"Ciaa, bangunn! Sudah pagi lohh anak perawan mamah kok bangunnya lama banget," teriak wanita paruh baya dengan suara khas nyaring melengking yang sukses membuat gendang telinga Cia hampir jebol.
"Iya mah." Cia menguap masih ingin menikmati waktu berduanya dengan kasur yang menjadi sahabatnya selama ini. Seperti biasanya, mama membukakan jendela kamar Cia yang membuat sinar matahari sukses masuk menembus kamar Cia.
Sinar tersebut membuat Cia mau tidak mau berpindah tempat dan satu-satunya tempat yang ia tuju ialah kamar mandi. Cia harus segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.
"Rese deh!" Cia mengernyit sebal seraya jari jemarinya meraih handuk di pinggiran tangga yang berdekatan dengan kamar mandi.
****
"Cia berangkat dulu, mah." Gadis dengan kuncir kuda itu meraih tangan wanita paruh baya yang ia panggil mama lalu mendaratkan satu ciuman di punggung tangannya. Wanita paruh baya tersebut membalas dengan kecupan hangat di keningnya.
"Hati-hati ya, nak Ayu," ujar Mama.
Cia menganggukan kepalanya. Ia kemudian menaiki ojek online yang baru saja ia pesan. Freierencya Alexander Louvardo, putri bungsu keluarga Louvardo yang memiliki mata hazel dan rambut berwarna hitam pekat. Dia kerap dipanggil Cia oleh keluarganya.
Cia akhirnya dapat menapaki kakinya di halaman depan sekolahnya. Ia merogoh sesuatu di saku OSIS kemejanya dan meraih beberapa lembaran uang dan memberikannya kepada ojek yang baru saja mengantarkannya ke sekolah. Setelah mengucapkan terima kasih dan basa-basi singkat, Driver itu kemudian pergi dan Cia memasuki sekolahnya.
Saat tengah berjalan menuju kelasnya, pandangan Cia teralihkan ke handphoneNya. Ada beberapa notifikasi yang masuk dari pacarnya yang berbeda sekolah dengannya. Cia membalas satu persatu buble chat dari Leovardo, pacarnya. Sampai seorang pria berbadan tegap, tinggi dan menurutnya "ganteng" menabraknya. Satu hantaman keras berhasil membuat siku tangan Cia membiru.
"Aduhhh," erang Cia seraya mengangkat siku tangan kanannya dan menghembuskan nafasnya berharap rasa sakitnya berkurang.
Pria yang tadi menabraknya berdiri dan mengulurkan tangannya hendak menolong Cia. Cia menatap uluran tangan itu sejenak sebelum akhirnya ia menangkis tangan kanan yang tampak kekar tersebut.
"Gabutuh."
Dengan nada sebal, ia membangkitkan dirinya mencoba menahan rasa sakit akibat hantaman dari pria aneh tersebut. Cia mencari-cari sesuatu yang hilang ditangannya. Dari belakang, pria asing itu menepuk pundak Cia.
Dengan reflek, Cia melayangkan satu tamparan di pipi pria asing tersebut. Tamparan itu membuat pipinya tampak kemerahan.
"Gausah macem-macem ya lu," bentak Cia.
Pria itu tanpa berkata apa-apa mengulurkan tangan kanannya lagi dan di telapak tangannya sudah ada handphone Cia yang layarnya telah retak.
"E-eh Sorry, gw kira tadi lu---"
Dengan rasa malu dan pipinya yang telah memerah, Cia berusaha untuk menahannya. Sebelum mendengar penjelasan dari Cia, Pria asing tersebut malah pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
"Anjir. Songong bener dah! Minimal minta maaf kek udah siku gua biru, sekarang handphone gua yang rusak. Untung lu ganteng! Demi hujan yang gak turun-turun semoga tuh anak dapet karma!"
Rapal Cia dalam hatinya."TANGGUNG JAWAB WOI!" teriaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Untuk Dirgantara
Teen Fiction"Kita beda, Ren." "Beda apanya?" "Beda Rasa, Beda hati, Beda agama."