"PENGAWAL! CAMBUK GADIS TIDAK TAHU DIRI INI SEKARANG!"
Tch, memuakkan.
Aku hanya diam sembari menanti pria-pria bertubuh besar berpakaian pengawal berjalan ke arahku.
Aku tidak takut. Malahan aku ingin melihat sejauh mana para manusia rendahan di sini mematuhi perintah tidak masuk akal dari seorang wanita tua berstatus Kepala Pelayan.
"Seret dia sekarang! Aku tidak mau tahu, kalian harus mencambuknya sampai mati!"
Aku tersenyum remeh. "Kau yakin ingin menyuruh mereka mencambukku hingga mati, heh?" tanyaku tidak percaya. Aku bertepuk tangan dengan keras sembari berjalan mengelilingi tubuh pendek wanita tua itu. "Hanya karena tuduhan tidak berdasar yang kau dengar sepihak?" tanyaku remeh.
"Hah..."
Aku menghela nafas kasar. "Aku sih tidak masalah dicambuk hingga mati. Tapi..." Aku menggantungkan ucapanku sembari melirik sekitar yang senantiasa melihat kami seolah tontonan seru yang tidak boleh dilewatkan sedetik pun.
"Apa ya yang akan Kaisar lakukan jika tahu seorang Kepala Pelayan semena-mena terhadap bawahannya sendiri dan bertindak sesuka hati hanya karena pangkatnya lebih tinggi?" tanyaku seolah benar-benar sedang bertanya.
Para pelayan langsung berbisik-bisik membuat keadaan semakin memanas.
"Ah! Aku tahu!" Aku berseru keras mengagetkan Kepala Pelayan yang sudah bercucuran keringat. Mungkin wanita tua itu merasa ucapanku benar.
"Kaisar pasti akan memecatmu dan mungkin saja bukan aku yang akan berakhir mati. Melainkan kau, Kepala Pelayan," ucapku menekankan dua kata terakhir sembari tersenyum penuh kemenangan.
Pengawal-pengawal yang semulanya wanita tua itu panggil untuk menyeretku dan mencambukku langsung saja undur diri. Mungkin mereka tidak ingin terlibat lebih jauh.
Merasa kalah telak. Kepala Pelayan melirik sekelilingnya lalu kembali berteriak memerintah. "Apa kalian lihat-lihat? Kembali kerja!" serunya kepalang malu. Setelah itu, ia menarik kasar anaknya keluar dengan perasaan marah, kesal dan malu yang bercampur aduk.
"Akhirnya drama murahan selesai juga," gumamku pelan.
Aku kembali melanjutkan tugas untuk mengaduk sop ayam. Aku mengira setelah menyelesaikan tugas memasak. Kami akan langsung makan malam dengan tenang. Tetapi, tidak. Para pelayan kecil seperti kami harus menunggu para penghuni istana utama menyelesaikan makan malam mereka.
Aku heran. Terlalu banyak peraturan. Bahkan untuk makan saja susah sekali.
Tidak terasa dua jam setelah menyelesaikan sesi demi sesi yang menjengkelkan. Para pelayan di dapur termasuk aku bisa makan tenang dengan penuh kenikmatan.
Tidak ada meja makan. Kami menggelar alas karpet dari jerami-jerami kering di halaman depan dapur yang lebih dari kata cukup besar dan luas untuk menampung ratusan pelayan dan pengawal.
Aku duduk bersebelahan dengan Xiaoyu. Gadis imut itu mendekatkan tubuhnya ke arahku dengan bibir yang hampir menyentuh daun telingaku. "Maaf aku tidak bisa membantumu tadi," ucapnya berbisik.
Aku meneliti rautnya yang penuh penyesalan. Aku hanya bisa mengangguk ringan menanggapinya.
"Tapi aku tetap khawatir kepadamu. Padahal kau baru saja bekerja di sini. Tetapi sepertinya banyak sekali masalah yang menimpamu," bisiknya merasa prihatin.
Aku hanya bisa terdiam tidak tahu ingin merespon apa sembari menatap sup ayam di mangkuk kecil milikku.
"Kau tidak ingin membuka cadarmu?" Pertanyaan Xiaoyu cukup mengagetkanku yang sempat melamun sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Pangeran Tampan Ini Milikku!
Fantasy[Fantasy - Romance] Aku secara tidak sengaja berpindah dimensi dan menjadi seorang pelayan yang diperebutkan oleh para pangeran tampan? Apa yang sedang terjadi?