1. Jalang

12 2 0
                                    

Pria berumur 20 tahun yang berbalut pakaian formal dengan harga fantastis memandang tidak suka pada pemandangannya. Ini baru pertama kali dirinya menginjakkan kaki di tempat seperti ini, jika bukan karena hari ini adalah hari kelulusan kekasihnya ia tidak akan ingin datang ke sekolah yang menurutnya murah.

Pria bertubuh tinggi itu berlari kecil ketika melihat gadis kesayangannya sudah berdiri dengan jarak beberapa meter. Buket bunga tulip itu ia sembunyikan di belakang tubuhnya, hanya ingin membuat gadisnya terkejut.

"Bunga tulip untuk Harinku," Harin tersenyum manis menggapai buket bunganya, gadis itu berhamburan menggapai tubuh kekasihnya untuk ia peluk.

"Aku sangka Lee Jevan ini tidak akan melihatku," Jevan terkekeh melapas pelukannya untuk bisa mengecup pipi halus Harin.

"Apapun untuk Harinku."

Harin menghirup wangi bunga tulip yang diberikan Jevan untuknya. Melihat bagian tengah dari buket, Harin mengulum senyumnya. Pipinya memanas menahan semua gejolak dari dalam tubuhnya.

"Ini cincin apa?"

"You can't refuse Lee Jevan."

"Aku terima cincinnya, terima kasih untuk hadiah kelulusanku, ini pasti mahal."

"For the wedding not for the graduation."

"Aku tidak ingin."

"Kau sudah tidak mencintaiku lagi Harin?"

"Kenalkan aku pada keluargamu dulu."

"Hanya itu nona cantik? Baiklah nanti malam aku jemput," Jevan mengusap sayang rambut kekasihnya, hanya butuh restu pihak keluarga Jevan. Sangat menyedihkan hidup Kang Harin yang harus menjalani hidup sebagai sebatang kara.

"Kau akan kuliah dimana?"

"Aku akan bekerja."

"Kuliah saja dulu."

"Aku tidak punya biaya."

"Aku bisa membayarnya."

"Aku bekerja saja."

"Untuk apa bekerja jika kau akan menjadi nyonyaku Kang Harin ah maksudku Lee Harin?"

Huang Tiffany duduk dengan antusias di meja makan, memandangi hidangan makanan yang berbau lezat tersusun rapi di atasnya. Dirinya sudah tidak sabar menunggu acara makan malam dengan kekasih putranya. Bahkan wanita itu sudah membayangkan menggendong buntalan kecil yang menggemaskan dari anaknya.

Mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah, Tiffany bergegas sedikit merapikan penampilannya untuk memberi kesan baik saat pertemuan pertama. Pintu rumah bernuansa putih itu Tiffany buka, memampangkan atensi putra kesayangannya yang sedang menggandeng tangan seorang gadis.

"Jevan kecilku sudah dewasa ternyata," ujar Tiffany gemas mengusap lengan Jevan.

"Kekasihmu jauh lebih cantik dari apa yang Mama bayangkan," mendapat respon yang baik, seulas senyum tercetak di wajah cantik Harin. Tadinya ia mengira nyonya Huang Tiffany tidak akan menerimanya.

"Apa maksudmu berdiri? Bawa calon menantuku masuk," celetuk Tiffany pada Jevan. Mendapat perintah laki-laki Lee itu menuntun Harin untuk masuk, gadis itu terkesima melihat rumah mewah yang jauh besarnya dari rumahnya. Rasanya Harin tidak pantas bersanding dengan Jevan.

"Selamat makan," ujar Tiffany memulai makan malam. Tidak sepatah kata pun yang keluar dari bibir ketiganya. Biasanya jika di rumah Harin lebih suka makan sambil berbicara ntah itu sambil bertelfonan atau berbicara sendiri. Sekarang semuanya berbeda, di rumah Jevan sangat mengedepankan table manner. Makan selesai, ini waktu untuk sesi tanya bertanya.

"Siapa namamu cantik?"

"Namaku Kang Harin nyonya," jawab Harin sedikit menunduk.

"Namanya secantik orangnya," puji Tiffany.

"Sudah berapa tahun kalian berhubungan?"

"Sudah tiga tahun ma."

"Sejak kau masih sekolah Jevan? Dimana anak nakal ini menemukan gadis secantik dirimu?"

"Aku dan Harin sering bertemu saat berolahraga di taman sana."

"Hahah baiklah baiklah."

"Hm dimana kau tinggal?"

"Di perumahan kecil di seberang jalan Utara," jawaban dari Harin membuat senyum Tiffany luntur, matanya bergulir mentap Harin dari ujung kaki sampai ke ujung rambut.

"Kenapa kau begitu yakin untuk menjalin hubungan dengan putraku?" Harin dan Jevan terkejut mendengar nada lembut Tiffany yang berubah menjadi ketus. Apa karena mendengar latar belakang Harin? Jevan dapat merasakan hawa panas, dengan cepat ia genggam tangan kekasihnya yang berada di bawah meja. Mengusap lembut punggung tangan itu.

"Aku yang memaksa," cetus Jevan sebelum Harin menjawab.

"Makan malam selesai kau bisa pulang."

Merasa terusir Jevan menuntun Harin untuk pulang, Jevan berniat akan memberi ketenangan saat di perjalanan.

"Siapa yang menyuruhmu pergi Jevan?"

"Aku akan mengantar Harin sebentar."

"Tetap di sini."

"Ini sudah malam dan sud...."

"Jangan membantahku Lee Jevan," tekan Tiffany.

Mendengar perintah mutlak Tiffany, Harin tidak ingin membuat Jevan menjadi anak durhaka. Dengan segera gadis itu berlari sekuat tenaganya menjauh dari kediaman mewah milih kekasihnya.

Harin mengusap air matanya kasar sambil berlari, rambut panjangnya sedikit kusut tertimpa angin. Hatinya sakit, baru pertama kali bertemu sudah tidak mendapatkan kesan yang baik dari ibu Jevan. Jevan hanya punya ibu, sedangkan ayahnya sudah pergi sejak dulu. Harin tidak ingin membuat hubungan keluarga orang lain menjadi hancur. Apakah Harin harus mundur dengan cintanya?

"Mama, aku...."

"Dia miskin, sudahlah miskin yatim piatu tidak jelas asal usul dan itu yang akan kau jadikan seorang istri?"

"Aku mencintainya ma."

"Lee Jevan, kita dari kalangan atas tidak pantas bersanding dengan orang rendahan sepertinya."

"Dia hanya ingin hartamu, dia hanya mencintai isi dompetmu bukan hatimu."

"Aku tidak peduli dengan apa yang dia cintai dari diriku, jika itu nyatanya aku tetap mencintainya."

"Masuk ke kamarmu."

"Aku bukan anak kecil yang selalu masuk kamar."

"Kau membangkang?"

"Aku...."

"Kau sudah bisa melawan? Apa yang gadis murahan itu berikan padamu hingga kau sangat mematuhinya? Dia memberikan tubuhnya? Bahkan mama bisa mencarikanmu gadis yang lebih nikmat."

"Harin tidak serendah itu."

"Dia memberikan semuanya agar dirimu tertarik dengan kerendahannya?"

"Bahkan aku tidak pernah menyentuhnya sedikit pun."

"Pergi jika kau ingin pergi, kau ingin menjamah tubuhnya malam ini bukan? Pergilah temui jalangmu itu."

"Ingat Jevan, umurmu masih muda jangan hancurkan masa depan hanya karena gadis murahan itu," setelah bertutur kata menyakitkan Tiffany pergi dari sana menyisakan Jevan dengan wajah tertekuk.

Hatinya sakit mendengar Harin direndahkan oleh ibunya sendiri, Jevan tidak berani membatah lebih banyak. Tubuhnya? Bahkan dalam waktu tiga tahun ,saat Jevan meminta satu kecupan di bibirnya saja Harin tidak memberikannya.

~To Be Continued~




I Just Need Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang