Chapter 8

15.3K 296 16
                                    

Davin mengetuk-ngetukan jari tangannya di atas meja kerjanya yang berada di kantor pusat, Jakarta. Matanya sedari tadi menatap layar ponselnya, tepatnya ruang obrolannya bersama Erina di aplikasi WhatsApp.

Sejak semalam sampai hari ini, di mana waktu telah memasuki sore hari, Erina belum membalas pesannya dari semalam. Bahkan pesan berisi sapaan tadi pagi pun, belum kunjung Erina balas.

Sebenarnya bisa saja Davin menelepon Erina, tapi ia enggan karena nyatanya Erina belum membalas pesan terakhirnya.

"Astaga...." Davin mendesah frustrasi, seharusnya ia santai saja jika Erina hilang kabar seharian, karena bisa saja gadis itu sibuk dan tak sempat mengabarinya.

Tapi lagi-lagi Davin menampik pikirannya itu, karena selama sepuluh hari ini, Erina selalu rutin mengabari segala aktivitasnya pada Davin.

Di tengah pergulatan pikirannya tentang Erina itu, ruangan pribadinya tiba-tiba diketuk dari luar oleh seseorang.

"Masuk." Davin menaruh ponselnya setelah mematikan layarnya.

"Kenapa?" Davin menatap Juna, tangan kanan yang merangkap supir pribadinya, Juna kini berdiri menghadapnya di sebrang meja yang masih di tempatinya.

"Nyonya Shella ingin bertemu Bapak dan sedang menunggu di bawah," ucap Juna dengan penuh sopan santun, pada bosnya yang sudah memperkerjakannya selama puluhan tahun.

Davin mengerutkan dahi dengan ekspresi wajah tidak senang, "Saya sudah tidak ada urusan dengan dia. Jadi sampai seterusnya, jangan biarkan dia muncul di hadapan saya."

"Baik, Pak. Saya akan berusaha membuat Nyonya pergi sekarang juga." Juna menunduk sopan.

"Dia bukan Nyonya kamu lagi, Juna. Jadi berhenti memanggilnya seperti itu," tegas Davin dengan tatapan tajamnya.

"Baik, Pak," balas Juna patuh.

Saat Juna baru berbalik permisi dan hendak melangkah, Davin memanggil sehingga membuat Juna kembali menghadap bos besarnya itu.

"Siapkan mobil di depan lobi, karena saya yakin sekarang dia menunggu di basemen."

"Siap, Pak." Juna mengangguk patuh, ia lalu kembali berpamitan dengan sopan untuk melaksanakan tugasnya.

Davin berdiri seraya merapikan jas yang dikenakan tubuh tegapnya agar terlihat lebih rapi. Ia mengambil ponsel miliknya sebelum pergi meninggalkan ruang kerjanya.

Kali ini Davin memutuskan untuk mengendarai mobilnya sendiri, karena Juna diperintahkan untuk mengendarai mobilnya yang lain, hal itu bertujuan agar Juna bisa mengecoh orang yang tengah Davin hindari, Shella.

Lagi-lagi Erina muncul dipikiran Davin yang hendak pulang ke penthouse miliknya. Karena merasa tidak sanggup menahan lagi rasa penasaran sekaligus kekhawatirannya, Davin pada akhirnya menelepon nomor Erina.

Tiga kali panggilan dari Davin tidak mendapatkan jawaban dari Erina, tapi Davin yang tidak mudah menyerah, kembali menekan tombol panggilan untuk keempat kalinya.

"Halo...."

Davin bernapas lega saat akhirnya Erina menjawab telepon, tapi detik berikutnya, ia merasa aneh karena suara Erina yang terdengar berubah.

"Halo, Erina?"

Lama tak terdengar suara dari Erina, hanya terdengar suara napas kecil di sebrang telepon.

"Erina?" Davin sedikit mengeraskan suaranya, "Halo, Erina?"

"Halo... O-Om...."

"Kamu kenapa?" Tanya Davin tidak sabaran, karena suara Erina semakin terdengar lemah, "Kamu lagi sakit?"

SUGAR DADDY | 21+ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang