Cahaya matahari pagi itu tidak kuasa menembus pekatnya mendung, menjadikan pagi itu cukup dingin. Aku baru saja masuk ke kelas dan meletakkan tasku di bangku pada baris paling belakang.
"Aldi!" Terdengar suara berat seseorang dari pintu memanggil namaku. Aku menoleh. Segera tampak seorang anak laki-laki melambaikan tangannya sambil tersenyum padaku. Aku membalasnya dengan senyuman. "Yo!"
"Tumben lu udah nyampe sepagi ini?" Ujarnya. Dia sekarang mendekatiku. O iya, nama anak ini Haikal.
Setelah satu minggu masuk sekolah, baru kali ini aku cukup dekat dengannya dan bisa mengamatinya dengan seksama. Aku baru menyadari kebenaran bisik-bisik yang beredar di antara anak-anak perempuan di kelasku tentang betapa menawannya Haikal. Wajahnya tampan dengan alis tebal, mata tajam dan bibir kemerahan. Kulitnya bersih dan cerah. Dan sejak masuk tadi, segera tercium harum segar sabun, pewangi parfum atau pakaian yang digunakannya. Untuk tinggi sebenarnya dia rata-rata, tapi aku ingat bahwa rata-rata tinggi anak laki-laki di kelasku ada di angka 175 sentimeter, jadi memang juga terbilang tinggi, terutama bila dibandingkan dengan tinggi anak-anak perempuan. Tubuhnya proporsional, berisi namun sedang dan padat. Aku sering mendengar teman-temanku yang laki-laki bertanya padanya soal gym, jadi kurasa dia juga membentuk tubuhnya.
"He! Gua tanya lu malah bengong?" Haikal mengejutkanku sambil memetikkan ibu jari dan jari telunjuknya di depan mukaku. Aku tersadar. Baru saja tenggelam dalam pesona Haikal.
"Eh, uh, tadi gua nganter Ibu ke pasar dulu jam 6, jadi habis itu sekalian ke sini. Nanggung kalo pulang lagi." Kataku gelagapan.
"Wuih, anak yang berbakti." Katanya takjub.
"Amin." Sahutku singkat.
"Eh, gua duduk di sebelah lu, ya? Gua lagi mau agak nyantai belajarnya." Kata Haikal yang langsung meletakkan tasnya di kursi sebelahku.
"Eh, i-, iya," Kataku terbata-bata. Entah kenapa aku menjadi lebih gugup sekarang. Jantungku berdetak lebih cepat.
Tidak lama satu per satu teman-teman kami berdatangan. Kemudian dimulailah pelajaran pertama, yaitu Fisika.
Kurasa kening berkerut dan mata menyipit menjadi fenomena yang umum saat anak-anak di kelasku belajar Fisika. Termasuk Haikal. Entah kenapa wajahnya tampak lucu saat serius dan kebingungan seperti itu. Tunggu-kenapa aku jadi mengamati wajahnya terus?
"Di, lu paham soal yang ini nggak?" Tanya Haikal sambil menelunjuk pada sebuah soal. Sekarang tiba saatnya bagi kami untuk mengerjakan latihan soal. Aku sejenak membaca soal itu.
"Oh, ini pake rumus interferensi celah terang." Kataku kemudian.
"Beda pemakaiannya gimana, sama yang celah gelap?"
Aku menjelaskan secara singkat bagaimana perbedaan penggunaan dua rumus tersebut.
"Njir, gua auto paham lu yang jelasin. Thanks, ya. Pinter bener lu!" Haikal spontan mengacak-acak rambutku.
Saat mendapat pujian, aku biasanya cenderung merasa tersipu. Tapi kali ini, entah mengapa, rasanya lain. Seperti ada ekstra bunga-bunga yang muncul. Plus, rasa nyaman dan ingin merasakan belaian di rambut itu lagi.
Pelajaran Fisika yang membuat otak berputar hingga muntir itu akhirnya selesai. Pelajaran selanjutnya hari ini adalah olah raga. Kami anak laki-laki yang awalnya lesu dan terkantuk-kantuk mendadak seperti disuntik energi yang membuat mata kami kembali terang dan bersemangat.
Materi olahraga hari itu adalah volley. Bisa kalian tebak apa saja yang dipelajari: passing bawah, passing atas, smash.
Haikal sepertinya memang atlet. Dia menonjol sekali untuk pelajaran olah raga ini. Materi-materi permainan volley dapat dilampauinya dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buaian Tubuh Perkasa
De TodoDisclaimer: 18++, LGBT if this disturbs you, skip it! Kumpulan cerita individu-individu sesama jenis yang menyelami erotika tubuh atletis dalam pergumulan yang panas dan menantang.