The first time I realized there was something different about you towards me
Dalam pikiran sempit remaja 17 tahun itu, terdapat banyak hal yang seharusnya tidak ia pikirkan. Tentang, sejak kapan jalan hidupnya menjadi serumit ini? Pertama kali saat ia menyadari jika ada yang berbeda dengan keempat temanya, ia menjadi bertanya-tanya.
Kenapa dan apa yang membuat mereka menjadi seperti itu?
Rendi Satya tidak bodoh untuk menyadari sikap mereka terhadapnya merupakan affection, cinta, rasa suka dan lain hal yang tidak bisa Rendi sebutkan. Tapi, sekali lagi, kenapa?
Tidak ada yang membuat dirinya menjadi bahan untuk dikagumi dari segi manapun.
"Ini memalukan.." Gumamnya pelan.
(Satu minggu yang lalu)
Riuh kantin membuat Rendi mengerutkan dahinya pening. Ketiga temanya masih sibuk menatap sekitar untuk mencari bangku yang tersisa.
"Guys, ke sini!" Haidar melambaikan tangannya pelan, memberi intruksi kepada teman-temanya untuk duduk.
"Jaemi sama Jeran gih pesen! Gue sama Rendi nunggu." Haidar tesenyum kuda sambil menyilangkan tanganya di depan dada.
"Tsk! gue mager. Lo sama Jeran, dah!" Jaemi protes, lalu mendudukkan dirinya tepat di depan Rendi.
Jeran mendengus kasar, "Kok gue?"
Rendi yang awalnya sedang pening, semakin pening mendengar perdebatan teman-temanya. Tiba-tiba remaja itu berdiri dari duduknya, "Berisik kalian, gua aja yang pesen."
"Sama gua, Ren." Jaemi dengan tiba-tiba ikut berdiri, lalu mengikuti Rendi dari belakang.
"Katanya mager?" Haidar mencibir kesal, "kalau begitu, mending gue sama Rendi tadi." Lanjutnya.
Diantara banyaknya siswa di dalam ruangan luas itu, mata mereka hanya tertuju kepada satu orang. Dan untungnya, orang itu tidak pernah menyadari apapun sejak awal.
"Bakso telur dua sama bakso daging dua, di meja nomor delapan ya, Pak." Rendi dengan santai memesan makanan yang sangat ia hapal di luar kepala. Menu tersebut adalah menu andalan meraka di kantin.
Ada banyak hal yang dapat mereka makan di kantin sekolah ini, contohnya berbagai roti, makanan western, Jepang, Cina, dan Indonesia. Internasional Neo School bukanlah sekolah yang dapat di masuki dengan mudah. Banyak siswa dan siswi dari berbagai kalangan atas sampai menengah dengan kewarganegaraan yang berbeda. Berkumpul dalam satu lingkungan.
"Lo mau minum apa? biar gue yang pesen," Jaemi menatap Rendi tepat di sampingnya.
Tinggi mereka tidak terlalu berbeda. Hanya saja, Rendi 10 cm lebih pendek dari ketiga temanya. Itu bukanlah hal yang penting untuknya. Tinggi badan, ketampanan, hati yang baik dan pemaaf bukanlah hal yang terlalu penting untuk remaja tanggung itu.
"Gue Chamomile tea. Yang dingin ya, Jaem." Rendi bersiap kembali ke meja mereka. Wajahnya terlihat lelah, mungkin karena pening kepala yang sedang ia alami.
"Okey, Dear." Ucap Jaemi dan berlalu dari sana menuju kantin lainnya. Hanya beberapa blok dari tempat mereka memesan makanan.
Rendi yang mendapat jawaban seperti itu, mengerutkan dahi bingung. "Dear your head!"
Haidar yang melihat Rendi kembali ke meja mereka, tersenyum hangat. "Sini duduk di samping gue." Ucapnya sambil menepuk tempat duduk di sampingnya.
"Lo kenapa, sih?" Rendi bertanya bingung. Dia akhirnya duduk di samping Jeran, mengabaikan tatapan kesal Haidar. Menurut remaja itu, semakin hari Haidar semakin aneh.
"Apanya yang kenapa? Gue cuma mau duduk di dekat lo." Haidar menatap intens Rendi yang duduk di depannya.
Lihatkan letak anehnya?
"Terima nasib dah lo, Rendi maunya duduk sama gue." Tiba-tiba Jeran menjawab perkataan Haidar. Tatapanya beradu dengan tatapan orang di depan Rendi, suasana menjadi sedikit canggung karenanya.
Sekarang orang anehnya ada dua..
Jaemi kembali semabari membawa 4 cup minuman di tanganya. "Punya lo berdua," dua es Americano diberikan kepada Jeran dan Haidar, "Ini punya kamu, sesuai pesanan." Es tea Chamomile ia berikan kepada Rendi, tidak lupa dengan senyum hangatnya.
Rendi yang melihat temanya (Jaemi), kembali membatin; Yang waras sisa gue ternyata di sini..
Kurang dari satu menit setelah Jaemi kembali, makanan mereka pun datang. Tidak ada percakapan yang berat di antara mereka selama makan. Hanya kabar-kabar burung yang Haidar dapat, lalu diceritakan kembali kepada teman-temannya. Setelahnya, meja itu hanya di isi keheningan di antara mereka. Hanya dentingan antara alat makan dan suara-suara dari ponsel yang mereka mainkan. Sesekali Rendi akan mengalihkan tatapanya dari ponsel karena tatapan aneh yang ia dapatkan. Haidar menatapnya tepat di depannya. Tetapi setelah ditatap balik, mata bulatnya berpindah ke segala arah.
Dipikirnya Rendi itu bocah lima tahun, yang tidak akan sadar dengan apa yang sedang ia lakukan?
Jeran dan Jaemi adalah dua makluk yang menurut Rendi paling berani, di antara mereka berempat. Haidar sebenarnya pemberani, tetapi ia terlalu mengandalkan mulutnya dibandingkan otot. Tetapi dalam situasinya sekarang, bukan otot ataupun mulut. Tetapi tatapan mereka berdua terlalu berani bagi Rendi.
"Lo berdua kenapa, dah? Ada yang salah apa dari wajah gue? Apa gue keliatan banget kayak orang kelaperan, hah?" Rendi menatap Jeran dan Jaemi bergantian. Lama-kelamaan risih juga Rendi ditatap terus-menerus.
"Iya, lo kayak orang kelaperan parah." Jeran menjawab jenaka.
"Hampir busung lapar kayaknya." lanjut Jaemi. Membuat Haidar tertawa terbahak-bahak, hingga hampir saja ia terjengkang ke belakang.
Rendi yang mendapat jawaban seperti itu, menahan diri untuk tidak melemparkan sisa baksonya ke arah tiga temanya ini. "Bangsat!"
"Bercanda Ren, suer." Jaemi memegang tangan Rendi, berniat meminta maaf.
"Nggak usah lo pegang-pegang, Najis." Tangan Jaemi ditepsinya. Tidak kuat, tapi sukses membuat Jaemi memanyunkan bibirnya. Pura-pura sedih.
"Nggak paham gue sama lo pada!" Ucap Rendi lagi di sisa kekesalanya.
"Ini lagi usaha, biar lo paham sama kita." Kata Haidar, lalu memasukkan kembali bakso ke dalam mulutnya.
"Bacot ah!" Rendi kembali menyantap baksonya, mengabaikan kalimat terakhir yang Haidar sebutkan. Sejenak ia merasa takut atas apa yang Haidar katakan.
Gue harap pikiran gue salah..
_
Ini merupakan karya pertama saya so thankyou buat yang udah baca dan mendukung cerita ini. Entah ini lewat beranda atau kalian cari sendiri di antara banyaknya karya-karya yang tentunya lebih bagus dari ini. I really thankful!!
itstadin_
KAMU SEDANG MEMBACA
No More Than Friend
FanfictionKita tidak lebih dari seorang teman, jadi berhentilah terlalu peduli. Kita tidak lebih dari seorang teman, jadi jangan posesif. Kita tidak lebih dari seorang teman, jadi berhentilah berharap. When you forget, I will come and remind you again. Tha...