(21+) Bagian 3

252K 2.7K 70
                                    

Happy Reading!

"Ahhhhhhhhhhhh" Elia mendesah panjang dengan tubuh yang kembali mengejang. Ia mencapai pelepasannya yang entah sudah berapa kali untuk malam ini. Tubuhnya sudah sangat lelah dan kewanitaannya terasa sakit namun tuan Revin terlihat tidak peduli dan terus saja menghujam tubuhnya kasar.

"Sud..sudahhh tuannn.." ucap Elia lirih membuat Revin berhenti bergerak.

"Aku belum keluar." ucap Revin egois lalu menunduk untuk memberikan ciuman pada bibir wanitanya.

"Empptt.. enghh" Elia kembali melenguh saat tuan Revin kembali bergerak disela ciuman mereka.

Revin menyudahi ciumannya lalu melirik jam yang ada di dinding. Sudah jam empat pagi. Itu artinya mereka sudah bercinta hampir enam jam.

"Hhhh.. enghhh"

Revin menatap wanitanya yang sudah lemah tak berdaya mungkin sebentar lagi pingsan. Merasa kasian akhirnya Revin memutuskan bahwa ini akan menjadi yang terakhir untuk pagi ini.

"Tahannn.. shhh"Desis Revin lalu memegang kedua kaki Elia kemudian menghujam cepat, keras dan dalam membuat tubuh Elia kelonjatan.

Plok plok plok

"Arghh.. Arghhh.. Arghh" Elia menjerit lalu meremas sprei untuk mengalihkan rasa sakitnya. Kewanitaannya yang mungkin sudah lecet dan kini malah dihujam semakin kasar. Benda besar itu seolah ingin menghancurkan tubuhnya dengan menumbuk sangat dalam.

Sedang Revin hanya berkonsentrasi pada miliknya yang begitu terpuaskan oleh kewanitaan Elia. Miliknya terasa dijepit dan dipijat dengan kuat.

"Ahhh" Revin mendongak menahan rasa nikmat lalu menambah laju hujamannya saat miliknya terasa berkedut dan membesar.

"Akhh.. nghhhh" Elia melotot dengan tubuh yang kembali menegang. Revin yang melihat itu langsung menjatuhkan tubuhnya menindih wanitanya tanpa menghentikan gerakannya.

"Tu.. tuannnnn ahhhh" Desah Elia tertahan. Ia meremas kuat rambut tuan Revin sedang Revin meneggelamkan kepalanya di leher Elia. Memberikan leher itu beberapa gigitan dan tanda lainnya.

"Ahhhhh"Teriak Revin lalu menghentak membabi buta hingga membuat ranjang yang mereka tempati ikut bergoyang, dan_

Prakkk brukkkk

"Arghh" jerit Elia saat ranjang yang mereka tempati rubuh. Mungkin kegiatan selama enam jam membuat ranjang kayu itu juga menyerah.

Sedang Revin nampak tidak peduli dan terus saja bergerak. Ia hampir sampai.

Plok plok plok

Tiga hujaman kuat yang Revin berikan berhasil membuat tubuh keduanya mengejang bersama dan kembali membanjiri kasur.

"Hahhhh" Elia mulai melemah, kedua matanya terasa berat lalu menutup sempurna. Ia pingsan.

Sedang Revin hanya diam menatap wajah wanitanya lalu mengelus wajah yang dipenuhi keringat itu penuh cinta.

Cupp

"Eliaku."gumam Revin setelah mengecup bibir wanitanya lalu berguling ke samping dan ikut  memejamkan mata.

Pagi harinya, di rumah mewah terlihat seorang wanita sedang berlari menuju kamarnya.

"Mas, mas Revan!"panggil Mawar membangunkan suaminya.

Revan yang sebenarnya sudah bangun namun tetap menutup matanya. Istrinya pasti sedang kalut karena Revin tidak di rumah padahal hari ini adalah pertunangannya.

Bukk

"Bangun! Kalau mas nggak bangun. Aku bakal ngambek dua minggu."ancam Mawar membuat Revan mau tak mau membuka matanya.

"Ada apa, sayang?"tanya Revan malas.

"Ck! Bangun dulu! Duduk dengan benar."omel Mawar membuat Revan mau tak mau segera bergerak duduk.

"Apa terjadi sesuatu yang besar hingga istriku ini harus membangunkan suaminya seperti ini?"tanya Revan sembari menarik lengan Mawar agar masuk ke dalam pelukannya.

"Ini bukan saatnya pelukan. Mas harus kerahkan semua anak buah yang kita miliki."ucap Mawar membuat Revan mengangguk.

"Revin pasti baik-baik saja, sayang. Tidak perlu pikirkan anak itu."ucap Revan menenangkan istrinya.

"Kok Revin sih. Yang hilang itu Elia, mas. Putri pak Hasyim, pengurus kebun kita."

Hah?

Revan mengerjap."Elia?"

Mawar mengangguk."Pak Hasyim bilang Elia tidak ada dibangunan belakang. Sudah dicari di mana-mana tapi belum ditemukan."

Revan segera turun dari tempat tidur.
"Kapan hilangnya?"

Mawar menggeleng dan segera mendekati sang suami."Ayolah, mas. Kerahkan semua anak buah yang mas punya. Pinta mereka mencari Elia."ucap Mawar memelas. Walau Elia baru tinggal di sini selama satu tahun, tapi Mawar sudah menganggap gadis itu sebagai putrinya. Lily dan Elia bahkan berteman sangat baik.

Revan berbalik dan memeluk istrinya."Kau tenang saja. Kita pasti akan menemukan Elia."ucap Revan lembut.

Mawar mengangguk lalu meminta agar pelukan pada tubuhnya dilepas.

"Aku akan bicara dengan keluarga Monica bahwa pertunangannya ditunda. Tidak mungkin kita adakan jika salah satu keluarga kita hilang."ucap Mawar lalu melangkah mengambil ponselnya.

Sedang Revan hanya diam lalu memijat keningnya.

"Revin!" desis Revan kesal kemudian melangkah memasuki kamar mandi.

Lima belas menit kemudian. Saat Revan keluar dari kamar mandi, ia sudah melihat istrinya dengan wajah kesal.

"Ada apa, sayang?"tanya Revan mendekat.

Mawar segera menunjuk ponselnya."Mereka kekeh ingin pertunangan tetap dilakukan. Menyebalkan sekali."gerutu Mawar.

"Ya sudah batalkan saja!"ucap Revan santai.

Mawar menghela napas."Mana bisa begitu. Kenapa mas selalu menggampangkan sesuatu."omel Mawar lalu meletakkan ponselnya.

"Mau ke mana?"tanya Revan.

"Ke kamar Lily. Dia pasti khawatir jika tahu kalau Elia hilang."ucap Mawar lalu melangkah pergi sedang Revan hanya bisa menangis.

"Lalu siapa yang mengurusku?"gumam Revan kesal.

Bersambung

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang