Bab 01 | Hari yang sial

385 73 93
                                    

Hidup miskin itu menyebalkan, memang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hidup miskin itu menyebalkan, memang.

Di suatu hari pukul 1 siang, matahari bersinar terang mentereng, Rellona mengernyit, ia menengadah sekilas pada terik matahari yang menerobos permukaan wajahnya seolah mengusik dengan sengaja. Ia lalu menatap malas pada tumpukan kotak makan yang sudah dimasukkan ke dalam box drive-nya. Dengan gelagat semangat nol persen, ia menepuk dua kali pada tutup wadah beronjong sebelum akhirnya beralih ke jok kemudi. Rellona lantas melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Hari-harinya hanya dipenuhi dengan bolak-balik kesana kemari menghantarkan makanan.

Selama perjalanan, helaan nafas pasrah yang kerap setiap saat bahkan setiap detik selalu dihembuskan, padahal, sudah satu jam ia habiskan untuk beristirahat dan tidur. Tapi justru hal itu membuatnya lagi-lagi merasa sangat ingin menghilang dari dunia. Sebegitu bencinya ia dengan sebuah pekerjaan.

Berkali-kali merasakan hal yang sama, yaitu bosan dengan hidup miskin, membuatnya ingin mengamuk mengaca-acak seisi bumi. Mengapa dari sekian miliaran, bahkan triliunan manusia yang ada di muka bumi ini yang harus merasakan kesengsaraan hanya dirinya?

Maksudnya, meskipun ia tahu bukan hanya dirinya yang merasakan hal yang sama, bahkan banyak di luaran sana yang hidupnya jauh lebih menderita, tapi apakah Sang Pencipta benar-benar memilih sosok Rellona sebagai salah satu dari golongan manusia dengan takdir hidup seperti itu?

Bahkan Rellona pikir, Sang Pencipta telah melakukan kesalahan besar.

Dan perlu digaris bawahi bahwa Rellona adalah Rellona. Gadis yang membenci hidup miskin, benci akan kekurangan, kepanasan, kedinginan, kehujanan, dan yang paling ia tak ingin sampai terjadi ialah, kelaparan.

Yap. Rellona. Namanya yang tak memiliki nama panjang atau pun marga. Hidupnya yang serba ribut akan keluhan di setiap hari. Resah, bimbang, serta malas yang  bercampur aduk membuatnya hilang semangat akan menjalani hidup. Ingat akan hidupnya sebatang kara, 3 tahun yang lalu ia melarikan diri dari tempat asalnya di panti asuhan. Menghilang meninggalkan jejak dan tak memberi sinyal pamitan, gadis itu pergi dengan hanya membawa tekadnya saja.

Namun meskipun begitu, baginya, ini jauh lebih baik. Ia bisa manjadi lebih mandiri. Walaupun serba kekurangan, tapi setidaknya ia bisa hidup tanpa bantuan orang lain lagi. Karena menurutnya, meski ibu panti yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri, tapi tetap saja, jika sama sekali tak ada hubungan darah sedikitpun dengan beliau, Rellona akan tetap sungkan, sampai kapanpun. Dan ia tidak ingin jika harus terus bergantung pada beliau.

Kini pun ia sudah dewasa, Rellona sudah merasa cukup dengan semuanya yang sudah diberikan pertumbuhan hidup yang amat layak dari kecil hingga ia menjadi dewasa. Ia juga berpikir, kepergiannya mungkin hanya akan menghadirkan rindu sesaat saja untuk mereka, selebihnya ia yakin bahwa ibu panti, panitia, dan anak-anak panti lain juga akan segera melupakannya.

Tentu Rellona juga tidak akan pernah melupakan dengan rumah itu beserta semua penghuninya. Ia juga sudah berjanji suatu saat nanti ia akan berkunjung kembali ke panti jika dirinya memang sudah siap.

Crazy Life: Another World [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang