Apa yang kalian lakukan selama di sekolah jika pulang telat ke rumah sampai langit sudah mulai berubah warna menjadi warna senja? Mungkin ada kegiatan lain yang berhubungan dengan sekolah, seperti ekstrakurikuler, rapat osis atau kerja kelompok. Tapi, tidak dengan anak perempuan dengan rambut hitam sebahu itu yang saat ini sedang berdiri sambil menunggu angkutan umum yang akan membawa nya pulang di depan pintu gerbang sekolah. Keadaan sekolah saat ini sudah mulai sepi, hanya ada beberapa anak yang masih menetap di sekolah dikarenakan sedang ada kegiatan.
Arin namanya. Padahal Arin benci sekali pulang sampai sore hari kayak gini. Tapi kali ini berbeda, malahan dia sengaja buat pulang telat hari ini. Alasannya tidak masuk akal, dia hanya terlalu malas untuk pulang ke rumah. Arin menatap sekelilingnya yang merupakan jalan raya. Setiap sore jalanan selalu ramai kendaraan yang berlalu-lalang karena sore merupakan jam nya orang-orang pulang setelah seharian berkegiatan di luar.
Arin sudah berdiri hampir setengah jam tetapi tidak ada satupun angkutan umum yang lewat. Sabar katanya merupakan kunci kesuksesan, jadi tidak ada salahnya dia menunggu lebih lama lagi. Hidup ini juga selalu tentang menunggu, menunggu hal yang tidak pasti menjadi pasti. Arin merupakan tipikal orang yang tidak suka menunggu. Jadi, selama menunggu sesuatu apa aja yang akan membawa nya pulang ke rumah sore ini, dia mendecak sebal dan menyesali kenapa dia memutuskan untuk pulang telat hari ini.
Mungkin dunia saat ini sedang berpihak kepadanya karena, saat jam sudah menunjukkan pukul lima sore tiba-tiba ada seseorang yang mengajaknya berbicara. Anak laki-laki bersurai hitam legam yang agak mulai memanjang dengan seragam yang sedikit tidak beraturan dan wajahnya yang terlihat lelah itu sedang menawarkan Arin tumpangan untuk pulang.
"Kok kamu belum pulang jam segini? Rumah kamu arah mana? Kalau searah, bareng aja ayo, bahaya anak cewe masa pulang sendirian jam segini," Ujarnya dengan nada yang lembut.
Arin bengong sebentar, bingung harus menjawab seperti apa. Pasalnya, dia tidak terlalu kenal dengan anak ini, cuma sekedar tau bahwa kelas mereka bersebelahan aja, dan tidak pernah berinteraksi sama sekali. Tapi kali ini, anak laki-laki itu mengajaknya berbicara—lebih tepatnya menawarkan nya sebuah tumpangan. Baik hati sekali pikir Arin.
"Arah sana kok, kalau kamu arah mana? " Respon Arin setelah beberapa sekon melamun memikirkan jawaban sambil menunjukkan arah jalan pulangnya. Si anak lelaki tadi mengangguk tanda bahwa mereka searah dan langsung menyuruh Arin menaiki motornya di jok belakang. Tidak mungkin Arin lebih memilih menunggu angkutan umum lewat daripada anak baik hati yang mau menolongnya. Daripada Arin pulang ke rumah sampai malam, maka dia tidak menyia-nyiakan tawaran itu.
"Makasih tumpangan nya ya, Jo." Ucap Arin setelah diturunkan di depan rumahnya dengan selamat.
"Sama-sama," balas si adam sambil melambaikan tangan dan melanjutkan perjalanan pulangnya.
Joshua adalah nama anak lelaki tadi, dipanggil Jo karena pikir Arin biar lebih singkat. Selama perjalanan pulang tadi Arin takut suasana di antara mereka terasa canggung. Tetapi ternyata tidak, obrolan mereka mengalir lancar karena ternyata keduanya sefrekuensi dan memiliki hobi yang sama. Percakapan terjadi dikarenakan Joshua yang mengajak Arin berbicara, dan Arin yang menanggapi nya dengan semangat.
Mungkin interaksi yang terjadi di antara mereka hanya sampai pada sore hari itu aja. Tetapi ternyata tidak, Joshua yang merupakan anak yang dikenal cukup ramah itu sesekali masih menyapa Arin saat sedang berpas-pasan dan Arin yang membalas sapaan nya dengan senang. Pernah sesekali Joshua mengajaknya untuk jalan ke kantin bersama, dan Arin yang selalu menerima ajakan nya.
"Rin temenin aku ke kantin yuk! Kamu aku bayarin tenang aja," Siapa yang akan menolak tawaran seperti itu? Yang pasti Arin akan langsung menerima nya dengan semangat.