Tubuh Hailey boleh saja berada di mobil saat ini, namun pikirannya tetap melayang-layang ke Luke. Akankah mereka bertemu lagi? Apakah cowok yang ia lihat tadi adalah Luke? Banyak pertanyaan terlintas di dalam benak Hailey yang gadis itu tidak tahu apa jawabannya.
Gadis itu masih mengingat betul perkataan yang Luke ucapkan dua tahun lalu, mereka akan bertemu kembali. Tetapi nyatanya, dua tahun bukanlah hal yang singkat untuk mereka jalani. Pasti semua cerita sudah berbeda.
Semua hal bisa berjalan dengan cepat tanpa ekspetasi mereka berdua, waktu bertahun-tahun bukanlah sebuah waktu yang singkat. Nyatanya, ia yang begitu bodoh karena terlalu percaya dengan ucapan Luke. Bukannya ia beranggapan bahwa Luke akan mengingkari janjinya, tetapi ia hanya merasa dirinya bodoh karena tidak bisa memandang realita.
Pikiran-pikiran itu membuatnya ingin menampar dirinya sendiri. "Ashton, jadi bagaimana dengan kuliahku?" tanya Hailey sambil menolehkan wajahnya ke arah Ashton, ia berharap membuka percakapan dengan Ashton dapat menghilangkan semua pemikirannya tentang Luke.
"Mom sudah mengurusnya," jawab Ashton sambil menggidikan bahunya. "Dia bilang kau akan menjalani kuliahmu seminggu lagi, begitu pula denganku."
"Aku baru sadar ia bisa mengurus keperluan kita," kata Hailey. "Kapan ia berkata seperti itu kepadamu?"
"Beberapa hari yang lalu."
Dan Hailey hanya mengangguk.
***
Dipagi harinya Hailey duduk di balkon kamarnya ditemani oleh secangkir kopi dan matahari yang mulai terbit di ufuk timur. Tidurnya begitu gelisah semalam, masih tergambar jelas di dalam memorinya lelaki yang ia lihat kemarin, serta perkataan Luke beberapa tahun lalu yang kembali muncul di dalam memorinya. Semua kejadian itu seakan terputar di dalam benak Hailey seperti kaset rusak. Jika boleh memilih, dia tidak ingin memikirkan semua ini.
Saat kopi yang berada di cangkirnya habis, Hailey menempatkan cangkir itu di atas meja bertepatan dengan suara ketukan pintu diiringi dengan suara keras Ashton yang menyuruh Hailey bangun, gadis itu tertawa di dalam hatinya. Ashton pasti akan terkejut melihat adik gadisnya sudah bangun lebih awal daripada dirinya.
Belum sempat Hailey berdiri dari tempat duduknya, pintu balkonnya terbuka dan menampakan wajah Asthon tanpa badannya. Kemudian, cowok itu membuka lebar pintunya dan berdiri menghadapi adiknya yang sedang tertawa.
"Apa?" ucap Hailey pelan disela tawaannya, kemudian ia berhenti tertawa saat Ashton mulai berbicara.
"Apa yang kau lakukan di pagi-pagi seperti ini? Kukira kau belum bangun, monyet."
"Tidak tahu," jawab Hailey. "Maksudku, semalam tidurku tidak nyenyak."
Oh Ashton tahu, pasti Hailey sedang lapar. "Aku sudah menyiapkan makanan."
"Kau saja duluan, aku sedang malas."
"Tumben, biasanya kau selalu bertingkah seperti babi yang tidak pernah kenyang kalau ada makanan. Mengapa sekarang malah seperti babi berpuasa?" Ungkapan Ashton membuat Hailey sedikit menaikan bibirnya ke atas membentuk senyum kecil. Namun tak cukup lucu untuk membuatnya tertawa. Hailey benar-benar tidak mood.
Menjawab perntanyaan Ashton, Hailey hanya mengidikkan bahunya. Ashton yang tidak mendapat jawaban yang diinginkan pun hanya diam mengetahui adiknya sedang tidak mood. Tapi percayalah, diam-diam Ashton menyadari apa yang berputar-putar dikepala Hailey sekarang.
"Kau lapar, ya? Baiklah, aku akan makan. Ayo."
