"Memangnya, gajah makan tumbuhan?" Andrew menatap wajah Papanya—August Morgan—yang sibuk menyetir. Sementara Mamanya—Ariana Morgan—duduk di kursi belakang sembari mendengarkan Andrew dan Papa yang sibuk mengobrol.
"Tentu saja, selain gajah hewan apa yang makan tumbuhan?" Papa menanggapi ucapan Andrew walau ia sibuk menyetir. Andrew terdiam, berpikir sejenak sebelum menjawabnya.
"Ada kelinci, jerapah, kambing, dan sapi!" tebaknya dengan menyebut satu-satu.
"Wii! Hebat!" Mama mengapresiasi jawaban sederhana Andrew. Anak kecil itu tentu senang bukan main. Ia menoleh ke belakang menatap Mama yang bertepuk tangan di kursinya. "Anak Mama hebat!"
Hari itu Andrew ulang tahun. Papa dan Mamanya sudah berjanji untuk mengajak anak laki-lakinya makan siang bersama. Hanya bertiga saja, Naina kecil tidak diajak karena Eyang berinisiatif menjaganya. Oleh karena itu, ketiganya makan siang di salah satu restoran yang berjarak sepuluh kilometer dari kediaman Morgan.
Mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di sebuah lampu merah. Andrew mengamati jalanan yang hari ini begitu sepi. Mungkin hanya mobil yang ia tumpangi yang ada di jalanan besar ini. "Kalau lampunya merah, tandanya kita harus berhenti?"
"Benar sekali," August mengacak-acak rambutnya yang sedikit berantakan. Tanpa menunggu lama, mobil ini kembali berjalan lurus ke depan. Sungguh aneh, di minggu siang seperti ini harusnya jalanan tidak sepi seperti yang saat ini terjadi.
Senandung nyanyian Mama kemudian diikuti oleh Papa. Itu lagu tahun 80an. Andrew tak tahu itu lagu apa, tetapi keduanya sering sekali menyanyikan lagu ini.
"Papa dan Mama kenapa suka lagu ini?" Tanya Andrew kemudian.
"Dulu Papa punya cafe, Mama kerja di sana sebagai penyanyi. Kita nggak pernah ketemu, tapi pandangan pertama yang bikin Papa jatuh cinta karena Mama nyanyi lagu ini." Andrew sering mendengar cerita ini. Bisnis pertama Papanya adalah mengelola cafe sendiri. Itu permintaan Eyang Kakungnya karena Papa waktu itu tak senang berbisnis.
"Gara-gara itu Papa jadi ke cafe setiap hari. Sampai semua karyawan males lihat Papa muncul terus." Tawa mereka terdengar saat mengingat kejadian sepuluh tahun yang lalu.
"Tapi faktanya Papa datang setiap hari karena naksir Mama. Soalnya, waktu itu Mama hampir aja mau dideketin temen Papa. Kalau Papa nggak cepet, bisa-bisa Mama jadi Mamanya temen kamu deh!"
"Tapi Wilton waktu itu memang sempet deketin aku tahu!" Kini Mamanya yang bicara dengan Papanya. Andrew hanya menyimak saja. Tak mengerti juga apa yang dibicarakan mereka semua.
"Makanya aku mau cepat-cepat. Wilton itu sudah terlalu mapan dibanding aku yang masih merintis. Wilton sudah pegang perusahaan waktu itu, kan?" Papanya menimpali ucapan istrinya. Semua orang sibuk mengobrol hal yang Andrew tak pahami.
Ia bosan. Tatapannya jatuh pada sesuatu yang ada di sebelah Papanya. Dari jalur lain, ia melihat sebuah mobil bok besar yang disetir begitu cepatnya. Lampu itu masih merah, tapi mereka menerobos tanpa berniat berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Games With Love
ChickLitAndrew penasaran dengan Jeanne Clark-teman adiknya. Ia pikir rasa penasaran itu akan usai ketika ia memutuskan mengenalnya lebih dekat. Tetapi, ternyata tidak sesederhana yang ia pikirkan. Games With Love | The Alexandria #1