Andrew memasuki sebuah ruang rapat milik Takada Venture Capital yang terletak tak jauh dari gedung Clark Corporation. Andrew memanfaatkan kesempatannya untuk menemui Kento Yamaguchi yang hari ini mengunjungi Indonesia.
Selama ini, Kento menghabiskan hari-harinya bekerja di Jepang, sehingga Andrew harus menemuinya ke Jepang secara khusus.
Hari ini tidak akan ada rapat penting dengan Kento Yamaguchi. Hanya pertemuan singkat dengan Kento yang merupakan relasi penting keluarga Morgan.
Sejak beberapa tahun terakhir, Andrew memiliki hubungan yang cukup erat dengan beberapa perusahaan investasi. Salah satunya yaitu Takada Venture Capital milik Kento.
Andrew mendapatkan banyak keuntungan dari perusahaan chip miliknya yang berada di Amerika. Perusahaan yang dibangun keluarganya itu mendapatkan laba yang cukup besar setelah perusahaan laptop nomor satu di dunia bekerja sama dengan perusahaan chip miliknya.
Perkembangan ini kemudian mendorong Andrew untuk berinvestasi dan mengakuisisi beberapa bisnis yang sudah hampir bangkrut. Salah satunya yaitu Hanna Bank yang bergerak di Indonesia.
Hanna Bank hanyalah bagian kecil dari Morgan Corporation. Namun, perannya cukup penting karena merupakan bank yang cukup besar dan menguasai sekitar 26% pasar di Indonesia.
Namun, Andrew akhir-akhir ini dibuat pusing menghadapi serangan cyber terhadap Hanna Bank yang dilakukan oleh sekelompok hacker yang tak diketahui pelakunya.
Andrew hanya tahu jika beberapa orang menyebutnya The Vibes, sekelompok hacker yang cukup terkenal di dunia cyber. Kelompok sialan itu bisa menghancurkan nama baik Hanna Bank dalam beberapa detik saja.
Dari ujung matanya, Andrew melihat Kento duduk di salah satu kursi rapat yang ada di sana. Usianya sudah cukup tua. Tahun ini ia menginjak usia 60 tahun. Namun, ia masih cukup aktif bekerja hingga hari ini.
Andrew berjalan mendekatinya sembari tersenyum. Mengenalnya selama bertahun-tahun membuat Andrew dan Kento cukup dekat. Rasanya Andrew seperti punya dua Papa.
"Apa ada masalah yang besar?" Kento bertanya dengan bahasa Jepangnya. Bagaikan Papa kedua, Kento mengajari Andrew banyak hal, salah satunya yaitu berbicara dalam bahasa Jepang. "Kamu seperti tak bersemangat hari ini."
Andrew tertawa, Kento tahu betul jika ada masalah yang berhasil membuat Andrew kelimpungan. Kento sungguh pengamat yang baik.
"Masalah selalu datang setiap hari." Balas Andrew dengan Bahasa Jepang. Ia tertawa sembari menepukku beberapa kali.
"Duduklah, aku ingin banyak mendengar ceritamu." Andrew mendekat dan langsung mengambil duduk di sebelahnya. "Oh, seperti yang kamu katakan beberapa waktu yang lalu, minggu lalu Richard Clark mendatangiku. Ia meminta dengan sangat agar aku melepaskan sahamku padanya."
Andrew tertawa mendengar penuturan Kento. Dugaannya benar-benar terjadi. Mungkin Richard Clark punya rencana lain. Salah satunya mendatangi Kento sementara Jane mencoba membuat Andrew menunda pernikahan itu. Semua itu ternyata benar-benar terjadi.
"Apa dia bersujud di hadapanmu juga?" tanya Andrew yang dibalas tawa lepasnya. Sepertinya Richard memohon kepada Kento dengan sangat. "Ia memberikan aku jaminan agar aku tidak menguasai Clark."
"Benarkah? Apa yang ia berikan sebagai jaminan?" seorang perempuan memasuki ruangan dengan membawakan dua buah gelas. Salah satu gelas ditaruh di hadapan Andrew, gelas lain di hadapan Kento. "Minumlah, Ocha."
"Terima kasih." Andrew meminum Ocha dingin yang disajikan. Kebiasaan Kento masih sama, menyajikan semua tamunya dengan minuman khas Jepang yang juga kesukaannya. Setelah perempuan itu keluar dari ruang rapat kecil ini, Andrew melanjutkan pembicaraan keduanya. "Richard memberikan keponakannya, Jeanne Clark."
Kento tersentak mendengar penuturannya. "Dia memberikan anak James Clark sebagai jaminan?"
Andrew lalu mengangguk memvalidasikan pertanyaannya. "Kami membuat kontrak agar aku tidak membeli saham Clark dari Takada Venture Capital."
"Dia memang terlalu bodoh. Bagaimana sekarang kabar anak perempuan itu? Apakah Richard menjaganya dengan baik?" Kento mengambil ocha miliknya lalu meminum ocha tersebut lalu meminumnya.
"Dia bekerja di Clark, ia mengurus segala hal yang berhubungan dengan divisi Skincare & Make Up. Dugaanku, dia tidak memiliki apa pun karena Richard mengambil alih semua saham milik James Clark." Kento terlihat sedikit tidak percaya dengan tingkah Richard yang di luar nalarnya.
"Sepertinya neraka adalah tempat terbaik untuknya." Celetukan itu membuat Andrew tertawa ringan.
"Neraka terlalu bagus untuknya, harusnya ia tersesat di akhirat saja." Andrew meminum kembali Ocha itu.
"Aku ingat sekali, minggu lalu Richard mendatangi kantorku di Jepang hanya untuk membeli saham-sahamku. Kemudian, aku bertanya berapa yang ingin ia ajukan. Bodohnya, ia membeli saham itu dengan harga beli yang dulu aku dapatkan. Benar-benar di luar nalarku." Andrew tertawa mendengar Kento yang bercerita mengenai Richard Clark yang mendatangi kantornya. "Kamu mungkin akan terbahak-bahak ketika melihatnya langsung."
"Aku tidak yakin," katanya sembari tertawa. "Aku hanya kesal ketika melihatnya."
Kento menatapku dengan senyumnya. "Wajar jika kamu marah betul dengannya." Andrew meraih gelas berisi ocha dan meminumnya lagi.
"Akhir-akhir ini ada hacker yang mencoba membobol keamanan di Hanna Bank. Menurut perusahaan cyber security yang bekerja untukku, mereka bilang jika hacker tersebut merupakan komplotan bernama The Vibes." Andrew menceritakan kejadian beberapa minggu yang lalu kepada Kento. "Sampai hari ini, badan intelijen belum sedikit pun memberikan informasi mengenai ini. Apakah aku bisa mendapat kontak seorang agen intelijen lain?"
"Apakah kamu tertarik meringkus mereka?" Andrew menggeleng pelan. Bukan itu tujuan Andrew sebenarnya. "Lalu, apa yang ingin kamu cari tahu?"
"Aku penasaran dengan otak dibalik penyerangan ini. Sampai hari ini, setidaknya Hanna Bank sudah diserang tiga kali dalam beberapa bulan terakhir." Andrew melirik Kento Yamaguchi yang terdiam sembari berpikir.
Daripada meringkus The Vibes yang Andrew yakini tidak akan ada habisnya. Andrew lebih tertarik bermain dengan otak penyerangan ini. Siapa pun pelakunya, ia sepertinya senang mempermainkan Andrew.
Sudah tiga kali, setelah ini Andrew tidak akan diam seperti orang bodoh lagi.
"Aku kenal beberapa agen intelijen. Mungkin aku akan mengirimkan mereka padamu minggu depan." Andrew mengangguk mengerti. "Aku akan mencari tahu dahulu siapa yang mampu melakukan tugas berat ini."
"Aku percayakan padamu, Kento. Menurutku, semua yang kau rekomendasikan adalah orang terbaik. Lagi pula, berurusan dengan polisi akan lebih rumit. Aku hanya perlu bukti-bukti untuk membuat mereka terancam." Kento mengangguk paham. Ia tersenyum selayaknya seorang Papa yang bangga akan anaknya.
"Kamu sudah terlalu dewasa sekarang, Andrew." Andrew tersenyum singkat mendengar perkataannya. "Omong-omong, berapa usiamu saat ini? Tiga puluh tahun? Atau tiga puluh dua?"
"Tiga puluh dua tahun, lebih tepatnya."
"Aku masih ingat dulu kamu masih kecil dan berlari ke mana pun. Terlalu aktif dan cerewet saat itu." Kento mencoba mengingat lagi tatkala ia masih muda dan aku masih kecil. "Kamu harus datang ke rumah lagi, Mariko pasti senang melihat kamu pulang ke rumah kami. Oh iya, jangan lupa bawa pacarmu ketika pulang ke Jepang."
Andrew tertawa mendengar perkataannya. Apa yang ia ucapkan mengingatkannya dengan Jane. Tidak, bukan karena ia pacar perempuan itu. Tetapi, karena ia terjebak di antara kontrak yang membawanya kepada Andrew.
Harusnya tak masalah membawa Jane ke Jepang. Ia juga harus mengenal Kento Yamaguchi dan istrinya, Mariko.
"Mungkin aku akan membawa tunanganku, segera."
KAMU SEDANG MEMBACA
Games With Love
ChickLitAndrew penasaran dengan Jeanne Clark-teman adiknya. Ia pikir rasa penasaran itu akan usai ketika ia memutuskan mengenalnya lebih dekat. Tetapi, ternyata tidak sesederhana yang ia pikirkan. Games With Love | The Alexandria #1