°17 Hope 🔞

2.3K 134 56
                                    

Mobil berhenti tepat di depan teras. Malam sudah menyambut, mereka datang begitu larut. Terdengar hanya suara-suara hewan aktif di malam hari yang mengisi keheningan. Perlahan jemari itu melepas seatbealt. Mesin dimatikan agar tidak terlalu mengganggu sekitar.

Mata memandang sisi kirinya yang sejak tadi tertidur pulas.

Ada senyum dibalik wajah lelah seharian menyetir dan mengantarkan kedua temannya ke rumah masing-masing. Melihat wajah tenang Gracia ditengah minim pencahayaan, hanya dibantu sorot cahaya teras rumah. Shani merasa begitu tenang melihat Gracia begitu nyenyak dalam tidurnya.

Menarik nafas panjang tanda senyum itu memudar dengan seiiring berjalannya waktu malam ini. Ada ganjal dalam hati yang kini mulai terlepas.

Malam ini akan menjadi malam terakhir Shani menatap Gracia.

"Hggg...."

Bukan terbangun, hanya memindahkan posisi lebih menghadap pada Shani. Tidak terkejut karena memang Gracia tidak akan bangun jika tidak dibangunkan.

Dimulai dengan belaian lembut, Shani bersandar pada kursinya dan menyamakan posisi. Jemarinya bermain pada rambut panjang Gracia. Berpindah pada hidung bangir si pemilik. Rencana dikala untuk membangunkan dengan cara hangat.

"Kak.." Dan berhasil.

Suara serak terdengar seperti berbisik itu membuat Shani hampir meloloskan air mata. Bukan senang seperti biasa, justru begitu sakit. Mungkin untuk beberapa waktu kedepan dia tidak akan mendengar panggilan itu lagi.

"Hm.."

Merasa terganggu dengan perlakuan Shani, tentu Gracia perlahan membuka matanya. Menatap wajah Shani yang menghadap dirinya, menatap kearah matanya dengan berkaca-kaca.

Dengan mengembalikan seluruh jiwanya, perlahan melihat sekitar dan merasa tak asing dengan tempatnya. Gracia sudah di rumahnya.

"Udah dari tadi nyampe nya?"

Shani menggeleng, "Baru aja nyampe. Nunggu kamu bangun dulu."

"Nginep kan?"

Satu pertanyaan itu tidak terjawab. Shani merenggangkan kedua lengannya dan merubah posisi. Lalu, membelai puncak kepala Gracia lembut. Sedang Gracia hanya memandang perilaku Shani saat ini.

"Aku turun dulu ya, beresin barang-barang kamu. Kalo masih belum full nyawa, duduk dulu."

Diperintahkan seperti itu Gracia mengangguk sambil sedikit menguap, karena sesungguhnya ia masih mengantuk.

Shani keluar dari mobil, membuka bagasi untuk mengambil barang-barang. Hanya milik Gracia. Miliknya, ia biarkan disana.

Semenit dua menit, Shani masih terdiam menatap bagasi mobil. Ada rasa berat hati. Perasaan campur aduk. Ada enggan yang dipaksa untuk melangkah. Rasanya ingin berteriak ditengah malam sunyi. Namun, sesak. Lolos dibalik wajahnya yang lelah, air mata mengalir.

Rembulan menjadi saksi bagaimana Shani menahan suara isakan agar tidak terdengar oleh siapapun, termasuk Gracia yang masih duduk tenang di dalam mobil. Jika, langit bisa mengadu mungkin Gracia akan segera keluar dan memeluk tubuhnya yang mulai rapuh.

Namun, Shani ingin segera selesai. Ia mengangkat barang bawaan Gracia dan masuk ke dalam rumah tersebut dengan hati-hati. Diletakkannya tepat di ruang keluarga yang remang-remang.

"Kak beres-beres nya besok aja, yuk ke kamar aku aja langsung.."

Sambil memeluk bantal leher, Gracia mengekori Shani yang sudah menurunkan semua barang.

Tepat di ruang keluarga itu Shani tidak pergi kemana-mana, menanti Gracia menghampiri nya.

Di rumah ini begitu banyak kenangan terjadi. Terjalin sebuah kasih dan sayang yang mereka bangun bersama. Ada canda tawa terdengar, suara bahagia bahkan air mata. Shani akan selalu ingat bagaimana kacaunya pagi dengan menyiapkan makan pagi atau sekedar menonton televisi bersama dengan saudara-saudara Gracia, heboh terjadi karena menerka-nerka adegan selanjutnya yang Gracia tidak sukai karena akan mudah ditebak alur filmnya. Atau mungkin hangatnya meja makan ketika mereka berkumpul bersama di hari libur, memakan masakan mama Gracia yang selalu luar biasa.

AMERTA & KAHARSA || greshanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang