Chapter 3 : Win-win solution

1.9K 120 5
                                    

Jane tidak pernah jadi orang paling kurang kerjaan selama ia hidup. Tetapi, lelaki bernama Andrew Morgan memaksanya melakukannya. Setelah mendapat informasi jika Andrew tinggal di gedung yang sama dengannya, Jane jadi semakin sering menghabiskan waktunya untuk duduk cantik di lobby.

Bukan untuk menarik perhatian Andrew. Sama sekali bukan karena itu. Tetapi, karena ia perlu mencari tahu kebiasaan laki-laki itu.

Seperti kata Sun Tzu dalam bukunya, "Jika Anda mengenal musuh dan diri Anda sendiri, Anda tidak perlu takut akan hasil dari ratusan pertempuran."

Jane termotivasi untuk mencari tahu Andrew lebih jauh. Ia tidak boleh meremehkan Andrew Morgan. Jika ia meremehkan laki-laki itu, ia yang justru terjebak akan kekalahan di depan matanya.

Sudah dua minggu dan Jane tidak mendapatkan hasil apa-apa. Laki-laki itu tidak diketahui pulang jam berapa dan berangkat ke kantor jam berapa. Ia hampir menyerah. Langkah terakhir hanyalah mendatangi penthouse miliknya untuk langsung menemuinya.

Bisa jadi, Andrew memang tidak tinggal di sini, pikirnya.

Jane mengerutkan dahinya, mempertanyakan di mana Andrew tinggal. Untuk orang sekaya Andrew, pria itu mungkin punya apartemen lain atau bisa jadi rumah. Bisa jadi ia hanya iseng membeli gedung ini.

Semua kemungkinan bisa saja terjadi.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Jane tersentak mendengar suara seseorang. Cepat-cepat ia menoleh mencari tahu siapa laki-laki itu.

"Kamu mengagetkan aku, Sean." protesnya.

"Aku sudah melihatmu duduk beberapa hari terakhir. Apa yang sebenarnya kamu lakukan, Jane?"

"Oh, itu—" Jane membuang muka mencoba mencari alasan yang masuk akal. "Hanya bosan, aku butuh angin segar."

"Kamu tidak membaca setumpuk novel di kamarmu?" Sean bahkan lebih tahu kebiasaannya dibanding dirinya sendiri.

"Kubilang aku bosan." katanya lagi.

"Bahkan saat pagi hari?"

Jane menatap Sean dengan tatapan penuh tanda tanya. Ia menyipitkan matanya memandang laki-laki itu. Mencoba menyelidiki bagaimana laki-laki itu tahu banyak hal tentangnya.

"Kamu tahu banyak tentangku, Sean." tegurnya.

"Aku tahu karena aku sering melihatmu duduk di tempat yang sama, entah pagi atau malam hari." Sial, dia pengamat yang baik. "Sebenarnya, apa yang kamu lakukan?"

"Bosan, di kamar terlalu panas jadi aku memutuskan duduk di sini." Sean menyipitkan matanya. Sepupunya itu sama sekali tidak mempercayai Jane. Padahal perempuan itu sudah berusaha bicara semeyakinkan mungkin.

"Aneh," komentar Sean setelahnya. "Kamu biasanya malas keluar rumah,"

"Lagipula, memangnya apa yang kamu lakukan sampai beberapa kali melihatku duduk di sini?"

"Aku punya perusahaan dan harus datang ke tempat client-ku." Jane mengangguk mengiyakan. Matanya menilai Sean dari atas ke bawah. Ia menggunakan kaos polo biru tua dengan celana pendek yang senada.

"Kamu cukup santai untuk bertemu dengan client."

"Aku cuma bertemu Andrew, kenapa aku harus menggunakan jas dan kemeja?"

"Tunggu!" Jane mendelik mendengar perkataan Sean. "Andrew?"

"Andrew temanku, dia salah satu client-ku." Jane sontak berdiri ingin mendengarnya lebih jelas.

"Kamu datang ke tempatnya? Di sini?" Sean bingung melihat Jane yang heboh. Tetapi ia tetap mengangguk menjawab pertanyaan perempuan itu.

"Ada apa?"

Games With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang