🔪 • | Prolog

51 16 3
                                    

MOBIL itu melaju secepat kilat, menyelip berbagai kendaraan dengan lincah dan penuh waspada. Bukan balapan liar, melainkan keadaan darurat menuju rumah sakit karena sang putri.

"Sabar, Nak... sebentar lagi sampai."

Walaupun nada itu kedengaran menenangkan, tapi Papa panik luar biasa. Mama pun tak kalah paniknya bahkan sampai menangis sesenggukan tanpa suara hingga Papa diguncang bahunya beberapa kali tidak sabar, melihat kondisi anaknya di pangkuan yang kejang-kejang sambil memegangi leher, wajahnya memerah, matanya melotot kesakitan, dan mulut menganga sesak, napasnya tidak teratur akibat alergi kacang. Di antara mereka belum ada yang tahu bahwa anak itu alergi kacang.

Tatapan melas bercampur lemah dari anak berusia lima tahun itu seolah mengartikan, Mama... sakit. Jane nggak kuat, Ma.

Sambil menangis, Mama menaikkan jemarinya yang sedari tadi mengelus-elus leher Jane ke puncak kepalanya yang rambutnya dikuncir satu dan sedikit berantakan. Berusaha menenangkan sang putri, menggucang-guncang suaminya tidak sabar agar mereka segera mendapatkan pertolongan.

Tuhan... jangan ambil anakku....

Berbagai pikiran negatif muncul di benak Mama. Lalu, seolah Papa bisa membaca pikirannya berkata, "Jangan berfikiran yang tidak-tidak, sebentar lagi. Sebentar lagi...." Satu tangan Papa sibuk menyetir, sementara yang lain mengelus tangan istri dan anaknya untuk menenangkan. Padahal pikirannya juga kalut, jangan sampai... Jangan sampai

BRUAKKKK!!

Mereka awalnya tidak ada yang menyadari bahwa ada mobil lain yang mendadak melesat maju seperti anak panah yang terlepas dari busur dari arah kiri, saking kalutnya. Bunyi memuakkan bersama mobil yang berguling-guling memenuhi gendang telinga siapa saja yang berada di sana. Siapa saja. Nyatanya, hanya ada mereka berempat termasuk pengendara yang menabraknya karena jalanan yang mereka lintasi kelewat sepi.

Seorang pria paruh baya menatap dingin mobil yang ditabraknya di balik jendela. Topi hitamnya menutupi sebagian wajah, yang terlihat hanya bibir yang mengeluarkan decakan. Beberapa saat kemudian, dengan wajah seolah tak terjadi apa-apa, dia kembali melajukan mobilnya ke tujuan yang harusnya didahului oleh mobil yang menjadi korbannya.

Sementara keadaan di dalam mobil yang rusak dengan keadaan terbalik itu kacau parah. Tiba-tiba Jane yang masih kejang, keluar lewat kaca mobil yang pecah, secara perlahan, karena ibunya yang berusaha menyelamatkan.

Jane menangis parau tanpa suara seperti ibunya, melihat satu-satunya kepala keluarga mereka memejamkan mata tanpa pergerakkan apapun.

.
.

Bersambung...

.

Criminal Midnight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang