IF. 03

28.2K 2.1K 7
                                    

Vote, oke?
Typo tandain, walaupun udah dibaca ulang typo selalu ada.

Selamat membaca~

***

Setelah sarapan, maksudnya makan siang, Davin pergi untuk jalan jalan di sekitar rumah Evan. Ia berniat pergi ke halaman belakang.

Rumah Evan itu mewah, tetapi tidak besar. Ya cukup lah untuk satu orang saja. Rumah berlantai dua yang memiliki tiga kamar, dua kamar di lantai dua dan satu kamar di lantai satu.

Kamar di lantai satu di gunakan oleh art, sedangkan kamar di lantai dua adalah kamar Evan dan satunya lagi kamar kosong. Tidak ada kamar tamu karena Evan tak mengizinkan siapapun bertamu ke rumahnya.

Rumah Evan kecil, tetapi furnitur nya tidak main-main mewah nya. Walaupun rumah Evan kecil, tetapi kawasan rumah Evan terbilang sangat luas karena mungkin bisa menampung orang satu desa.

Halaman depan dan belakang rumah juga luas, di kanan kiri rumah Evan juga ditanami pohon-pohon kecil dan berbagai bunga yang tumbuh subur.

Di taman belakang suasananya sejuk dan tenang. Berbeda dengan halaman depan yang terkesan lebih panas dan sedikit ramai.

Evan memasang keamanan yang ketat di rumah 'kecil' nya. Buktinya sepanjang jalan Davin menuju taman belakang ia melihat banyak bodyguard yang berjaga.

Mereka akan menyapa, menunduk hormat ataupun tersenyum. Davin yang notabene nya tipe orang yang tidak enakan tentu saja ingin membalas, sialnya tubuh yang ia tempati ini sangat kaku. Jadi senyumnya terlihat aneh.

Untuk sekedar tersenyum saja entah kenapa Davin menjadi malas. Padahal dulu ia ketika di sapa akan balas menyapa, tidak seperti ini.

"Kaku nya sudah mendarah daging!" Davin membatin kesal, ia melipat tangannya ke belakang dan berjalan dengan langkah tegas menuju halaman belakang.

Sesampainya Davin di halaman belakang, ia merasa takjub melihat pemandangan halaman belakang rumah Evan.

Halaman belakang rumah?

Di depan sana, Davin bisa melihat berbagai macam bunga. Halaman belakang rumah ini memiliki dua pohon rindang, rumput hijau yang menumbuhi hampir ke seluruh penjuru halaman dengan berbagai jenis bunga yang semakin mewarnai halaman belakang ini.

Ada danau buatan yang di tumbuhi teratai putih, di pinggir danau juga terdapat batu besar.

Sebenarnya halaman belakang ini lebih pantas di sebut taman.

"Kalau gini sih, aku bakal betah. Gak peduli di negara asing juga." Davin melangkahkan kakinya menuju pohon rindang di dekat bunga-bunga itu tumbuh.

"Sepertinya aku hari ini ingin berleha le-"

Drtt

Drtt

Davin tidak melanjutkan perkataannya, ia merogoh ponselnya dari dalam saku celana.

Davin mengerutkan keningnya, ia menatap ponselnya yang bergetar. Layarnya menyala dan tertera nama "Rendi."

Davin tahu Rendi, Rendi adalah asisten pribadi dari Evan asli. Kalau tak salah, Evan menugaskan Rendi di Jerman untuk mengurus sebagian pekerjaannya disana.

Davin menggeser ikon hijau untuk mengangkat panggilan dari Rendi, ia mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Tuan! Mereka sudah mengetahui lokasi anda."

Davin mengerutkan keningnya merasa bingung, mereka? mereka siapa?

"Saya tidak bisa berlama-lama menghubungi anda, sa-"

Tut!

"Eh!" Davin meringis tak enak ketika tangannya tak sengaja menekankan tombol merah hingga panggilan teleponnya terputus sepihak.

"Gak papa, lah. Aku sekarang kan bos." Davin terkikik mencoba untuk tak ambil pusing, ia memilih kembali memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Ia berbalik dan pergi dari halaman belakang.

"Bosan juga, padahal biasanya aku gak ada kerjaan. Eh enggak, aku kan dulu sibuk ngegambar." Davin bergumam lagi, matanya bergulir kesana kemari ketika melihat suasana rumah yang sepi.

"Kok? Padahal tadi para bodyguard lagi jaga." Davin tentu merasa janggal. Belum juga satu jam, para bodyguard pergi entah kemana.

Davin mengendikkan bahunya mencoba tak peduli. Ia terus melangkahkan kakinya hingga tiba tiba langkah kakinya terhenti ketika melihat beberapa pria bertubuh besar dengan pakaian serba hitam mengepung nya.

"Siapa kalian?!" Davin menatap mereka tajam, beruntung wajah barunya ini mendukung jadi ketika ia menatap mereka tajam kondisi wajahnya tidak terlihat konyol.

Beberapa orang dari mereka melangkah maju untuk mempersempit ruang gerak Davin. Davin menggeram ketika ia tak mendapatkan jawaban.

"Jangan bergerak! Satu langkah kalian mendekatiku, kalian akan mati." Davin berucap untuk memperingati mereka. Ia menatap mereka satu persatu.

"Diam dan ikut kami." Salah satu dari mereka membuka suara.

"Tidak ak- hmph!" Perkataan Davin terpotong ketika tiba-tiba saja ada seseorang yang membekap mulut dan hidungnya dengan sarung tangan dari belakang.

Tiba-tiba saja, Davin merasa tubuhnya lemas dan pandangannya yang mengabur. Ia berusaha menjaga kesadaran nya, tetapi tak berhasil.

Berakhirlah Davin yang ambruk karena menghirup obat bius.

Setelah melihat Davin pingsan, mereka mendekat dan membawa tubuh Evan keluar rumah.

***

Bersambung..

Mlkchz
081223

Impromptu Father! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang