Tengah malam di awal bulan Agustus, Gladys Wulan terbangun dari tidur nyenyaknya. Bunyi bel rumah yang terdengar dua kali membuat Gladys terganggu dan pada akhirnya teduduk lesu sambil mengucek kedua matanya. Setelah sekiranya nyawa gadis itu sudah terkumpul, barulah dia tersadar kalau malam ini dia sedang menginap di rumah teman kuliahnya.
" Kar ... bangun. Kayaknya ada tamu." Gladys menggoyang-goyangkan tubuh Sekar sang tuan rumah yang masih saja terlelap.
"Hmmm ... palingan orang iseng, udah tidur lagi aja, Dys." Gladys ber-oh panjang dan mengangguk untuk mematuhi perintah temannya untuk lekas tidur kembali. Namun, kegiatannya harus tertunda ketika bunyi bel rumah terdengar sekali lagi disusul ponsel Sekar yang bergetar.
"Kar!" senggol Gladys kembali, karena entah kenapa dia merasa didepan sana bukanlah orang iseng seperti yang dikatakan Sekar.
Sekar berdecak kesal dan langsung mencari ponselnya yang bergetar terus menerus. Gladys dengan gesit menemukan benda panjang itu dan langsung menyerahkan pada sang pemiliknya.
" Halo!" Suara Sekar terdengar tak santai.
"..."
"What the f- sebentar! sebentar!"
Gladys sedikit bingung dan selanjutnya terkejut ketika Sekar secara tiba-tiba melompat dari ranjang dan menyambar hoodie miliknya yang tergeletak di kursi belajar. Entah sadar atau tidak, Gladys pun ikut melompat menjadi ikutan panik dan mengambil hoodie milik Sekar untuk dikenakan, oh well! keduanya memakai hoodie yang tertukar. Gladys membuntuti Sekar yang berjalan cepat menuruni tangga.
Bunyi bel berbunyi kembali, namun kali ini Sekar langsung memutar kunci pintu jati yang menjulang tinggi dan dengan gerakan kuat langsung membuka benda itu.
" Lama banget, sih!" Sekar langsung mendapatkan semprotan tajam dari seorang laki-laki.
"Mas, tengah malam itu waktunya tidur ya. Jadi wajarlah!" Balas Sekar tidak terima.
Selanjutnya terdengar suara kekehan lelaki itu, "Maaf ya ... makasih loh udah dibukain pintunya." katanya sambil mengacak rambut Sekar yang awalnya berantakan, dan tambah tidak karuan lagi bentukannya.
Gladys masih setia berdiri mendengar dua insan manusia di depannya berbincang-bincang ringan. Dia juga tidak tau-menau siapa di depan sana dan siapa tangan yang sempat masuk kedalam tadi yang mengacak rambut temannya itu, yang Gladys yakini kalau yang di depan sana adalah seorang laki-laki yang kemungkinan besar adalah kakak dari Sekar. Karena posisi Gladys berdiri di depan sebagian pintu yang masih tertutup, menyebabkan tubuh kecil gadis itu juga tidak kelihatan oleh sang tamu yang datang dimalam hari ini.
"Yaudah ayo masuk, Mas. Ibu sama Bapak belum pulang, tau sendiri 'kan."
" Hm, katanya si bes- Astaga!" Raden terkejut ketika masuk dan melihat perempuan yang berdiri tegak di depan pintu rumahnya. Gladys juga menjadi ikutan tersentak mendengar suara bas Raden yang lumayan keras saat melihat dirinya.
"Siapa, Kar?"
"Oh, ya Tuhan. Aku sampai nggak sadar ada kamu, Dys. Ini Gladys, Mas. Kebetulan nginep disini karena besok ada kegiatan HIMA yang harus kita urus, jadi Sekar ajak Gladys nginep aja sekalian. Biar besok berangkat ke lokasi bisa langsung barengan." Sekar menjelaskan sambil sibuk menutup dan mengunci kembali pintu rumahnya. Setelah selesai, Sekar langsung berlari kecil menghampiri Gladys dan merangkul pundak gadis itu lalu berucap, "Dys, kenalin ini kakak aku. Mas, Raden."
Gladys tersenyum canggung ke arah Raden yang juga menatapnya. Untuk sesaat Gladys terpesona dengan wajah kakak temannya itu. Dalam batin Gladys bertanya bagaimana bisa ada laki-laki dengan wajah seindah ini? Wajahnya, tampan dan sempurna, memantulkan pesona yang sulit dijelaskan. Namun, buru-buru gadis itu mengambil kembali kesadarannya.
"Raden Fatah, terserah mau panggil Raden atau Fatah." tangan kokoh itu terulur memotong keheningan yang sempat tercipta.
"Gladys Wulan, Mas. Panggil aja Gladys." Tangan mungil milik Gladys dengan lembut menerima uluran tangan Raden yang begitu kokoh dan berwibawa. Terlihat sangat kontras kedua tangan itu; yang satu kecil dan halus, yang lainnya besar dan penuh keberanian.
Untuk sesaat Gladys mengerjap bingung ketika tangan Raden tak kunjung melepaskan tangannya. Ketika deheman keras Sekar terdengar, Raden seakan tersadar dari keadaan khusyuk yang diciptakannya sendiri.
"Gladys emang cantik banget 'kan, Mas?" tanya Sekar yang masih merangkul tubuh pendek Gladys. Tak lama Sekar menuntaskan pertanyaan tersebut, Gladys langsung mencubit pinggang Sekar karena merasa malu sendiri mendengar kalimat pertanyaan yang keluar dari mulut frontal temannya itu. Wajah Gladys juga terasa panas menyembunyikan rasa malu yang disebabkan oleh pertanyaan tak tau situasi dari mulut Sekar. Dan, Gladys sudah tidak berani menatap wajah Raden yang ada di depannya.
"Sangat cantik." Dua perempuan di depan Raden langsung mendongak bebarengan, keduanya sama-sama terkejut karena Raden menanggapi godaan usil Sekar. Namun, tidak berlangsung lama Raden berucap, "Seperti bidadari dan dayang, Kar. Kebanting banget kamu sama Gladys. Dan, kamu Gladys apa nggak takut ketularan virus jeleknya Sekar?"
"IH MAS RADEN!" Rengekan Sekar terdengar merdu di telinga Raden dan Gladys. Raden tertawa puas sambil menangkis serangan pukulan dari sang adik, sedangkan Gladys ikut menahan senyum dan mencoba menarik Sekar dan mengelus-elus punggung gadis itu mencoba meredakan amarahnya.
"Sudah-sudah, Kar." Sekar tiba-tiba menurut dan berhenti menyerang ketika Raden menyuruhnya berhenti.
"Mas Raden, tapi aku setuju sih kalau Gladys itu sangat cantik," katanya. Gladys mengerutkan keningnya, sekarang kekesalannya yang muncul karena entah mengapa Sekar tidak menyudahi keusilannya.
"Kar, udah dong," lirih Gladys karena mulai merasa tidak nyaman.
Raden yang sepertinya tau dengan ketidaknyamanan Gladys akhirnya membuka suara, "Sekar, sudah cukup. Ini masih malam, kalian naiklah keatas lagi dan lanjutin tidurnya."
"Gladys sangat cantik, bahkan lebih cantik dari kak Fathia."
"Sekar!"
Gladys terkejut dengan suara tajam dan sedikit keras yang keluar dari mulut Raden. Dia menoleh ke arah laki-laki itu yang sedang menatap tajam kearah adiknya, dan begitupun Sekar yang membalas menatap tajam sang kakak. Namun, wajah Sekar terlihat merah entah menahan marah atau menahan tangis.
"Ayo, Dys! kita ke kamar." satu tangan Gladys tiba-tiba ditarik Sekar. Gladys ikut berlari kecil untuk menyeimbangkan tubuhnya yang ditarik paksa oleh Sekar dengan penuh emosi.
Mereka berdua menaiki tangga menuju kamar,meninggalkan suasana tegang di ruang tamu. Sekali Gladys menoleh ke bawah ke arah Raden, laki-laki itu masih berdiri dibawah namun wajahnya tanpa ekspresi. Laki-laki itu menatap kepergian mereka berdua. Gladys merasakan sebuah beban emosional yang menggantung di udara. Walaupun wajah laki-laki itu datar tanpa ekspresi, namun ketegangan yang baru saja terjadi sedikit menciptakan pertanyaan di benaknya.
*****
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dasawarsa
FanficMenginjak usia 20 tahun, Gladys Wulan menghadapi berbagai realitas kehidupan yang sebenarnya. Perempuan cantik itu yang awalnya gemar menebar senyuman manis, semakin hari bertransformasi menjadi pribadi yang pendiam. Senyuman yang dulu sering terlih...