Usai makan, Hailey kembali ke kamarnya lalu berdiam diri dibawah shower untuk menjernihkan pikiran. Hailey menanggalkan semua pakaiannya lalu memutar shower air panas, dalam sekejap panasnya air menghantam pori-pori kulitnya. Hal ini dapat membuat pikirannya tenang. 15 menit pun usai, Hailey membuka lemarinya memilih baju yang akan digunakan hari ini.
Jam dinding pink di kamar Hailey menunjukkan pukul 12. Sudah berjam-jam ia habiskan dengan membaca novel. Setengah jam yang lalu, Ashton berkata pada Hailey akan keluar untuk mengurus beberapa urusan.
Merasa bosan akhirnya Hailey memutuskan untuk pergi ke Starbucks. Hailey memilih untuk berjalan kaki, karena kebetulan Starbucks tidaklah terlalu jauh dari rumahnya sehingga tidak memakan waktu yang lama. Setelah kurang lebih sepuluh menit berjalan, akhirnya Hailey berhenti di depan bangunan yang berpalangkan logo Starbucks. Hailey memasuki kedai kopi itu dan langsung menuju barista.
"Caramel Macchiato berukuran grande," ucapnya pada salah seorang barista yang berada di belakang kasir.
"Atas sama siapa?"
"Hailey."
5 Menit kemudian nama Hailey dipanggil. Dilangkahkan kakinya menuju counter minuman letak minumannya tersebut. Tangannya mengambil minuman lalu membalikkan badan. Kakinya kembali melangkah menuju tempat duduknya. Tetapi dia sial, karena tempat duduknya sudah ditempati oleh seorang gadis pirang yang sedang duduk sibuk berkutat dengan ponselnya.
"Maaf?" kata Hailey pelan, namun gadis itu tetap saja sibuk dengan ponselnya. Hailey berdeham, "Ini tempat dudukku, bolehkah aku duduk sekarang?" katanya lagi. Dia tahu ini terdengar kasar, namun ia tidak memiliki pilihan lain.
"Oh maaf, aku tidak tahu ini adalah tempatmu," ujar gadis itu, lagipula dia berkata benar; pelanggan Starbucks hari ini sangatlah ramai sehingga hanya tersisa satu tempat, yaitu tempat yag tadi ia duduk.
"It's okay, kita bisa berbagi tempat, lagipula disini sudah tidak ada tempat lagi. Jadi tidak apa," kata gadis itu diiringi dengan suara tawaan renyah. Ia menarik sebuah kursi dan duduk di kursi itu.
Mendengar suara tawaan Hailey, gadis blonde itu menaikkan sebelah alisnya bingung. Dia ini aneh, gila, lapar atau bagaimana? Tidak jelas sekali, batin gadis blonde.
"Tidak, aku tidak gila haha hanya saja ekspresi mu sangat lucu. Sudahlah, tidak apa-apa, tidak usah malu-malu denganku," cerocos Hailey membuat gadis yang berada di hadapannya mengerutkan dahinya. "Jadi, apa yang kau lakukan dengan ponselmu itu?"
"Aku menunggu kekasihku disini, tetapi aku tidak tahu ia berada dimana."
"Oh." Hailey menganggukan kepalanya sambil mencari bahan pembicaraan baru. "Ohya, siapa namamu?"
"Gwen, Gwen Stacy Clifford," kata gadis itu seraya mengambil ponselnya yang terletak diatas meja. "Dan kau?" tanyanya kembali, namun kedua matanya tidak lepas dari ponselnya.
Waktu terasa bergulir sangat lama hanya untuk menghabiskan satu gelas Starbucks berukuran grande. Gadis yang berada di depannya tampak begitu sibuk dengan ponselnya sehingga Hailey memutuskan untuk pergi terlebih dahulu.
Hailey membuka pintu bertepatan dengan seorang lelaki pirang yang juga ingin membuka pintu, jadi Hailey membiarkan lelaki pirang itu masuk. Dan saat mereka berpapasan, ia baru menyadari; sepertinya lelaki itu adalah Luke.
***Huahaha gantung akhirnya btw salahin si vischa ya ini gantung karna dia yg nerusin wkwk jangan lupa vote and comment guys xx
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise » lh
Fanfiction"Is promise meant to be broken, Luke?" But, she doesn't know what happened. Copyright © cuttie-penguins & weirdkido 2015.