Bagian 26 : Masa Lalu Aysha (3)

2.7K 105 16
                                    

"Aku janji aku akan nikahin kamu, Bara."

"Serius Ay?"

"Iya. Pegang janji aku, karena yang kucintai cuman kamu."

Aku terbangun dari mimpi yang mengerikan itu. Mataku membulat besar sambil mengatur degup jantung yang tidak karuan. Peluh membasahi sebagian wajah, lalu dada kembang kempis mengatasi napas yang terengah-engah.

"Ya Allah untung cuman mimpi," ucapku.

Aku menoleh ke sampingku, melihat Reyhan masih tertidur dengan pulas. "Fiuhh."

Sejenak aku takut Reyhan terbangun lalu menanyakan aku bermimpi apa. Tak mungkin aku menjawab secara jujur pertanyaan Reyhan.

Perasaanku yang tidak tenang kemudian membuatku memutuskan untuk bangun dan mencuci wajah. Aku menatap pantulan diriku di cermin, lalu mulai kembali gelisah.

"Gue janji gitu semasa gue masih sesat dan menyesatkan. Apa gue juga tetap harus penuhin janji itu? Tapi gue kan sekarang udah nikah!"

Kekacauan ini ku ciptakan sendiri. Namun, siapa yang mengira akhirnya akan begini. Dulu memang aku menyangka Albara lah yang kelak menjadi jodohku. Tak pernah terbesit nama pria lain karena aku orang yang setia.

"Aysha, lo tahu kalau gak mudah sampai di tahap mencintai suami lo. Please, abaikan semuanya, oke. Jangan terpengaruh sama janji menyesatkan itu." Aku berbicara sendirian sambil terus mengatur napas.

Begitu keluar dari kamar mandi, aku malah terkejut melihat Reyhan berdiri di depanku.

"Aysha."

"Mas Rey." Untung saja ekspresi ku sudah kembali notmal.

"Aku mau buang air kecil, kamu udah selesai?" ucap Reyhan.

"Ah udah kok," jawabku lalu menyingkir.

Untung saja Reyhan baru bangun setelah keadaanku stabil. Aku melongok jam di dinding rupanya sudah pukul tiga lebih tiga puluh menit dini hari. Pantas saja Reyhan terbangun.

"Aysha, udah wudhu?" tanya Reyhan.

"Em, aku wudhu dulu," jawabku lalu masuk kembali ke kamar mandi.

Melihat suamiku shaleh begitu, aku mustahil meninggalkan suamiku demi janji tak penting itu. Aysha, mulai sekarang lo gak boleh kepikiran Albara!

***

Suara adzan dzuhur berkumandang. Tanpa diingatkan oleh Reyhan, sekarang aku sudah menyadari bahwa ibadah itu harus tepat waktu terutama yang diwajibkan. Di depan pintu aku berdiri sambil membawa alat shalat menunggu Reyhan selesai mengambil air wudhu.

Senyum Reyhan mengembang melihatku sudah siap untuk shalat berjamaah di masjid Al-Faaz yang diimami olehnya.

"MasyaAllah, istriku shalehah sekali," ucapnya dengan nada bicara yang membuatku tak tahan ingin tertawa.

"Apa sih Mas!" jawabku sambil terkikik geli.

"Aku senang sekali kamu sudah banyak berubah, Aysha," ucapnya kelihatan lega.

Sama, Reyhan pun sudah banyak berubah. Kini rasa canggung yang dulu kurasakan setiap kali berbicara dengannya perlahan mulai berubah juga. Reyhan yang berdiri di depanku menjadi lebih santai dan menyenangkan. Tidak kaku dan datar seperti pertama kali kujumpai saat setelah akad nikah.

"Hem," anggukku malu. "Alhamdulillah, yaudah ayo kita ke masjid, nanti kamu ditunggu sama jamaah lho," ujarku.

"Oke." Reyhan membiarkan aku berjalan duluan sementara dia menyusulku. Begitulah cara Reyhan memperlakukanku saat berjalan. Dia membiarkanku jalan di depannya, agar dia dapat mengawasiku dari belakang.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang