(21+) Bagian 7

170K 2.1K 46
                                    

Happy Reading!

Mawar menghela napas. Berapa kalipun ia pikirkan tidak mungkin seseorang bisa diculik di rumahnya. Ada banyak penjagaan disetiap gerbang, dan mustahil bisa lewat begitu saja. Apalagi yang diculik adalah Elia, putri seorang pengurus kebun. Pengawas cctv juga mengaku tidak menemukan adanya penculikan yang terjadi di area kebun.

Tok tok

Ceklek

"Mama."Panggil Lily membuat Mawar tersenyum dan meminta putri kesayangannya itu untuk masuk.

"Kemarilah, sayang! Dan katakan apa yang kau inginkan."ucap Mawar lembut.

Lily segera melangkah dan memeluk mamanya."Kak Jevin bilang kalau kak Elia sedang bersama kak Revin saat ini."beritahu Lily. Ia tadi merengek di kamar sang kakak dan akhirnya mendapat informasi ini.

Mawar tentu saja terkejut. Elia bersama Revin? Bagaimana mungkin. Tapi Revin dan Elia menghilang dihari yang sama.

"Apa kakakmu benar mengatakan itu, sayang?"tanya Mawar memastikan.

Lily mengangguk yakin membuat Mawar segera mengajak putrinya keluar dari kamar.

"Kita mau ke mana, mah?"tanya Lily bingung.

"Temani mama ke bangunan belakang ya?"pinta Mawar membuat Lily segera mengangguk.

Mawar tiba di depan pintu kamar Elia.

Tok tok

"Sepertinya pak Hasyim ada di dalam, mah."beritahu Lily karena ia melihat ada sendal pria di depan pintu.

Mawar mengangguk, karena itu ia  mengetuk pintu.

Ceklek

"Nyonya, non Lily."kaget pak Hasyim lalu membuka pintu lebih lebar. Pria itu terlihat langsung menghapus air matanya.

Mawar mengerti jika pak Hasyim pasti merasa sangat kehilangan Elia. Apalagi Elia adalah putri satu-satunya yang ia miliki bersama mendiang istrinya.

"Bapak jangan sedih, Lily yakin jika kak Elia akan segera kembali."ucap Lily berusaha menghibur. Sedang Mawar langsung melihat sekeliling dan entah kenapa tatapannya langsung berhenti ke salah satu boneka besar yang ada di atas meja belajar.

"Boneka ini, apa Elia membelinya?"tanya Mawar. Seingatnya Elia bukan tipe anak yang akan mengeluarkan uang untuk sebuah boneka yang menurut Mawar cukup mahal harganya.

Pak Hasyim menggeleng."Tidak, nyonya. Itu boneka pemberian non Lily."

"Aku? Tapi aku tidak pernah belikan boneka untuk kak Elia. Terakhir aku memberi kak Elia hadiah itu adalah sebuah tas."ucap Lily kaget, begitupun Mawar.

"Tapi tuan Revin bilang itu hadiah dari non Lily."ucap pak Hasyim membuat Mawar mengangguk.

"Mungkin Lily lupa. Tapi bonekanya akan aku bawa."ucap Mawar lalu mengambil boneka itu dan melangkah pergi diikuti oleh Lily yang semakin bingung.

Sedang pak Hasyim hanya bisa menghela napas pelan lalu menutup pintu. Mungkin ini saatnya ia mengikhlaskan putrinya. Karena kehidupan harus terus berjalan. Tidak mungkin ia terus bersedih dan mengurung diri seperti ini meski keluarga majikannya bisa mengerti.

Mawar kembali ke kamarnya dan meletakkan boneka berwarna biru itu di atas kasur.

"Mama mau apakan boneka itu?"tanya Lily penasaran.

Mawar segera mengusap kepala putrinya."Kembalilah ke kamarmu dan istirahat! Bukankah siang ini kau harus pergi ke kampus."ucap Mawar membuat Lily mengangguk lalu secepat kilat mengecup pipi Mawar kemudian melangkah pergi.

Sedang Mawar segera saja mengambil gunting dan menghancurkan boneka itu. Sedikit demi sedikit dan akhirnya, Mawar menemukan apa yang ia cari.

"Revin."gumam Mawar tak menyangka. Bagaimana mungkin putranya memasang kamera di dalam boneka. Dan lebih memalukan lagi, boneka itu diletakkan di dalam kamar seorang gadis.

Ceklek

Mawar yang masih kaget langsung menatap suaminya.

"Sayang, ada apa?"tanya Revan bingung. Kenapa istrinya merusak boneka.

"Aku ingin mas berkata jujur!"ucap Mawar membuat Revan mengernyit bingung.

"Jujur tentang apa?"

"Tentang Revin. Di mana dia dan kenapa anak kita membawa Elia pergi?"tanya Mawar membuat Revan menghela napas. Jujur saja ia merindukan kepolosan dan kebodohan dari istrinya.

Sedang di tempat lain, terlihat dua manusia berbeda jenis kelamin sedang berada di dapur.

Sang wanita sedang berada di atas meja dengan kedua kaki yang terbuka lebar dan di depannya ada seorang pria yang terus menggerakkan pinggangnya.

Plok

Plok

Plok

Bunyi penyatuan mereka terdengar sangat keras. Belum lagi suara meja yang bergeser setiap gerakan maju yang sang pria lakukan.

"Ahh ahh tuannn ahh"Elia mendesah keras dan terus saja mencari pegangan. Bahkan telapak tangannya sudah memerah karena terus tergores sudut meja.

Revin meremas kedua gumpalan daging milik Elia hingga yang punya memekik keras.

"Arghh sakittt tuann ahh" jerit Elia membuat Revin tersenyum lalu menghentak semakin cepat. Ia hampir sampai lagi.

Sedang Elia hanya bisa terus mendesah dan sesekali menjerit kuat karena rasa sakit. Jujur saja Elia tak kuat lagi. Dimulai dari kamar, kamar mandi, ruang tamu, tangga lalu sekarang dapur. Elia seperti tak bisa merasakan tubuhnya lagi terutama bagian bawah miliknya yang terus digempur tanpa henti.

Revin menggeram lalu tiba-tiba saja menarik miliknya keluar dan bersamaan itu juga keluar cairan yang sangat banyak dari bagian bawah Elia. Bahkan cairan itu menyembur kuat membuat Revin terkekeh.

"Menikmatinya eh?" goda Revin. Jika Elia tak merasa nikmat lalu bagaimana mungkin wanita itu bisa squirt beberapa kali.

Sedang Elia hanya diam. Tubuhnya seperti tidak bisa dikendalikan. Seperti saat ini, tubuhnya mengejang dan melengkung serta terasa lega begitu ia berhasil pipis.

Bukk

Revin menatap Elia lalu kembali mendorong miliknya masuk.

"Ahh"Desah Elia tak sadar.

Revin tak langsung bergerak. Sebaliknya ia langsung menggendong Elia ala bayi koala dengan posisi masih menyatu.

"Kita main di halaman." ucap Revin membuat Elia melotot.

"Tidak. Tuan tidakk ahhh"Desah Elia saat tuan Revin tiba-tiba saja bergerak. Hujaman pria itu bahkan tak bisa dikatakan pelan padahal dalam posisi berjalan.

Sekarang Elia hanya bisa pasrah, ia berharap ada yang akan menolongnya untuk keluar dari tempat menyedihkan ini.

Bersambung

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang