Aku, Kamu, dan Kita [38]

4.2K 316 24
                                    

Hi gais! Sebelum baca jangan lupa vote ya! Komen juga sekalian! Jangan jadi readers ghaib ya

Ok, selamat baca!


_______________________________________





















Matahari di sore ini ditutupi oleh awan mendung. Hujan membungkus Kota Jakarta sore ini, membuat cuaca menjadi lebih dingin. Marsha baru saja selesai memasak untuk makan malam. Dia duduk di ruang tamu, sambil menunggu Zee pulang dari kantor. Biasanya, pukul 5 sore Zee sudah sampai di rumah, karena dia hari ini berangkat kerja menggunakan sepeda motor, dia tidak bisa menerobos hujan.

Tinn tinn

Marsha mendengar suara klakson motor Zee, artinya Zee sudah tiba. Dia segera beranjak, keluar menuju teras rumah. Terlihat Zee lulang dengan keadaan basah, walaupun sudah mengenakan jas hujan.

"Kenapa diterobos hujannya?" Marsha mengambil tas kerja milik Zee. Zee duduk di bangku luar rumah, melepas sepatunya, juga kaos kakinya.

"Kalo nunggu lebih lama, keburu malam. Aku ga suka bawa motor malam-malam" ucap Zee sambil melepas jas hujan yang dia pakai.

Marsha berdecak, "Kamu tuh udah tua, badan mulai soak, nerobos hujan nanti malah masuk angin" Marsha cukup kesal dengan keputusan Zee.

"Gapapa, aman kok"

Zee langsung masuk, disusul dengan Marsha dibelakangnya.

Marsha menyuruh Zee langsung mandi. Saat Zee sedang mandi, Marsha menyiapkan teh hangat untuk suaminya.

Selang 10 menit, Zee turun ke lantai bawah, menemui Marsha untuk makan malam bersama. Zee berjalan dengan riang menuju dapur.

"Kamu masak apa, sayang? Wah, kesukaan aku ini, ayam goreng, sambel terasi, trus sayur asem"

Marsha meletakan segelas cangkir yang berisikan teh hangat untuk Zee. Lalu dia mengambil piring, meletakkan nasi putih hangat diatasnya, meletakkan lauk dan sayur juga.

"Sambalnya–"

"Yang banyak, tau kok aku. Lima tahun kamu bilang gitu terus kalo ada sambal terasi"

"Emang iya?"

Marsha menjawabnya dengan mengangguk. "Diminum dulu teh nya, nanti keburu dingin"

Zee mengambil cangkir itu, meminum teh di dalamnya. Marsha menyentuh kening Zee, saat Zee sedang meminum teh.

"Kenapa?"

"Cek kamu, demam apa nggak"

"Udah aku bilang, sayang. Aku kuat"

"Liat dulu hidung kamu tuh, udah merah, ingusan. Semoga aja papa ga sakit ya, sayang" Marsha mengusap perutnya yang sudah membuncit, karena sudah memasuki bulan ke-enam.

Mereka menyantap makan malam berdua, diselipi juga dengan obrolan-obrolan.

"Ga kerasa ya, bentar lagi kita bakal tinggal disini bertiga"

"Kamu seneng ga, kalo kita tinggal bertiga?"

"Seneng dong. Apalagi, cintanya aku nambah satu"

"Tapi kamu tetap sayang sama aku kan?"

Zee berdehem sebentar, pura-pura berpikir. Sebenarnya, tanpa harus bertanya, Marsha sudah tau jawabannya. Tapi namanya juga perempuan, sukanya mendengar kata-kata manis.

"Sayang dong, pake nanya lagi"

"Walaupun anak kita nanti ada 10?"

"Memangnya kamu mau punya anak 10? Satu aja belum keluar" Zee bertanya balik, mengelus perut Marsha.

Aku, Kamu, dan Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang