Bagian 8

108K 2.2K 58
                                    

Happy Reading!

Revan menghela napas."Sayang, mas sudah jelaskan semuanya. Mas juga tidak tahu apa-apa."ucap Revan dan Mawar hanya menggeleng pelan.

"Dengan semua kekuasaan yang mas miliki. Apa begitu sulit untuk mencari tahu?" tanya Mawar.

"Itu karena mas tidak merasa ini harus menjadi masalah."sahut Revan mulai emosi.

"Bagaimana ini bukan masalah? Jika Revin benar membawa Elia pergi. Maka itu adalah sebuah kejahatan. Apalagi mereka berdua tidak memiliki ikatan apapun. Bagaimana jika.."Mawar menggantung perkataannya lalu segera menyentuh lengan suaminya."Mas aku mohon. Tolong cari tahu keberadaan Revin dan Elia."

Revan menyentuh pundak istrinya."Dengar sayang! Biarkan saja Revin melakukan apa yang dia inginkan. Lagipula Elia hanya seorang pelayan dan.."

"Hanya seorang pelayan?"tanya Mawar marah."Bagaimana bisa mas mengatakan hal seperti itu."bentak Mawar.

"Sayang, mas tidak bermaksud mengatakan itu. Tapi bukankah kita harus percaya pada Revin. Dia tidak mungkin menyakiti Elia."jelas Revan namun Mawar sudah terlanjur kecewa. Dari perkataan suaminya, Mawar yakin pria itu tahu keberadaan Revin dan Elia.

"Aku meminta mas mencari tahu keberadaan Elia dan mas malah mengingatkan tentang statusnya."ucap Mawar lalu menepis lengan suaminya.

"Sayang.."

"Jika menurut mas Elia hanya seorang pelayan. Lalu aku ini apa?"tanya Mawar sendu.

Revan menelan ludahnya kasar. Sepertinya ia salah bicara. Ck! Revin, maki Revan dalam hati. Untuk melindungi anak kurang ajar itu, ia harus berbohong dan bahkan menyakiti hati istrinya.

Mawar melangkah mundur saat suaminya mendekat."Aku ingin sendiri."ucap Mawar lalu melangkah pergi. Sedang Revan hanya bisa mengepalkan jari-jarinya.

Malam harinya, Revan berusaha membujuk istrinya. Tapi Mawar masih enggan untuk bicara. Jangankan untuk bicara menatapnya saja tidak.

"Sayang, mas minta maaf. Mas tidak bermaksud mengatakan hal seperti itu."ucap Revan. Ia memeluk tubuh Mawar dari belakang.

"Hiks"

Revan semakin frustasi karena Mawar kini malah menangis.

"Sayang, mas mohon. Jangan menangis seperti ini. Kau juga belum makan."ucap Revan lalu menarik lengan Mawar sedikit keras agar istrinya itu mau menatapnya.

"Hiks"

Revan segera menghapus air mata istrinya lalu mengecup kening wanita itu.

"Mas minta maaf. Mas tidak akan mengatakan hal seperti ini lagi. Mas janji."bujuk Revan namun Mawar tetap menangis.

"Hari ini mas tunjukkan posisiku. Besok jika terjadi sesuatu pada diriku, mas mungkin akan bilang jika aku hanya seorang pelayan yang dijadikan istri hiks" isak Mawar membuat Revan menggeleng. Sungguh, Revan sama sekali tidak bermaksud mengungkit masa lalu mereka.

"Sayang, kau tahu jika itu tidak benar. Mas mencintaimu tanpa peduli status di masa lalu. Kau adalah istri mas, tempat berbagi suka dan kebahagiaan. Wanita hebat yang telah memberi mas kebahagiaan luar biasa. Mas mohon jangan pernah katakan itu lagi."pinta Revan memelas.

Mawar mengatur napasnya."Mas tidak perlu mengatakan itu hanya untuk menghiburku. Mas berbohong tentang Revin dan menyembunyikan masalah Elia dari diriku. Teganya mas melakukan itu padaku hiks"Mawar kembali menangis dan menutup wajahnya. Isak tangisnya semakin keras hingga tubuhnya bergetar.

Revan segera memeluk istrinya."Baiklah. Mas akan membawamu menemui Revin dan Elia."ucap Revan membuat Mawar tersenyum tipis.

Akhirnya, batin Mawar lega.

Pagi harinya setelah sarapan. Mawar segera mengajak suaminya pergi.

"Mas sudah berjanji."ucap Mawar kesal saat suaminya mencari cari alasan untuk tidak pergi.

"Sayang, mas tidak bohong. Ada rapat yang sangat penting."ucap Revan.

Mawar melotot."Jadi maksud mas, aku tidak sepenting rapat itu."ucap Mawar membuat Revan tak mendebat lagi. Ia membantu membukakan pintu mobil untuk istrinya kemudian juga ikut masuk.

"Sensetif sekali. Apa sedang hamil."gumam Revan pelan sedang Mawar hanya diam. Ia mendengar gumaman suaminya tapi enggan menanggapi. Hamil lagi katanya? Tiga anak saja sudah membuatnya pusing.

Setelah di perjalanan selama beberapa jam, akhirnya mobil memasuki daerah hutan.

"Mas, ini hutan."ucap Mawar. Jadi putranya membawa Elia ke tempat seperti ini.

Revan hanya diam. Ia harap Mawar tidak akan bereaksi berlebihan jika tahu apa yang terjadi.

"Pantas saja kita tidak bisa menemukan Elia di manapun."gumam Mawar marah. Lihat saja! Ia akan memukul anak kurang ajar itu. Bagaimana bisa Revin menculik anak gadis orang, itupun untuk dibawa ke dalam hutan.

'Memang turunan papanya.' batin Mawar.

Setelah cukup lama melewati jalanan yang dikelilingi oleh pohon. Revan akhirnya menghentikan mobilnya di halaman sebuah villa.

Mawar segera keluar dari mobil. Di sana ia bisa lihat dengan jelas mobil putranya.

Sedang Revan langsung mengusap wajahnya. Bukankah ia sudah mengirim pesan pada putranya untuk meninggalkan villa ini.

"Revin!"teriak Revan membuat Mawar melotot dan langsung saja menendang kaki suaminya.

"Apa ini hutan jadi mas harus berteriak."omel Mawar membuat Revan membatin, ini memang hutan.

Mawar bergegas menaiki pelataran villa. Ia juga langsung menuju pintu dan untungnya tidak dikunci.

Dengan langkah pelan, Mawar memasuki villa itu dan hal pertama yang ia lihat sudah cukup membuatnya terkejut. Ada pakaian dalam wanita yang tercecer di lantai.

Mawar segera menatap suaminya. Sedang Revan hanya berharap jika putranya tidak terkena masalah setelah ini karena jujur saja Revan tidak akan bisa menolong putranya itu.

Setelah melangkah lebih jauh, Mawar bisa mendengar sebuah suara.

"Ahh tuannn ahh"

Tubuh Mawar membeku begitu mendengar suara itu.

Plok

Plok

Plok

"Hhh Eliaa"

Itu suara putranya. Mawar langsung saja menerobos masuk ke salah satu kamar dan..

"REVIN!" teriak Mawar keras.

Bersambung

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang