1. PESAWAT KERTAS

11 1 0
                                    

Salsabila, orang-orang biasanya memanggil Salsa, tapi aku lebih akrab memanggilnya Bil. Aku mengenal dia dari kecil, sejak pertama kali aku masuk sekolah dasar. Kita dari SD sampai SMA selalu satu kelas dan satu sekolah.

Hal yang paling aku ingat sejak pertama aku mengenalnya, itu dulu waktu hari pertama aku masuk sekolah dasar kelas satu. Kulihat, dia sedang menangis di lapangan sekolah.

"Hai, kenapa kamu menangis?" Tanyaku. Dia diam.

"Kamu gak mau sekolah ya?" Tanyaku lagi, dan dia kini hanya menggelengkan kepalanya lagi.

"Terus, kenapa kamu menangis?" Tanyaku lagi.

"Pesawat kertasku tak sengaja ke injak sama anak-anak lain." Jawabnya sembari terisak-isak karena tangisan.

"Oh, gitu. Sini aku minta selembar kertas, aku buatkan kembali pesawat kertasmu." Ucapku, meminta selembar kertas darinya, untuk membuatkannya pesawat kertas lagi.

Dia melepaskan tas boneka beruang dari gendongannya, lalu membuka tasnya dan mengambil buku, terus dia menyobek selembar kertas, kemudian menyerahkan selembar kertas itu padaku. Aku pun membuat mainan pesawat dari selembar kertas itu, dia hanya fokus melihat aku membuatkan mainan pesawat kertasnya.

"Nih pesawat kertasnya," ucapku sembari menyerahkan mainan pesawat kertas yang baru selesai aku buat. "Sudah, kamu jangan menangis lagi." Lanjutku.

"Iya..., Makasih ya." Ucapnya.

"Hei lihat, ada pesawat terbang melintas di sana." Ucapnya lagi, sembari tangan kanan mungilnya menunjuk ke langit, ke arah pesawat yang sedang mengudara.

Aku sama dia kini melihat pesawat terbang itu mengudara di langit.

"Pesawat! Minta uang!" Teriak dia, dengan suaranya yang menggemaskan.

"Emang, nanti pesawat itu akan ngasih uang?" Tanyaku sembari tetap melihat pesawat yang sedang mengudara.

"Gak tahu. Soalnya teman-teman mainku di dekat rumah, kalau ada pesawat lewat suka teriak begitu." Jawabnya sembari tetap melihat pesawat yang sedang mengudara.

"Oh gitu."

"Oh iya, nama kamu siapa?" Tanya dia sembari melihat ke arahku setelah pesawat terbang itu tidak terlihat lagi.

"Namaku, Rehan." Ucapku sembari mengulurkan tangan, mengajak dia berkenalan.

"Oh, aku panggil Han ya?" Ucapnya. "Namaku Salsabila." Ucapnya lagi sembari bersalaman denganku. Kita berkenalan.

"Iya panggil saja aku Han." Ucapku tersenyum. "Berarti, kamu aku panggil Bil ya?" Ucapku kemudian.

"Ko Bil? Gak mau. Panggil aku Salsa." Ucapnya sembari kedua tangannya melipat di depan dadanya.

"Bil juga bagus." Ucapku.

"Pokonya gak mau, panggil aku Salsa." Ucapnya dengan wajah kesal yang menggemaskan.

Itu adalah awal aku berkenalan dengannya, aku yakin dulu pas waktu itu, wajahnya begitu lucu, menggemaskan juga cantik. Dan aku juga yakin, waktu itu aku juga lucu, menggemaskan juga ganteng.

Kini sudah dua belas tahun berlalu kita satu kelas dan satu sekolah. Kita sering bersama, bermain bareng, berangkat dan pulang sekolah bareng. Bahkan kini, aku sudah akrab sama orang tuanya, begitu pun sebaliknya dia akrab dengan orang tuaku. Kita sering mengerjakan tugas bareng-bareng, kadang di rumahku, kadang di rumahnya.

Dua belas tahun pun sudah berlalu, satu kelas dan satu sekolah. Kini kita adalah dua remaja yang baru lulus dari SMA. Apakah kita akan berlanjut satu kelas dan satu kampus yang sama.

CINTA DAN LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang