"Pak, besok pagi Bintang dan teman-teman sekelas akan berlibur ke pulau."
Remaja bernama Bintang yang akan menginjak usia 17 tahun itu mencuci tangannya di kobokan setelah selesai makan malam.
"Wali kelasnya pergi?"
Bapak Bintang namanya Surya. Dia meraih segelas air putih, menyesapnya pelan sembari matanya menatap tajam ke arah anak lelaki tunggalnya itu.
"Ya, pasti pergilah, Pak. Kan ini kegiatan sekolah. Bukan kemauan Bintang dan teman-teman."
Bintang tahu, kalau sudah berhubungan dengan laut, bapaknya itu mati-matian melarangnya untuk ikut.
"Sebenarnya bapak tidak mengizinkan kamu untuk pergi, Bintang. Kalau terjadi apa-apa di tengah laut gimana? Bahayanya besar sekali."
"Tuh kan, Bapak mulai lagi. Bintang malu lo, Pak. Ini sudah ke sekian kalinya Bintang dilarang pergi tamasya ke pulau. Bintang sudah bisa jaga diri, Pak. Bapak jangan terlalu khawatirlah."
Bintang bersungut-sungut. Di dalam hati dia mengomel panjang pendek. Selalu saja begitu! Bapak tidak asyik!
"Berapa hari di sana?" Surya mengabaikan kegondokan yang muncul di wajah anaknya itu. Baginya, keselamatan Bintang adalah nomor satu.
"Seminggu, Pak."
Surya terkejut. Air yang dia minum sampai tersembur.
"Lama amat seminggu. Apa tidak bisa sehari saja?"
Wajah Bintang kian mengelam. "Duh, si Bapak mah, aneh-aneh saja. Ini wisata sekaligus menjelajah, Pak. Biar para siswa bisa mengenal dan peduli dengan alam. Seminggu itu sebentar."
"Emang mau ke pulau mana, sih?"
"Pulau Sisik Ikan, Pak!"
Kali ini gelas yang Surya pegang jatuh ke lantai. Untung saja gelas plastik.
"Pulau Sisik Ikan? Serius kamu?" Surya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Iya, Bapak. Emang kenapa, sih, Pak? Kaget banget kayak mendengar berita Bom jatuh di Nagasaki!"
Surya memencongkan bibirnya. Matanya berputar. "Sebaiknya kamu tidak usah pergi kalau ke pulau Sisik Ikan."
Semangat Bintang kembali drop. Matanya menyiratkan kekecewaan dan rasa amarah yang mulai menguasai hatinya.
"Jangan larang Bintang, Pak. Jangan sampai Bintang pergi diam-diam, ya? Selama ini apa pun perintah Bapak, Bintang jabanin. Jangan terlalu keras sama Bintang, Pak. Bintang mohoon."
Wajah Bintang memelas. Dia benar-benar tidak tahu harus berkata dan berbuat apa lagi.
"Bintang! Semua ini bapak lakukan demi kamu. Laut tidak cocok untukmu. Kalau kamu pergi ke mana saja bapak izinin, kecuali ke laut."
"Ya, tapi kenapa, Pak? Beri Bintang alasan. Dari dulu Bapak selalu bilang begitu, tetapi tidak pernah memberi jawaban pasti atas kebingungan Bintang. "
Surya menghela napas sejenak. Lidahnya terasa berat.
Akhirnya dia memilih untuk tidak berkata apa-apa lagi kecuali,
"Yang jelas, kamu tidak bapak izinkan pergi. Titik dan jangan membantah bapak, Bintang!"
Mulut Bintang sampai ternganga. Kekesalannya memuncak. Dia berdiri dan melengos pergi sambil menghentakkan kaki.
"Bapak jahat!"
Selanjutnya, Surya mendengar suara pintu dibanting. Kembali dia mengurut dada.
Selama ini Bintang selalu menjadi bintang di hatinya. Anak ini penurut dan pengertian. Apa pun yang dikatakan Surya, dia turuti dengan patuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELANA SANG PANGERAN DUYUNG
FantasySeri Pertama : Bintang Samudera Bintang Samudera, begitu bapaknya memberi nama. Dia tidak tahu kenapa sang bapak memberinya nama demikian. Ketika kapal yang dia tumpangi karam, dia tenggelam. Sesuatu yang ajaib pun terjadi.