Thalia tak menyangka, ini kali pertama dia merasa kekalahan setelah sekian lama, gadis itu sudah ketakutan setengah mati saat mulai diam di garis finish bersama si penantang tersebut memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk selain amarah abangnya, suara-suara riuh dari penonton yang ada sungguh tak memasuki indera telinga. Dia hanya bisa diam di atas motor, tetapi kemudian tatapan syoknya dialihkan ke arah sang abang yang mendekati mereka.
Abangnya, ternyata mendekati si penantang, yang kemudian membuka helmnya, menunjukkan wujud asli yang awalnya tak dikenali itu.
"Br-Bryan?" Ya, dia Bryan, si cowok yang sama yang ingin mengenalnya lebih dekat, meminta nomornya.
"Mana kunci apartemennya?" tanya sang abang, dan Thalia makin syok. Bukankah dia kalah? Kenapa abangnya meminta kunci apartemen?
"Nih!" Bryan menyerahkan kartu pada sang abang.
"Tuh, ambil aja dia, apain aja terserah." Abangnya menunjuk Thalia, sebelum akhirnya berlalu.
Ambil dia ... motornya kah?!
Thalia buru-buru melepaskan helm, kemudian turun ingin menyusul abangnya, tetapi ditahan Bryan.
"Eits, lo mau ke mana?" tanya Bryan.
Thalia memintal tangan Bryan hingga si pemuda meringis kesakitan, kemudian menghempaskannya, tetapi saat ingin mengejar lagi kali ini dua orang pemuda menahan kepergian Thalia.
"Ck, lepasin gue! Gue mau ngomong sama abang gue!" teriak Thalia meronta, tetapi jelas badannya tak sepadang dengan pemuda lainnya. Andai satu-satu, mungkin dia masih bisa membela diri. "Apa-apaan, sih?"
"Emang dia gak bilang sama lo? Kalau menang, gue kasih dia apartemen cuma-cuma, tapi kalau kalah, gue tetep ngasih apartemen, tapi sebagai gantinya, elo ... jadi milik gue!" kata Bryan, memegang kedua pipi Thalia lembut.
"Cuih!" Thalia meludah ke Bryan, dan bukannya marah, Bryan malah tertawa sambil mengelap air liur Thalia dari jaketnya. "Enak aja taruhannya gue, sialan tu orang! Argh, lepasin gue!"
"Lo tenang aja, Thalia, gue gak akan jadi orang berengsek, gue cuman pengen lo jadi milik gue, jadi pacar gue, gitu aja, gak ada paksaan." Bryan mengangkat kedua tangannya. "Serius."
"Gak ada paksaan? Lo liat ini apaan huh?!" Thalia menatap sekitarnya, ke arah orang-orang yang menahannya. "Gak nyadar diri!"
Bryan menginteruksi mereka agar melepaskan tangan Thalia, dan mereka pun melakukannya.
"Sampai kapan pun gue ogah jadi milik lo, gue bukan milik siapa pun selain diri gue sendiri, ngerti?! Nih, ambil motor gue, itu motor sering juara jadi harganya worth miliaran juga sama kek apartemen elo, kita impas!" Thalia menyerahkan kunci itu pada Bryan. "BPKB-nya ambil aja tuh, sama abang gue!"
"Eh, Thalia!" Thalia tak menghiraukan, dia beranjak pergi dari hadapan Bryan CS yang melongo memperhatikan.
Bryan CS siap mengejar, tetapi ditahan oleh Bryan. "Jangan, gak usah ngejar, biar gue urus ini. Oh ya, panggil yang mukanya sangar kek preman, gue ada ide."
Sementara itu, Thalia mencari abangnya di antara banyak kerumunan, sayangnya, tak ada. Bahkan motor abangnya pun sudah hilang dari parkiran, jelas abangnya pergi duluan.
"Sialan!" Thalia mengeluarkan ponselnya, berusaha menelepon sang abang, sial sekali tak ada jawaban. Hanya suara panggilan sepanjang dial.
Thalia akhirnya memesan ojek online saja untuk pulang. "Sialan! Sialan! Bangs**!" Thalia terus mengumpat sebal mengingat perbuatan abangnya dan orang-orang sekitarnya saat ini. "Bryan sialan!"
Kini, ia menepi, duduk di bangku yang jauh kerumunan menunggu ojeknya datang, dan tiba-tiba ....
"Neng Imut, sendirian aja nih? Bareng Abang Ganteng, yuk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomboy Mommy
Romance"Kenapa cuman mandul? Padahal gue berdoa biji lo meledak!" Thalia Sadaf hamil di luar nikah tepat setelah lulus SMA, hingga ia yang pada dasarnya tak pernah diinginkan pun akhirnya benar-benar dibuang dari keluarga. Bahkan, kekasihnya yang merupakan...