BAB 3 : Kukis Ringo Menyatukan Kami

58 17 4
                                    


(Dilarang plagiat)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Dilarang plagiat)

Suara hentakan kuda menggema di dalam rumah kecil yang menjadi tempat tinggal Ringo dan Arin. Keberadaan Centaur, sesosok makhluk mitologi Yunani, benar-benar mengusik kehidupan para anak muda di sana. Banyak dari mereka yang membenci kehadirannya karena gangguan yang diakibatkannya.

"Halo, bapak tua. Bisa kah dirimu pergi dari sini?" ucap Arin tanpa malu, meskipun sebenarnya dia bermaksud membalikkan fakta. Subani, Centaur yang pertama kali masuk tanpa izin, terlihat tidak tahu malu. Bahkan suara keempat kakinya begitu mengganggu, sampai tiga rumah para anak dewa dapat mendengar langkahnya.

"Kenapa kalian tinggal di sini?" tanya Subani, pertanyaan yang membuat perut Arin langsung terasa tidak enak. Gadis itu merasa bosan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu, yang telah dilontarkan semenjak kedatangannya di kamp.

Ringo baru saja keluar dari dapur dan menemukan Subani dan Arin sedang bertengkar. Lelaki itu merenung tentang banyak hal, termasuk fakta bahwa dia tidak mendengar suara langkah Subani.

"Aku akan mengizinkan kalian tinggal bersama. Tapi bisakah kamu membawa anak dewa lainnya?" ucap Subani.

Arin berusaha mengingat anak dewa lain yang masih memiliki hubungan darah dengan Zeus. "Sebentar. Aku lahir terlebih dahulu dari Ringo. Karena Ringo adalah anak Zeus, bukankah dia yang tertua di antara kami?"

"Kamu benar, Rin," jawab Prinka yang tersenyum.

"Prinka, aku melupakanmu. Bukankah kamu anak Dewi Artemis?" tanya Ringo.

Prinka hanya mengangguk dan memilih masuk ke dalam. Ringo terlihat asyik duduk di sofa tua yang kini sudah berwarna hijau tua, mirip dengan warna lumut yang menempel di kaki Subani.

Prinka tersenyum dan mengambil camilan yang dibuat oleh Ringo. "Cemilan yang begitu sehat."

"Ya, karena aku hanya menggunakan sayur bayam untuk kukis ini." Prinka terkejut mengetahui kukis yang dia makan adalah bayam, yang jarang dimasak oleh banyak orang.

"Kamu membuat ini sendiri?" tanya Prinka sambil mengambil potongan kukis kedua. Mulutnya tidak berhenti mengunyah kukis yang lezat, melebihi harga dirinya sebagai seorang perempuan yang seharusnya bisa memasak.

"Bahkan aku saja tidak bisa memasak. Apalagi membuat kue selezat ini."

"Syukurlah kamu menyukainya. Aku pertama kali membuatnya. Ini adalah resep Ibuku." Ringo tersenyum dan melirik potongan kukis yang tersisa enam potong.

"Bisakah kamu menyisakan buat Arin? Dia belum mencobanya."

Prinka mengangguk dan tersenyum. "Ah, maaf. Tapi ... ini terlalu enak."

Ringo tertawa kecil. Dia senang melihat antusias Prinka yang begitu menyukai kue buatannya.

Langkah Subani kembali terdengar, membuat Prinka dan Ringo membalikkan badan mereka melihat pria tua itu berjalan menjauhi rumah mereka. "Syukurlah, dia sudah pergi," bisik Prinka yang tertawa sendiri.

Ringo : Catching Fire (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang