1. Patah Hati

774 55 22
                                    

El, begitulah orang memanggilku, penggalan dari nama panjangku Kaindra El Zafeer. Saat ini aku berusia 15 tahun, kelas XI di sebuah sekolah menengah atas swasta di Kota Magelang. Ayahku seorang tentara dan ibuku hanya perempuan dengan tangan yang hangat. Sayangnya, 6 bulan yang lalu tangannya menjadi dingin dan hanya meninggalkan kenangan perihal bagaimana tangan hangat itu membelaiku.

Patah hati? Tentu saja, anak mana yang tidak patah hati ketika sang ibu kembali pada yang Maha Kuasa? Bagaimanapun, mati adalah ujung dari sebuah kehidupan dan yang ditinggalkan harus menunggu giliran. Itu yang seseorang katakan padaku. Seorang perempuan dengan  tangan yang hangat seperti ibu. Perempuan yang sejak masa sekolah dasar telah menemani kesepianku. Terlebih saat ibu pergi meninggalkanku untuk selamanya.

Awalnya kami hanya teman belajar dan berbagi keluhan tentang pekerjaan ayah kami. Namun seperti pepatah jawa mengatakan, "Tresno Jalaran Soko Kulino." Begitulah perasaan kami tumbuh dengan sangat mekar. Dihitung dari waktu pertama kami bertemu, kami sudah 7 tahun bersama. Kata orang, angka 7 adalah angka keberuntungan dan kami telah melewatinya dengan baik. Kupikir, aku akan bersama dengannya selama sisa hidupku.

Akan tetapi, tak ada yang tahu bagaimana masa depan bekerja itu benar adanya. Tepat di depan mataku sekarang ialah pemandangan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku menjalani hari dengan baik dan memberikan seluruh perasaanku dengan ikhlas, jadi hal semacam ini tidak pernah kubayangkan.

Benang-benang kenangan di masa lalu merajut kembali bak sulaman film yang menyadarkanku dari kepalsuan. Ada masa ketika musim dingin datang tapi aku merasa sangat hangat. Ada masa ketika duniaku tertutup kabut tapi aku melihat ribuan bintang berkilauan. Ada masa ketika polusi merebak tapi aku bernapas dengan ringan. Ada masa ketika tanahku berguncang tapi aku terlelap dalam buaian. Aku tak ubahnya bayi bodoh tanpa pembelajaran, aku manusia yang bisa meletakkan barang berharga di dalam parit di tengah kota.

Bersyukurnya, sepatah apapun aku hari ini, semiskin apapun aku hari ini, sehaus apapun aku hari ini, aku tidak mengemis. Apa yang kulihat hari ini cukup membuktikan kebodohanku, maka akan kusudahi semua hubungan satu arah ini secepatnya.

Kukirimkan pesan singkat kepada perempuan itu, "Sayang, aku ingin bertemu. Aku merindukanmu." Rindu? Bahkan aku tidak tahu mana rasa sakit dan mana perasaaan marah. Yang kutahu pasti, iya, aku patah.

Ponselnya seperti berdering dari kejauhan, suasana intimnya nampak terganggu oleh pesanku. Semakin jelas dengan kerutan dahinya saat menatap ponsel kecil itu.

Kutinggalkan mereka yang sedang asik bercumbu di halaman belakang sekolah. Hah, setelah kupikir-pikir, hina sekali mereka bersenang-senang di tempat gratis yang bahkan seharusnya suci dengan perzinaan. Ah, seberapa kalipun kupikirkan, aku marah, tanganku terus mengepal menahan seluruh amarah.

Rasullullah Saw. pernah bersabda dimana ketika kamu marah duduklah, jika masih marah berbaringlah. Satu yang kupilih adalah duduk dengan tenang seperti psikopat yang sedang mengincar buruannya untuk dibunuh.

Kilas balik bagaimana aku jatuh cinta dengannya, mulai merasakan hal yang tak biasa, seperti selalu ingin bersamanya, bahagia jika ia tersenyum dengan bahagia, marah jika ia dekat dengan laki-laki lain, ingin selalu melindunginya. Sayangnya, semua terbuka hari ini bahwa hanya aku yang menginginkan dan merasakan semua itu. 

Aku bahkan sudah tidak bisa bercerita dengan benar bagaimana masa-masa indah kami bersama. Aku seperti lupa atau memang tidak mau mengingatnya, terlalu menyakitkan. Indah itu ternyata hanya semu, kabut yang membuai perasaan.

Tak lama ia datang dengan bibir sedikit bengkak. Hah, mengapa aku tidak pernah menyadari itu padahal ada saat-saat di mana bibirnya tipis dan adakalanya bibir itu terasa sedikit tebal. Anggun? Kalem? Tidak macam-macam? Seharusnya aku memang tidak mempercayai penilaianku terhadap manusia. Yang  banyak bicara belum tentu banyak tingkah, yang banyak diam belum tentu tidak bertingkah, jangan menilai seseorang dari tampilannya saja memang benar adanya.

Neverland 408Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang