"Aku tidak menyukai Jane," Andrew menekuk tangannya ke bawah kemudian ia luruskan lagi. Beberapa kali ia mengulangnya hingga keringatnya mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Ini adalah salah satu caranya untuk mengalihkan perhatian, yaitu dengan push up sampai lelah.
Seperti hari-hari yang lain, Andrew butuh pelarian akan setiap hal yang membebani pikirannya. Entah itu masalah pekerjaan, proyek yang tengah digarapnya, atau Jane. Ya, tanpa ia sadari perempuan itu kini sukses membuat ruang kecil yang membuat Andrew sakit kepala.
"Aku tidak mencintai Jane." Andrew masih terus bekerja keras dengan kembali turun ke bawah. Mencoba memasukkan semua kata-kata itu ke dalam otaknya agar Jane tak memenuhinya. Tidak ada yang perempuan itu lakukan, tapi diamnya membuat Andrew keras kepala.
Jane harusnya marah ketika ia bilang jika perempuan itu tidak setara dengannya. Atau setidaknya, berikanlah Andrew kata-kata makian hingga ia punya alasan untuk datang menemui perempuan itu. Bisa dengan alasan ia tak suka sikap perempuan itu, atau dengan berbagai alasan lainnya yang bisa saja muncul.
Namun, tidak ada satu pesan pun yang dikirimkan perempuan itu padanya.
"Jane hanya bagian dari kesepakatan dengan Clark." Andrew mencobanya untuk kesekian kalinya. Tidak berguna, ia hanya akan berakhir kebingungan.
"Jane tidak menarik bagiku." Katanya sebelum ia menyerah untuk bangkit dan terduduk di lantai kamar. Semua yang ia lakukan tampaknya sia-sia. Andrew mencoba menghindari kenyataan jika ia mulai tertarik dengan Jane.
Membawa Jane masuk mulanya hanya karena ia peduli dengan teman dari adiknya. Keduanya adalah korban dari pelaku yang sama. Jane pun berakhir tragis, tak jauh berbeda seperti Andrew yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Namun, jatuh cinta dengan perempuan itu sungguh di luar dugaannya.
Pikirannya kacau akhir-akhir ini, apalagi memikirkan Jane yang semakin lama semakin dalam memasuki kehidupan pribadinya. Ia ingat sekali, dahulu ia tidak tertarik sedikitpun dengan perempuan itu.
Siapa yang akan tertarik dengan perempuan pendiam seperti Jane? Jika Andrew dan semua temannya sibuk mengobrol dan saling meledek, Jane hanya akan berakhir di ujung sofa dan mengobrol dengan Sean. Itu pun hanya ditemani Naina.
Tiga orang paling membosankan di antara mereka semua.
"Padahal, aku pikir kamu sudah mati." Andrew pikir itu sapaan hangat untuknya. Ia baru mendarat pagi tadi setelah penerbangan panjangnya dari California. Masih agak jet lag sebenarnya, tapi ia tetap memaksakan untuk datang ke mansion eyangnya, Maura.
"Aku bekerja, Naina Morgan."
"Aku tidak bertanya alasanmu terlambat." Katanya dengan cuek, Andrew tahu jika perempuan itu cukup kesal karena pesannya sengaja ia abaikan beberapa hari terakhir.
Hari ini adalah ulang tahun Naina yang ke 26 tahun. Jarak usia Andrew dengan Naina cukup jauh, kurang lebih sekitar lima tahun. Naina kecil yang dulu sibuk menghabiskan waktunya untuk pergi berlatih menyanyi dan menari di studio agensi, kini sudah menjadi perempuan dewasa.
Satu hal yang Andrew lihat dari Naina saat ini. Perempuan itu semakin lama justru semakin mirip dengan Mamanya. Rambutnya hitam, mewarisi rambut indah Mamanya. Pemarah, mudah kesal, dan sedikit pendiam seperti Mamanya juga.
Tidak banyak yang Andrew tahu dari Mamanya. Sangat disayangkan, ia hanya bertemu tujuh tahun. Setelahnya, Andrew tak pernah dengar apapun. Bahkan, kini ia mulai lupa bagaimana suara kedua orang tuanya.
"Kamu sangat cantik," bisik Andrew ketika melihatnya memegangi sebuah buket bunga berwarna putih. Begitu kontras dengan warna gaunnya yang berwarna coklat. Sederhana, tetapi mampu mengalihkan semua mata di dalam pesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Games With Love
ChickLitAndrew penasaran dengan Jeanne Clark-teman adiknya. Ia pikir rasa penasaran itu akan usai ketika ia memutuskan mengenalnya lebih dekat. Tetapi, ternyata tidak sesederhana yang ia pikirkan. Games With Love | The Alexandria #1