Chapter 6 : Studio

1.6K 92 2
                                    

"Kok jadi gini?!" Jane heboh. Ia bingung bagaimana harus menutupi lehernya yang memerah karena perbuatan Andrew semalam. Jane tidak menyadari apapun sampai perempuan itu memandangi dirinya di kaca setelah mandi pagi.

Jane mencoba melihatnya lebih jelas. Tidak bisa hilang. Laki-laki itu membuat Jane harus berpikir lebih keras sebelum ia berangkat ke kantornya. Jane berlari menuju lemarinya, mencari syal atau apapun yang bisa ia gunakan untuk menutupi kissmark ini.

"Aku ingat, masih ada scarf disini." Jane membuka sekat-sekat kecil untuk mencarinya. Tapi tidak ada apapun. Jane tidak menyerah. Ia mencari ke sekat-sekat yang lain.

Tangan Jane menyentuh sebuah kain tipis dengan bahan satin. Ia menariknya dan tersenyum merekah. Dia menemukan sebuah scarf miliknya. Scarf bermotif dengan perpaduan warna coklat dan hitam terlihat cocok dengan kulitnya. Ini hari keberuntungannya!

Cepat-cepat Jane bersiap. Ia tidak ingin membuang waktu, hari ini ia akan sibuk menghabiskan waktu dengan bekerja. Ia meraih cushion miliknya, mengetap wajahnya cepat-cepat. Jane mengambil lipstiknya yang ada di atas meja riasnya. Warna merah marun sengaja Ia pilih, ini warna kesukaannya. Ia mengaplikasikan lipstik tersebut di bibirnya. Sebelum akhirnya meratakan lipstik tersebut dengan jari tengahnya.

Jane berjalan menuju lemari berisi koleksi tas miliknya. Hanya ada satu tas kerja yang biasa ia gunakan. Ia mengambil tas tersebut sebelum ia memasukkan ponsel dan dompetnya. Sudah siap, Jane harus cepat-cepat sampai ke kantornya. Ia tak mau mendengar celotehan semua rekan kerjanya karena ia terlambat hari ini.

Langkah Jane terhenti di depan lift. Kalau sudah terlambat, biasanya lift akan penuh. Sudah pasti Jane harus berdesakan dengan semua penghuni gedung ini. Mereka semua punya aktivitas masing-masing. Sebagian besar dari mereka akan bekerja, ada juga yang berangkat ke sekolah, ada pula yang turun untuk mendatangi minimarket, dan beberapa kali Jane menemui orang tua yang mengantar anak mereka.

Saat pintu lift terbuka, benar dugaannya. Jane melihat setengah lift sudah penuh. Bisa-bisa ia akan berdesakan sampai ke bawah. Tetapi, ia tidak bisa menghindarinya lagi. Hari ini ia bangun agak telat dan konsekuensinya untuk ikut berdesakan di dalam sana. Matanya fokus ke satu orang yang sejak awal memperhatikannya.

Andrew? Tunggu! Andrew?!

Kenapa dia tiba-tiba ada di sana?

"Jadi masuk, tidak?" Jane tersadar dan cepat-cepat berjalan memasuki lift tersebut.

Dasar pemilik gedung yang tidak ramah! Bintang satu!

Jane mengambil tempat yang paling jauh dari Andrew. Masih pagi, tetapi laki-laki itu sudah membuat Jane gondok. Ia jadi lebih sensitif melihat Andrew, apalagi mengingat apa yang ia lakukan semalam.

Lift tertutup, tidak ada yang di bicarakan dan sangat tenang. Kebanyakan dari mereka tidak saling mengenal, terkesan cuek dan tidak ingin peduli apapun. 

Begitu lift terbuka, ada beberapa anak sekolah yang siap memasuki lift. Jane mundur dan memberikan tempatnya. Tubuhnya agak terdorong dan Kakinya sulit beradaptasi dengan cepat. 

Lift ini luas, tapi jadi begitu sempit saat pagi hari. Tubuh Jane agak oleng. Gawat! Dia bisa jatuh sekarang! 

Jane tidak bisa menstabilkan tubuhnya. Apalagi hak tinggi ini sungguh mengganggunya. Sialan, dia benci pagi ini. 

Games With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang