01. Silam (MinSung)

547 16 4
                                    

Cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cinta ....

Bagi setiap orang, cinta memiliki warnanya sendiri. Setiap hati melihat warna yang berbeda saat cinta datang, disesuaikan dengan rasa apa yang tengah mendominasi hati dan pikiran mereka. Mungkin merah, biru, hitam, putih atau bahkan abu-abu.

Tapi bagi Harsa, cinta hanya memiliki satu warna akhir, yaitu hitam. Walaupun warna lain berpendar diawal kisah, tapi saat semua warna itu tercampur, yang dihasilkan tetaplah hitam. Pekat dan gelap.

Cinta itu menyakitkan, membawa air mata, menyiksa hati bahkan bisa saja membunuh, entah hanya sekadar kematian hati ataupun juga binasanya raga.

Tapi manusia tak jua bosan untuk mengulang kisah cinta, walau pada akhirnya harus berkali-kali terjatuh, terluka, berdarah, sekarat bahkan nyaris tewas.

...

Saat ini, Harsa kian yakin, jika cinta hanya memiliki satu warna akhir, yaitu hitam. Hal itu terjadi saat dengan terpaksa Harsa harus melepas Satria, sosok yang selama tiga bulan terakhir selalu menemani hari-harinya.

Satria adalah sosok yang mampu meyakinkan Harsa, bahwa cinta itu tak selalu berakhir dengan warna hitam. Sosok itu juga yang mampu membuat Harsa yakin, bahwa tak selamanya hitam berartikan kegelapan, kedukaan, dan kematian.

Tapi di saat yang sama, Satria pula lah yang membuat Harsa kian yakin bahwa hitam adalah warna asli dari cinta itu sendiri. Keterpaksaan melepas dalam rasa sakit hati, membuat Harsa berkubang dalam kekecewaan.

Sakit. Sesakit-sakitnya. Tak lagi mampu tertuliskan dan terlukiskan. Tak lagi mampu terdefinisi. Tapi Harsa bertahan untuk tetap waras. Menerima semua kenyataan. Satria tak lagi cinta, itu artinya tak ada lagi alasan untuk terus bersama.

...

Harsa menatap Satria dari kejauhan. Tempat yang sesungguhnya terlalu jauh untuk hati, yang dilanda rindu namun sekaligus menjadi jarak teraman agar tetap dapat menikmati si objek rindu.

Harsa terus menatap sosok, yang pernah menguasai dan sejujurnya masih menguasai satu sisi hatinya. Sosok yang selalu diinginkannya untuk hadir walau hanya dalam bentuk mimpi dan harapan. Sosok yang pernah menjadi alasannya untuk tersenyum, di tengah penatnya diri menjalani hidup.

Bukan kesempurnaan fisik yang menjadi pesona Satria di mata Harsa, tapi keceriaan dan kesederhanaan seorang Satria, yang mampu membuat Harsa jatuh hati sekaligus jatuh cinta. Ketika jiwa lain memuja ketampanan sosok itu, Harsa justru terpesona oleh renyahnya tawa seorang Satria. Bagaimana kedua netra itu selalu memancarkan kebahagiaan.

Hati Harsa dipenuhi rasa tenang saat melihat senyum bahagia terukir di wajah Satria, yang menjadi pertanda bahwa mantan dunianya itu masih baik-baik saja. Itu cukup Harsa. Cukup membuat Harsa merasa semua baik-baik saja.

Sepasang netra Harsa begitu gamblang memancarkan rasa cinta, yang begitu dalam. Sayang sekali, Satria seolah buta akan hal sekentara itu.

...

(Not) Happy Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang