1

169 17 4
                                    

Usai menyuruh Justin langsung memasuki kamarnya, Jungkook langsung saja menuju dapur. Tempat yang dia rasa kemungkinan Jimin ada disana.

Benar saja. Istrinya disana. Dari tempatnya berdiri, perempuan itu membelakanginya. Dan sepertinya ia tidak menyadari kehadiran suaminya.

"Kamu tau apa yang baru saja kamu lakukan?"

"Hmm."

"Jawab dengan benar, Jimin!"

Tubuh Jimin tersentak ketika Jungkook mencengkram erat lengan atasnya. Dapat ia lihat, manik suaminya itu sangat merah dengan mata yang memicing tajam menatap kearahnya. Kentara sekali bahwa Jungkook kini sedang marah.

"Lepas!!!" sentak Jimin. Dirinya mulai ikut terbawa emosi.

Setelah Jungkook sadar bahwa yang ia lakukan menyakiti Jimin, dia pun melepaskan cengkramannya. Kemudian, ia membuang nafasnya kasar, "Kamu sudah janji akan menjemput Justin hari ini!" bisik Jungkook penuh penekanan.

Jungkook berusaha semaksimal mungkin untuk tetap bersikap lembut dan tegas kepada Jimin. Selain tidak ingin menyakiti Jimin, dia juga tidak mau Justin — anak mereka nantinya akan mendengar pertengkaran lagi. Sehingga, lebih baik saat ini ia turunkan egonya.

Namun, keinginannya itu bertolak belakang dengan pemikiran istrinya.

"JANGAN MEMPERBESAR MASALAH! Toh, kamu masih bisa menjemputnya!!!" balas Jimin keras.

"Memperbesar?" Jungkook berdecak tidak percaya, "Ini tidak akan menjadi masalah besar jika kamu bisa sekali saja mau menjemput Justin!" lanjutnya.

"Aku ada urusan penting!" final Jimin. Ia ingin menyudahi pembicaraan atau pertengkaran ini.

Hampir saja Jimin lolos dari Jungkook, tetapi suaminya itu sepertinya tidak ingin meloloskan ia kali ini.

Pergelangan tangan Jimin dicekal. Lebih erat dari sebelumnya, "Aku suamimu, tolong hargai aku, Jimin. Kalau kamu tidak bisa menghargai aku sebagai suami kamu, maka hargai aku sebagai manusia yang sama dengan kamu."

Jimin menunduk, lalu ia terkekeh pelan.

"Jungkook, dengarkan —" bisa Jungkook dengar dengan jelas, istrinya itu mengambil nafas dalam-dalam, "Apakah dengan aku mengabarimu itu bukanlah sebuah bentuk kehormatanku sebagai istrimu? Kamu mau istrimu ini melakukan apa lagi? Tetap di rumah? Tidak melakukan apa-apa? Hanya mengurus anak? Membersihkan rumah? Melayanimu? Begitu?"

"Kamu berlebihan—"

"Benar."

Jungkook terdiam. Perlahan ia melepas Jimin. Dia membiarkan Jimin berlalu dari hadapannya. Dirinya hanya bisa mematung sembari menatap kepergian Jimin.

Kamu— kenapa berubah, sayang?



"Ayah, kenapa tidur bersama Justin lagi? Apakah ayah dan ibu bertengkar kembali?"

Jungkook tersenyum lembut. Ia menatap Justin yang saat ini berada dalam dekapan hangatnya, "Tidak, sayang. Apakah ayah tidak boleh tidur bersama putra kesayangan Ayah ini, hmm?" tanya Jungkook sambil mengusakkan hidungnya dengan hidung sang anak.

Justin tertawa geli, "Ayah, berhenti!" rengeknya.

Jungkook ikut tertawa, "Sudah malam. Justin harus tidur."

Justin mengangguk antusias, "Peluk Justin sampai besok pagi ya, ayah!" serunya heboh.

Jungkook menganggukkan kepalanya berulang kali sebelum ia mengecup kening Justin dalam waktu yang lama. Sesudahnya, dia juga mengelus pucuk kepala anaknya pelan sembari bersenandung lirih.

Justin mengeratkan pelukannya dengan sang ayah. Membuat hati Jungkook tercubit. Seharusnya, si kecil buah hatinya bersama Jimin tidak boleh mengalami hal seperti ini.

Maafkan ayah dan ibu ya, nak.



Keesokan paginya, Jungkook dan Justin tidak menemukan keberadaan Jimin dimanapun.

"Ayah, ibu kemana?" tanya Justin pelan, "Apakah ibu pergi karena Justin selalu meminta ibu untuk menjemput Justin?"

Jungkook lagi-lagi harus terlihat baik-baik saja di depan putranya. Meskipun ia kini sedang marah dan kecewa terhadap istrinya yang entah dimana keberadaannya.

Jungkook tersenyum dan menyamakan tinggi tubuhnya dengan Justin, "Tidak, sayang. Ibu ada kerjaan mendadak. Baru saja ibu mengabari ayah."

Bohong. Nyatanya, Jungkook tak menerima pesan apapun dari Jimin.

"Benarkah?" sahut Justin. Bibirnya melengkung ke bawah. Menandakan bahwa ia sangat sedih.

Jungkook mengangguk dan menarik Justin untuk masuk ke pelukannya, "Bagaimana jika nanti malam Justin dan ayah pergi ke pasar malam? Mau?"

"Hmm..."

our wedding (kookmin gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang