Rumah makan itu masih sama seperti apa yang terakhir diingatnya. Bukan rumah makan yang mewah, tapi cukup terkenal di kota Durandum. Pengunjung ramai bercakap satu sama lain. Sang koki dengan tangan lihainya terlihat dari dapur yang semi terbuka. Pelayan mengambil dan mengantar pesanan dari satu meja ke meja yang lain. Terlihat sekelompok elf muda dengan seragam akademinya tertawa di ujung sana. Sebuah keluarga kecil dengan anak-anak yang masih balita nampak bahagia menikmati hidangan."Hei, Karshik. Berikan ini ke meja di ujung sana!" sang koki menyodorkan nampan berisi segelas parfait.
Karshik mengangguk. Diangkatnya segelas desert yang terkilau embun itu dan dibawanya ke ujung ruangan.
Beberapa pengunjung berlalu-lalang. Karshik dengan lihai berkelit tanpa menumpahkan setetespun embun dari parfait yang dibawanya.
"Sudah selesai mengambil ikan di telaga, heh?" sapa empunya minuman.
"Ah, Tuan Toyadh. Sudah lama Tuan tidak kemari," balas Karshik sopan sembari meletakkan gelas dari nampan.
"Duduklah."
"Maaf, Tuan. Saya berdiri saja."
"Duduk. Ini perintah."
"Baik, Tuan."
Karshik duduk menghadap Tuan Toyadh. Terdiam menemaninya yang mulai menyendok desert yang dingin itu. Jarang-jarang Tuan Toyadh memesan makanan manis. Biasanya hanya minum kopi pahit atau teh tawar, pun tak hanya segelas.
"Jadi begini, Karshik, ..."
"Iya, Tuan."
"Kau tahu, kan, apa yang terjadi saat segelas parfait sampai ke mejaku?"
"Tahu, Tuan."
"Bagus. Datanglah ke belakang gedung ini pukul sembilan malam nanti. Kita akan pergi ke suatu tempat."
"Baik, Tuan."
"Sudah, kembalilah sana! Aku tidak mau diomeli koki tua itu karena terlalu lama menahanmu, hahaha!"
Karshik pamit undur diri, kembali ke meja utama untuk mengambil pesanan berikutnya.
"Mendapat misi lagi, heh?" Carnell, sang penjaga kasir yang usianya tak jauh dari Karshik itu tertawa kecil.
"Ya," jawab Karshik dengan wajah datarnya.
"Ayolah, kau harusnya senang."
Karshik berlalu mengambil pesanan yang baru saja selesai dibuat dan pergi meninggalkan Carnell.
"Dasar manusia."
Carnell mengusap wajah tirusnya dan menyapa pelanggan yang terhenti didepannya.
"Hm, bukankah itu tadi manusia?" pelanggan itu menyeletuk.
"Benar, ia adalah pekerja kami." Carnell menjawab dengan sopan.
Telinga pelanggan itu runcing memanjang, dengan hiasan permata di rambutnya yang terkepang rapi. Carnell sangat memahami model-model pelanggan seperti ini. Seorang elf kelas atas. Dan sebentar lagi pasti ....
"Makhluk rendahan sepertinya bisa bekerja di tempat seperti ini?" Nona itu menunjukkan wajah tak sukanya.
"Tapi dia tampan, kan, Nona?" Carnell tersenyum, senyum bisnis. Tuh, kan. Batinnya.
Meskipun manusia, jangan sembarangan mengusik Karshik. Bisa runyam hidupnya nanti. Memang tidak banyak, sih, manusia yang bisa bekerja di tempat yang terkenal seperti ini. Dan Karshik adalah salah satu manusia yang memiliki kesempatan itu, dengan berbagai alasan.
"Tidak buruk, sih. Jadi berapa total pesananku?" Nona itu mengeluarkan dompetnya.
Carnell menyebutkan angka. Diikuti dengan beberapa lembar uang yang berpindah tangan, nona itu pun berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jewel Quest: The Place He Had To Be
RandomPertarungan telah usai. Rutinitas Karshik sang pelayan restoran telah menanti. Sahabat dekatnya telah menunggu, pun jua kepala koki yang selalu memiliki alasan untuk meneriakinya. Misi-misi baru berderet bagai kartu domino yang merangkai hidupnya. H...