Setelah Jheriel mematikan panggilan suara dari Shayla, lelaki itu bergerak cepat mengambil jaket dan segera mengendarai mobil kesayangannya untuk jemput sang istri yang masih terjebak di tempat kerja. Padahal rembulan sudah muncul sempurna untuk menggantikan tugas matahari.
Sejujurnya, Jheriel sangat heran dengan tempat kerja Shayla. Entah seberapa banyak istrinya itu diberi kerjaan, hingga ia baru ditelfon setelah menunggu lima jam dari jam pulang biasanya.
Beruntung keadaan jalanan malam ini dapat dibilang cukup sepi, membuat Jheriel semakin menambah kecepatan mobilnya. Ia hanya tak ingin Shayla menunggu lama di sana. Huh, dengan hanya memikirkan akan bertemu dengan istrinya saja sudah membuat Jheriel senyum-senyum tak jelas. Dirinya pun tidak tahu alasan pastinya apa.
Tetapi sesampainya Jheriel di depan kantor Shayla, ia tak melihat perawakan Shayla di tempat yang biasa dijadikan spot menunggu jemputannya. Hingga Jheriel memutuskan untuk bertanya pada satpam yang tengah berjaga di dekat pos.
"Malam, Pak."
"Wah, Mas Jheriel. Mau jemput istrinya, ya?"
"Haha, iya nih, pak. Tapi saya gak liat istri saya di sana. Apa Shayla masuk lagi ke dalem, ya?"
"Gak kok. Saya gak liat Neng Shayla ke dalem lagi, Mas. Malah saya liatnya Neng Shayla jalan ke halte. Saya kira Neng Shayla nunggu jemputan di sana."
Halte? Tumben banget.
"Oh gitu. Makasih banyak, Pak, infonya." Selanjutnya Jheriel mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku. "Saya lagi gak bawa apa-apa, Pak. Tapi ini ada sedikit buat Bapak sama keluarga di rumah."
"Eh, Mas. Gak usah. Mas juga kan sudah sering beri kami makanan kalau jemput Neng Shayla kemarin-kemarin."
"Ambil aja, Pak. Rezeki gak boleh ditolak loh." Akhirnya Bapak itu pun mengalah dengan menerima rezeki darinya. Ah tidak, itu rezeki dari Tuhan untuk Bapak dengan ia sebagai perantara. Seperti itu maksud Jheriel.
"Duh, Mas. Terima kasih banyak, ya. Semoga langgeng sama Neng Shayla."
Dalam hati, Jheriel sangat-sangat mengaminkan itu. "Aamiin. Saya duluan ya, Pak. Mau susul istri."
"Mangga, Mas. Titi dj ya, Mas. Hati-hati di jalan."
Selesai berpamitan, Jheriel tergesa-gesa berlari ke arah halte yang jaraknya tidak terlalu dekat namun masih bisa dijangkau dengan jalan kaki selama tiga menit. Halte tersebut sebenarnya sudah kehilangan fungsi yang membuat di sana sangat minim penerangan.
Ngapain sih kamu nunggu di tempat gelap kayak gitu, Shay?
Di saat Jheriel semakin dekat dengan tempat tujuan, lelaki itu dapat melihat siluet dua orang yang seperti tengah bertengkar. Awalnya Jheriel sempat menyangkal kalau itu Shayla. Namun semakin diperhatikan, baju salah satu dari kedua orang itu sangat mirip dengan yang dipakai istrinya pagi tadi.
Sialan. Ada yang macem-macem sama istri gue.
"Lepas!" Itu suara Shayla.
"Gak mau."
"Istri gue bilang lepasin ya lepasin, bajingan," ucap Jheriel sewaktu baru sampai di depan dua orang tersebut.
"Mas." Demi hujan badai serta angin topan, Jheriel sangat tidak tega melihat kondisi wajah Shayla saat ini.
Ia semakin mendekat dan bergerak menggenggam telapak tangan kanan Shayla.
"Dan gue bilang gak mau, ya, gak mau. Lo bisa apa?"
"Tonjok lo, lah, anjing." Setelah melepas tangan Shayla, Jheriel bergerak maju dan tak melesat sama sekali, sebuah bogeman mentah Reno dapatkan di mata kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Here With Me
ChickLitPerasaan kosong, kesepian, takut, dan ingin hilang dari Bumi adalah hal yang selalu ingin aku lupakan. Tapi nyatanya, mereka selalu kembali datang. Lagi dan lagi. Kadang kala ingin menyerah, namun aku masih waras untuk tidak mengakhiri hidup dengan...