Bagian 10; Hujan

392 44 5
                                    

Seharusnya, Bandung gak bakal terasa sedingin ini kalau aja hujan gak mengguyur deras ibu kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seharusnya, Bandung gak bakal terasa sedingin ini kalau aja hujan gak mengguyur deras ibu kota. Tempat dimana Ali masih dirawat selama sebulan lamanya, lama lama pemuda itu malah jadi betah sama bau rumah sakit, terutama sama makanan hambarnya yang gada tambahan micinnya sama sekali.

Ali kedinginan, rumah sakit selalu terasa dingin. Namun kali ini ia merasa hangat karena seseorang, tak lagi hanya bisa memeluk selimut yang bahkan sama dinginnya seperti suhu ruangan di minggu pertamanya.

"Ali, kamu harus minum obat, udah lewat sepuluh menit loh."

Ali mengerang kesal, sebab matanya semula tertutup karena mengantuk menjadi terbuka lebar lebar, menatap sebal pada Jendral yang kini juga ikut berbaring diranjang dan meminjamkan lengannya untuk dijadikan bantalan.

Setelah kejadian 'cium-mencium' beberapa minggu yang lalu (Ali lupa) mereka menjadi dekat seperti semula. Teman teman Jendral pun sering sekali datang menjenguknya, terlebih ketika Jendral tak bisa menemaninya maka teman temannya diminta untuk menggantikan.

Bukannya apa, Jendral hanya ingin membantu Ali karena ujian akan datang satu bulan lagi. Dalih Jendral itu pun berhasil meyakinkan Langit untuk mengizinkannya datang setiap pulang sekolah. Padahal mah, mau ngapel ke si cantik.

"Nanti ah, aku mau tidur, ngantuk!!!!!" Ali merengek sambil mulet mulet, badannya jadi berpindah ke sisi Jendral dan alhasil yang badannya lebih besar terpaksa turun.

Jendral mengambil obat, sesuai resep dokter, ia sengaja menghafalnya jadi tak perlu membaca tulisan yang hanya segaris itu. "Sayang, sini." Penggilnya lembut.

Ali mendelik, apa apaan sayang sayang?!!!!

Pemuda itu tak menurut, selimut tebal Ali buat untuk bersembunyi. Jendral terkekeh melihat buntalan diatas ranjang itu, ia bangkit untuk lebih mendekati. Tangan sebelah kanannya menarik selimut secepat kilat, sementara tangan kirinya langsung menekan kedua pipi gembil Ali dan memasukkan obat kemulutnya.

Waduh, teu bahaya kah?

Ali susah payah menelan obatnya, sambil menangis nangis karena rasanya pahit di lidah. Jendral ikutan meringis kala pisang yang digenggam Ali jadi benyek gara gara sang empu marah.

"Marah marah terus bocil." Ledeknya. Ali mendelik lagi sambil ngunyah pisang, Jendral yang ga tahan sama pipi gembulnya itu langsung dicium bertubi tubi.

"IH JENDRAL AKU MAU NELEN!!!!"

Jendral ketawa ketawa aja, tiga minggu ini dia kerasa lebih hidup karena Ali. Disamping masalahnya yang masih belum selesai sama Ribi, Jendral mau nuntasin semua pelan pelan.

Tiba tiba aja tatapannya melembut, Jendral ngusap pipi pucat Ali dengan sayang. Pelan banget, seolah Jendral gak mau setiap detik terlewat tanpa mengagumi salah satu anugrah Tuhan satu ini.

"Bahagia terus ya Ali, karena bahagianya aku juga bahagianya kamu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bandung; HoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang