🌼🌼🌼
Suara komentator terdengar bersahutan. Menjelaskan secara langsung yang terjadi di lapangan. Sorak-sorai penonton terdengar riuh kala bola yang ditendang berpindah dari satu kaki ke kaki lainnya. Menyorakkan semangat pada pemain agar terlecut mencetak poin.
Cepat dengan tangan kanannya yang bebas, Aldric mematikan suara televisi. Menoleh pada seseorang yang muncul dengan sebuah nampan dan cangkir putih di atasnya. Perempuan yang tadi sempat mengucapkan maaf berkali-kali karena keteledorannya sebagai dokter penanggungjawab.
"Oh."suaranya terdengar lembut terdengar. Menatap pada Aldric yang kini mengangkat cangkir dengan warna yang sama di depan dada.
"Kalo dokter ngajakin saya ngopi, saya sudah punya duluan."selorohnya. Perempuan itu tampak meringis kecil. Lantas mendekat pada Aldric dan menaruh nampan di atas nakas.
Tangannya lalu terulur meminta cangkir yang Aldric pegang.
"Gak baik."
"Ya?"
"Kopinya."
Aldric mengangkat alis bingung. Tetap mengulurkan cangkir miliknya pada si perempuan yang langsung menaruh di nampan lantas segera menukar dengan cangkir baru yang dibawanya tadi.
"Namanya chamomile tea. Punya sifat sedatif alami. Meningkatkan kualitas tidur karena bisa mengendurkan otot."
Tangan kanannya mengambil cangkir hangat itu, lantas menghidu sebelum menyesapnya pelan. Rasanya manis dan aromanya harum.
"Saya minta maaf karena teledor sekali hari ini. Bahkan tidak melakukan perawatan yang seharusnya. Tangannya sudah di gips dengan baik?"
Oh jadi ini adalah sogokan permintaan maaf?
"Dokter Hanum merawat saya dengan baik."
Perempuan itu mengangguk. Menunggui Aldric meminum seluruh tehnya dalam diam. Tidak lagi mengatakan apapun. Yang tidak membutuhkan waktu lama karena laki-laki itu sudah menaruh kembali cangkir di atas nampan tak bersisa.
"Enak. Saya suka."
"Kamomil termasuk teh bebas kafein. Ada antioksidan bernama apigenin di dalamnya. Biasanya berguna untuk mengurangi kecemasan dan bagus sekali di konsumsi sebelum tidur."
Aldric mengangguk. Ia membiarkan sang dokter mengambil remote televisi lantas menekannya mati. Juga menurunkan ketinggian kasurnya hingga nyaman untuk posisi tidur. Sang dokter lantas melepas stetoskop dari lehernya, memasang di kedua telinga lantas menunduk pada tubuh Aldric.
Menempelkan besi dingin itu di permukaan dadanya. Sang dokter lalu mengernyitkan dahi sembari menelengkan kepala.
"Aneh."bisiknya pelan.
Aldric menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara. Bahkan setelah sang dokter menjauh dan mengambil kirinya dan menyentuhnya lembut.
"Sakit?"
Gelengan menjadi jawaban yang diberikan oleh Aldric.
"Detak jantungnya terlalu cepat. Kalo bukan karena menahan sakit mungkin efek kopi yang diminum tadi."simpul sang dokter yang membuat senyum tertarik di sudut bibir Aldric.
Sang dokter lalu merapikan selimutnya, menarik ke atas hingga dada dan menepuknya pelan.
"Selamat malam. Semoga malam ini tidurnya bisa nyenyak."
Baru saja sang dokter akan melangkah, Aldric memanggilnya pelan.
"Ya?"
"Saya butuh di rawat dan pemulihan setahun ke depan, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night Before
ChickLit"Udah?" Ia mengangguk pelan. Membiarkan dirinya menangisi segala hal yang sudah dilakukannya bertahun-tahun ini. "Mau peluk?" Ia merangkak mendekat. Membiarkan tubuhnya dibawa dalam pelukan. Wangi musky yang menguar dari tubuh laki-laki itu membuatn...