa melihat kelucuan mereka berdua. Mereka pun meninggalkan ruangan tersebut satu persatu, dan tersisalah hanya Rara dan keluargannya.
Keesokannya Rara sudah boelh pulang, dan mereka sekeluarga memutuskan berangkat ke Jakarta hari ini juga sesuai permintaan Rara. Siang ini setelah mengemas koper, mereka masuk ke dalam mobil dan bersiap menuju Jakarta. Di dalam mobil Rara memutuskan untuk istirahat sampai setengah perjalanan. Dering telfon membangunkannya, ia angkat telfon tersebut dengan setengah sadar. "Ada apa mine, gue masih dijalan ini" ucap Rara. "Ra lo jangan panik ya gue mau kasih tau sesuatu" jawab Jasmine dengan suara parau seperti habis menangis. "Iya mine ada apa, kenapa suara lo gitu" ucap Rara penasaran. "Rania meninggal ra, bunuh diri dikamarnya tadi malem. Ternyata kemaren abis kejadian air terjun dia langsung balik Jakarta, ini gue baru dapet kabar dari orang tua nya, besok pemakamannya ra" ucap Jasmina hati-hati. Serasa dunia nya runtuh, hanya kalimat pertama Jasmine yang bisa ia dengar selanjutnya pikirannya blank. Handphone nya terjatuh sangking ia tak kuat menahan rasa sesak didada nya, ia menangis begitu kencang. "Kenapa sayang ada apa kok nangis" ucap mama Rara panik "Halo jasmine ada apa ya, kok ini Rara tiba-tiba nangis" ucap mama Rara sambil menempelkan handphone Rara ke telingannya. Begitu mendengar perkataan Jasmine dan mematikannya, mama Rara pun menenangkan Rara. "Rara belum sempet minta maaf langsung ke Vania ma, Vania sahabat Rara, Vania pergi gara-gara kesel sama Rara ma" ucap nya sambil menangis. "Sayang dengerin mama, pertengkaran kalian ngga ada hubungannya dengan takdir Vania, itu pilihan hidup Vania mendingan kita doain Vania supaya tenang disana, ikhlas ya sayang" ucap mama Rara menenangkan. Rara hanya mengangguk sambil menangis, tak lama telfon dari Ray terdengar dan menenangkan Rara. Pikirannya kosong, yang dilakukan sepanjanga perjalanan menuju Jakarta hanyalah menangis.
Sesampainnya di Jakarta hari sudah larut, tetapi Rara tetap menangis merasa bersalah pada temannya itu. Rara langsung naik ke kamar dan meringkuk di kasur, menangis sepanjang malam. Hingga keesokan harinnya keaadaan Rara tetap sama. Merasa ucapannya tak mempan, Rena pun meminta suaminya untuk menenangkan Rara. "Sudah siap sayang ke pemakamannya?" ucap Roy begitu memasuki kamar Rara. Duduk ditepi kasur sambil mengelus kepala anaknya yang sedang melamun "Jangan nyalahin diri sendiri terus ya sayang, semua ini sudah jalannya Tuhan. Ngga ada yang tahu kita didunia ini sampai kapan, selagi Tuhan masih kasih kita kesempatan, gunakan dengan baik.  Yang penting sekarang Rara maafkan Vania dan selalu berdoa buat dia" ucap Roy menasehati. Rara pun menoleh dan memeluk papanya "Vania maafin Rara ngga ya pa disana" tanya Rara sambil tersenyum sendu. "Semoga ya sayang, kita berdoa sama-sama. Bukan salah kamu jika memang pertengkaran kalian karena perasaan iri Vania, tapi untuk semua ucapan maupun perbuatan Rara lainnya yang mungkin menyakiti hati Vania semoga Vania memaafkan ya sayang. Rara juga jangan lupa minta ampun sama Tuhan, bawa Vania dalam doa selalu" ucap papa Rara dan dibalas anggukan oleh Rara. "Sudah siap kan, ayo kita berangkat" ucap papa Roy sambil menggandeng anak sulungnya.
Pemakaman berjalan dengan lancar, Rara dan teman-temannya meminta maaf kembali disamping makam Vania sebelum tanah itu ditutup. Setelah itu mereka berpamitan dengan orang tua Vania, namun sebelum Rara pergi tangannya ditahan oleh mama Vania, "Maafin Vania ya ra, ngga perlu nyalahin diri kamu sendiri ya. Ini sudah takdir Tuhan" ucap mama Rara lalu memeluk Rara. Yang dipeluk hanya bisa menangis sambil mengingat sahabatnya itu Ray yang terus merangkul menguatkan Rara disampingnya, menuntun Rara untuk jalan meunuju mobil. Didepan mobil, Rara berpamitan dengan yang lainnya lalu masuk ke dalam mobil. Rara dan keluarga masuk kedalam mobil, lalu mobil dijalankan.
Melihat teman-temannya satu persatu dari dalam kaca mobil, ia tersenyum sendu. Ia melihat Ray, Alea, Jasmine, Bobi, Arya, dan teman-teman yang lainnya "kasih Rara kesempatan buat bareng mereka lebih lama ya Tuhan, Rara mohon" ucap Rara dalam hati. Menoleh pada mama, papa, serta adiknya ia pun kembali dibuat bersyukur. Memiliki keluarga yang selalu ada untuknya namun sempat ia sia-sia kan karena tak mau menurunkan egonya. Ia berjanji pada Tuhan, tak akan lagi menyia-nyiakan kesempatan Tuhan, kesempatan untuk bersama orang yang ia cintai, kesempatan untuk waktu bersama mereka, kesempatan berbuat baik, kesempatan untuk hidup, serta kesempatan Tuhan lainnya yang harus ia syukuri. Tak ada yang tahu kapaan Tuhan panggil kita untuk berpulang padanya. Semua kematian datang tiba-tiba, tidak peduli seberapa siap kamu menghadapinya. Selagi kesempatan masih ada maka gunakanlah dengan baik. Mobilpun sampai dirumah dengan selamat, mereka sekeluarga pun turun dengan perasaan lega.

TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kesempatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang