32. (Jika) Van membangun benteng

525 100 13
                                    

Alura jadi mengejar Van yang sudah berjalan di koridor sebelum menyamakan langkah mereka. Melihat Van yang diam saja, Alura jadi mengulum senyum ketika menyadari Van tidak keberatan Alura melangkah di sampingnya.

Alura jadi menutup wajahnya yang memerah, apa Van juga akan tidak keberatan kalau Alura melangkah di sampingnya untuk menuju altar pernikahan?

Gila memang.

Alura sudah memikirkan mereka akan pakai adat apa.

Alura jadi menepuk kepalanya sendiri dan melipat bibirnya yang tersenyum gila sebelum melirik Van yang tengah menunduk pada ponsel.

"Ck, sahabat bangsat. Bukannya bangunin malah ninggalin." Umpat Van ketika sahabat-sahabatnya sudah sampai di markas lebih dahulu.

"Van, lo udah makan?" Tanya Alura membuat Van menoleh sebelum memasukan ponsel ke dalam saku celana.

"Kenapa emang? Gue udah makan atau belum, gak ada urusannya sama lo." Sewot Van membuat Alura bergidik pelan menghadapi sikap senewennya.

Tanpa banyak tanggapan, Alura jadi mengeluarkan bekal dari tas miliknya sebelum menarik tas Van yang di gendong sebelah pundak memudahkan Alura menggapainya.

"Ck, mau ngapain lo?" Tanya Van berhenti dan mencoba menarik tasnya dari jangkauan Alura.

Alura memasukan bekal ke dalam tas sebelum menutup risletingnya kembali.

"Masakan gue itu, di makan ya." Ujar Alura menarik senyum membuat Van mengerjap.

Masakan Alura? Dia mendadak jadi lapar dan ingin segera memakannya.

Namun dengan gengsinya yang sebesar galaksi bima sakti, Van malah berdecih dan menyahut, "Emang siapa yang mau makan masakan lo? Nanti gue kasih ke Jonash setelah di markas."

"Kalau gitu gue ambil lagi, deh. Ngapain gue kasih elo terus elo kasih lagi ke orang lain?" Pancing Alura membuat Van sontak memicing tajam dengan kening mengeryit tidak suka.

"Lo gak ikhlas? Lo gak bisa ambil barang yang udah lo kasih ke orang lain."

Alura hanya tersenyum mengejek sebelum menggeleng pelan.

Ampun dah.

Alura jadi mengecek baterai ponselnya sebelum mengerjap, melirik Van sekilas.

Alura jadi ragu. Dia malu meminta nebeng secara langsung pada Van. Takut sakit hati jika ditolak dan tidak berani memaksa.

Keadannya berbeda dengan saat Alura ingin menyelamatkan Van.

Waktu itu dia punya alasan kuat untuk nekat.

Tapi sekarang? Alura kebanyakan malu-malu dan tidak punya alasan apapun.

Tapi ini kesempatan emas yang jika Alura tidak ambil, maka tidak akan ada lagi.

Alura jadi meneguk ludah sebelum berdehem pelan, mencoba menarik perhatian Van yang kini menoleh sekilas.

"Yah, batrai hp gue abis!" Ujar Alura mencoba menghidupkan ponsel yang sudah dia matikan sebelumnya secara sengaja.

"Gue gak bisa pesen gojek. Naik angkutan umum juga kayaknya susah deh, soalnya udah sore." Ujar Alura menahan untuk tidak melirik reaksi Van dan mencoba berakting sebagus mungkin untuk bingung dan lemas karena tidak punya kendaraan untuk pulang.

Van jadi mengernyit sebelum mendengus kasar, "Minta nebeng kan, lo? Gak usah main kode-kode!"

"Berarti kalau minta langsung boleh?" Tanya Alura jadi menoleh dengan netra berbinar dan senyum mengembang.

"Gak boleh."

Senyum Alura sontak luntur terganti dengan bibir manyun dengan dengusan pelan.

Alura mengikuti langkah panjang Van di parkiran untuk menuju motor ninja biru dongker kesayangannya. Selagi Van memakai jaket, helm dan menstarter motornya, Alura mengambil jaket dari dalam tas sebelum mengikatnya di pinggang.

Jika Kamu Mati BesokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang